Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

First World Problem


Aku pulang dari sekolah dengan badan penuh keringat. Diluar sedang sangat panas. Rasanya ingin sekali bersantai di sofa sambil nonton TV. 
Aku masuk ke dalam rumah dan terkaget oleh suara tangisan. Itu ibuku. Tangisan itu berasal dari dapur. Apa yang terjadi? Apa dia terpeleset? Atau dia tak sengaja mengiris jarinya saat memasak? Aku langsung berlari menuju dapur.
"Ibu? Ibu kenapa?" tanyaku.
Ibuku sedang menangis di meja. Dia sepertinya habis menuang sereal ke mangkok. "Kemal....." isaknya.
"Ya? Kenapa Bu?"
"Tadi Ibu mau makan sereal. Ibu sudah menuangnya ke mangkok.....lalu.....lalu....."
Aku menunggu.
"Saat ibu cek, ternyata kita kehabisan susu...." Dia menangis makin keras.
Aku berdiri terpana, "Itu saja?"
"Mana mungkin kita makan sereal tanpa susu. MANA MUNGKIN!!"
Terserah deh. Aku menyesal mengkhawatirkannya. Kutinggalkan dapur dan berjalan ke kamarku. Saat itu, aku tak sengaja melihat ayahku di kamar. Dia terlihat sedang banyak pikiran. Sebagai anak yang baik, aku merasa harus bertanya.
"Ayah kenapa? Lagi banyak pikiran ya?"
Dia melihatku, "Oh Kemal. Enggak, Ayah hanya sedikit bingung."
"Bingung apa? Mungkin Kemal bisa bantu."
"Ayah mau keluar untuk berjalan-jalan, tapi diluar sangat panas."
Aku bingung, "Oke...kalau begitu tunggu saja sampai gak terlalu panas."
"Tapi di kamar ini, AC-nya sangat dingin."
Aku makin bingung, "Yah, matiin aja AC-nya."
"Gak bisa. Kalau dimatiin, entar jadi panas. Hahhh." Dia mendesah seperti memikirkan masalah yang sangat rumit. Kalau keluar kepanasan, kalau dalam kedinginan. Lagi-lagi gak penting. Aku keluar dari kamar itu.
Kali ini aku mendengar tangisan dari kamar adik perempuanku, Tiara. "Kenapa lagi ini?" gumamku kesal. Aku masuk ke kamarnya dan mendapati dia sedang terisak-isak di depan laptop.
"Kamu kenapa?"
Dia berhenti menangis sesaat, "Aku baru putus."
Oh, kali ini sepertinya memang masalah yang agak rumit. "Sabar, sabar, jangan sesedih itu dong. Kan masih banyak cowok lain."
"Bukan!!" bentaknya sampai aku terlonjak kaget, "Aku tak peduli sama cowok itu. Yang jadi masalah adalah, aku membuat status tentang putus ini di Facebook, dan tidak ada yang like. Tidak ada satupun!!" 
Dia lalu menangis keras seakan-akan itu akhir dari dunia.
Aku muak dengan keluargaku. Mereka sama sekali tak bersyukur dengan segala yang kita punya dan justru mengeluh tentang hal-hal kecil yang tidak penting. Aku malu pada mereka.
Setelah menghadapi semua anggota keluargaku yang lebai itu, aku sangat butuh istirahat. Kuganti baju, lalu kuambil jus di kulkas. Aku menuju ke ruang keluarga dan duduk di sofa. Aah, rasanya sangat nyaman. Sekarang tinggal menghidupkan TV.
Lho? Remotenya mana?
Ternyata remote itu ada di dekat TV.
Aku mendesah, "Aku sudah duduk dengan nyaman, tapi remote TV-nya diluar jangkauanku.........TIDAAAKKK!!!"

10 Pokemon Terbaik Dari Generasi 3

Aku sudah pernah membahas 10 Pokemon favoritku di dua generasi awal, kini kita maju ke generasi tiga. Pertama-tama harus kubilang dulu, ini semua pendapat pribadi. Kalian boleh saja punya pendapat yang sangat berbeda. Oke, ini dia :

1. Milotic

Kita mulai dari Pokemon cantik dulu ya. Milotic sebenarnya punya kondisi yang mirip-mirip sama Gyarados. Kita harus sabar dulu dengan Pokemon jelek sebelum bisa meng-evolvenya menjadi Pokemon keren. Bedanya, kalau Magikarp gampang banget dapatnya, pre-evolve Milotic, Feebas, termasuk langka buat ditemukan. Tapi ini membuat Milotic semakin berharga untuk dimiliki.

Sekarang kita lihat statnya. Milotic memiliki kelebihan di Special Defense, walaupun itu juga tidak terlalu tinggi. Kekuatan serangannya juga lumayan. Serangannya yang bagus antara lain Aqua Tail dan Hydro Pump. Milotic memiliki Stat yang paling besar diantara Pokemon tipe Water yang bukan legendary, setara dengan Gyarados dan Kingdra.

2. Wynaut

Oke, ini bukan Pokemon yang kuat atau semacamnya. Aku memasukkannya ke dalam list ini hanya karena dia sangat imut! Wynaut adalah pre-evolve sebelum Wobbuffet, dan salah satu Pokemon Baby yang sangat ingin kumiliki.

Cara mendapatkannya berbeda-beda di tiap generasi. Dalam Pokemon R/S/E, Wynaut bisa didapatkan di Mirage Island atau dari telur yang didapat dari orang tua di Lavaridge Town. Di B/W, Wynaut hanya bisa didapatkan jika terjadi swarm di Route 2. Dan di Pokemon lainnya, cara mendapakatnnya adalah dengan breeding Wobbuffet sambil memegang Lax Incese.

3. Metagross

Mungkin adalah Pokemon terbaik di generasi ini. Pokemon dengan type Steel/Psychic ini mempunyai kekuatan dan pertahanan yang sama mengerikannya. Jika anda main Pokemon R/S, pasti akan tahu betapa sulitnya melawan Metagross milik Steven, si Pokemon Champion. Metagross didapatkan dengan cara meng-evolve Metang hingga level 45.

Seperti halnya Pokemon tipe Steel, Metagross mempunyai defense yang kuat. Ini ditambah dengan type Psychic yang sangat kua dalam menyerang. Kombinasi ini membuat Metagross menjadi yang terbaik di banyak hal. Metagross memiliki stat Attack terbaik di type Psychic dan Steel, memiliki defense terbaik di semua type Psychic, dan memiliki base stat terbaik di antara type Psychic dan Steel yang bukan legendary. Sangat hebat kan?

Satu lagi, entah ini penting atau tidak, Shiny Metagross mungkin adalah salah satu Pokemon Shiny terkeren yang pernah kulihat dengan warna peraknya.

4. Aggron

Satu lagi Pokemon Steel yang keren. Namanya adalah Aggron, dan dia memiliki dual type Steel/Rock. Ini adalah Pokemon andalanku untuk urusan bertahan dalam R/S. Bentuknya seperti dinosaurus yang terbuat dari besi. Karena type yang sama-sama jago bertahan, stat untuk Aggron mencapai 180!

Cara mendapatkan Aggron adalah dengan meng-evolve Lairon. Mungkin dia bukan tipe menyerang, tapi stat Attack yang mencapai 110 juga cukup bagus untuk menjatuhkan lawan. Aggron akan sangat berbahaya jika menggunakan Iron Tail atau Iron Head. Dengan menggunakan Heavy Metal, Aggron akan menjadi Pokemon terberat di antara Steel dan Rock type.

5. Absol

Pokemon ini cukup beken diantara penggemar Gen 3 karena bentuknya yang keren dan kelangkaannya. Absol bisa ditemukan di Route 120 (R/S/E) dengan susah payah. Dan hal unik lainnya adalah apa kata Pokedex terhadap Absol. Absol dikatakan sebagai Pokemon yang membawa bencana jika muncul di hadapan orang. Ini dikuatkan dengan tempat kemunculan Absol di berbagai game, yang selalu muncul di tempat yang akan atau sudah terkena bencana.

Yang paling mencolok dari Absol adalah Attacknya yang mencapai stat 130, selain itu tidak ada yang spesial. Serangannya yang memiliki kekuatan mengerikan adalah Night Slash dan Sucker Punch. Mega Absol akan muncul pada Gen 6 nanti.

6. Gardevoir

Gardevoir juga merupakan Pokemon yang cukup populer, ini mungkin disebabkan bentuknya yang mirip dengan manusia dan cantik. Gardevoir adalah Pokemon type Psychic (di Gen 6, typenya ditambah dengan Fairy). Cara mendapatkannya adalah dengan meng-evolve Kirlia pada level 30.

Dalam Pokedex, dia berkali-kali disebut mempunyai kekuatan untuk membaca masa depan. Itu cukup unik karena salah satu serangannya yang kuat adalah Future Sight. Gardevoir mempunya special attack dan special defense yang berimbang sehingga akan menjadi tambahan bagus untuk party kita.

7. Armaldo

Salah satu Pokemon fossil dengan type Rock/Bug. Aku memilihnya karena menurutku dia mempunyai bentuk yang unik dan keren. Armaldo bisa didapatkan dengan meng-evolve Anorith pada level 40, yang di-revive dari Claw Fossil.

Armaldo memiliki attack yang cukup tinggi, 125, dan didukung oleh defense yang juga lumayan, 100. Serangannya yang mematikan antara lain X-Scissor dan Stone Edge.

8. Nuzleaf

Nuzleaf didapatkan dari meng-evolve Seedot dan akan evolve sekali lagi menjadi Shiftry jika diberikan Leaf Stone. Secara stat, tidak ada yang spesial dari Nuzleaf. Stat tertingginya hanya 70 dan serangan paling hebatnya mungkin Faint Attack. Jadi kenapa dia bisa masuk list ini?

Aku memasukannya karena keunikan dia di luar game. Nuzleaf adalah alasan terbentuknya sistem Nuzlocke. Bagi yang tidak tahu apa itu Nuzlocke, Nuzlocke adalah peraturan yang dibuat fans dalam memainkan game Pokemon. Peraturannya simpel, jika Pokemon yang kita pakai fainted, maka Pokemon itu dianggap mati dan tidak boleh dipakai lagi. Satu lagi peraturannya adalah kita hanya boleh menangkap satu Pokemon di setiap area. Ini membuat hubungan trainer dengan Pokemonnya semakin erat. Nuzlocke diambil dari nama Nuzleaf dan John Locke. Ini dikarenakan yang membuat Nuzlocke pertama kali sering menganggap Nuzleaf mirip dengan John Locke.

9. Blaziken

Aku harus bilang kalau ini adalah starter terbaik di gen 3, dan yang paling keren juga. Blaziken adalah perubahan terakhir dari Torchic dan memiliki type Fire/Fighting. Mega Blaziken akan muncul di Gen 6, dengan bentuk yang lebih keren lagi.

Karena typenya, Blaziken memiliki kelebihan di kekuatan serangan. Baik Attack maupun Special Attack memiliki stat yang sama-sama bagus. Dia juga memiliki serangan yang beragam baik dari type Fire maupun Fighting, seperti Flare Blitz dan Sky Uppercut. Tapi, typenya juga membuatnya lemah terhadap empat tipe : Flying, Ground, Water dan Psychic.

10. Rayquaza

Kita tutup list ini dengan Pokemon legendary, Rayquaza. Rayquaza adalah Pokemon yang menenangkan Kyogre dan Groudon ketika mereka dibangunkan oleh Team Magma dan Team Aqua. Rayquaza bisa ditemukan di Sky Pillar, tapi menangkapnya akan membutuhkan banyak usaha.

Typenya adalah Dragon/Flying, dan seperti Pokemon legendary lain, Rayquaza memiliki stat yang mengagumkan. Attack dan Special Attacknya mencapai stat 150, membuatnya menjadi Pokemon Flying dengan Attack yang paling tinggi dan Base Stat yang paling tinggi (Seimbang dengan Lugia dan Ho-oh). Selain itu, Rayquaza juga Pokemon Legendary paling panjang. Oh ya, bentuk Shiny-nya sangat keren.

Kami Bermain Petak Umpet Dengan Bandit (Petualangan di Zombie Apocalypse 2 Part 2)



baca part sebelumnya disini.

“Baiklah, sekarang apa ide kalian?” tanya Bima ketika yakin kami sudah aman dari kejaran zombie.

“Kembali ke kota sana dan mencari yang lain,” jawabku, “Simpel kan?”

“Tidak akan sesimpel itu kurasa,” Medina menambahkan dengan optimis. “Tapi memang itu rencana yang kami punya sekarang.

“Kalau begitu kita harus cari kendaraan kan? Tak mungkin jalan kesana.”

“Ya, setahuku akan makan waktu dua hari jika kita berjalan kaki. Aku jelas tidak menyarankan itu,” kataku.

Kami melanjutkan perjalanan sambil mencari mobil yang bisa digunakan. Karena tidak ada Zico yang bisa menghidupkan mobil walaupun tanpa kunci (aku penasaran bagaimana Zico belajar cara maling seperti itu), kami terpaksa mencari mobil dengan kunci yang ditinggalkan di dalam. Sejauh ini hasilnya nihil.

“Sepertinya kita harus ganti strategi. Kita ambil mobil yang ada di rumah-rumah saja. Kuncinya pasti ada di dalam rumah kan,” saranku.

Medina menunjuk sebuah rumah dengan mobil terparkir di depannya, “Bagaimana kalau yang itu?”

“Ya, itu cukup bagus.”

Mobil itu terkunci. Berarti kami harus mencari ke dalam rumah. Pintu rumahnya terbuka sedikit. Terlihat noda darah di dekatnya. Itu tanda kami harus waspada.

Bima masuk duluan dengan panah di tangannya. Karena gorden ditutup, rumah itu gelap.

“Bau apa ini?” Medina menutup hidungnya. Bau menyengat memang memenuhi rumah itu. Tidak lama, kami menemukan sumber bau itu. Di ruang keluarga, tergeletak sisa-sisa tubuh yang sepertinya berasal dari wanita dewasa.

Aku menahan diri agar tidak mual. Kami terus mencari kunci mobil itu.

“Sssttt...” Bima memberi tanda dengan tangannya. Suara erangan zombie terdengar di salah satu kamar. Perlahan kami masuk ke kamar itu.

Zombie itu berupa gadis yang mungkin baru berusia delapan atau sembilan tahun. Kamar ini sendiri dipenuhi banyak poster Justin Bieber, yang menjelaskan semua yang terjadi di rumah ini. Aku jadi tidak tega membunuh zombie kecil itu, tapi Bima tanpa perasaan menembakkan busurnya. Zombie itu jatuh tak bergerak.

“Lebih baik daripada kita membiarkan dia menjadi zombie.” Bima lalu berbalik dan mencari kunci mobil itu lagi.

Aku mau menyusulnya, tapi kulihat Medina masih tertegun di kamar itu.

“Kenapa?”

“Tidak apa-apa. Rasanya menyedihkan aja anak sekecil ini menjadi korban virus zombie...” Medina berbisik. Dia sepertinya menahan tangis.

Aku menarik tangannya agar keluar dari kamar itu, “Lebih baik kau bantu cari kunci supaya tidak mikir yang aneh-aneh.”

Dia mengangguk lalu pergi mencari ke ruangan lain. Aku sendiri mencari lagi ke ruang keluarga, mencoba sekeras mungkin untuk tidak melihat sisa-sisa mayat itu.

Akhirnya aku berhasil menemukan kunci mobil itu di dalam laci. “Hei! Aku berhasil menemukannya!”

Bima datang dan mengambil kuncinya. “Akan kusiapkan mobil, kalian carilah sesuatu yang bisa dibawa, mungkin makanan atau semacamnya.”

Aku dan Medina menuju dapur. Tidak banyak yang bisa diambil kecuali beberapa makanan kaleng. Di kulkas, tertempel foto keluarga itu. Anak yang menjadi zombie itu diapit oleh ibu dan ayahnya. Mereka tampak bahagia.

“Seandainya saja Justin Bieber tidak membuat semua kekacauan ini...” Medina melihat foto itu dengan mata sedikit berair.

“Apa yang akan kau lakukan jika bertemu Justin Bieber?”

“Entahlah. Aku akan memukulnya berkali-kali kurasa. Tapi aku tak enak memukul cewek kecil seperti dia.”

“Hahaha, bagus juga tuh.”

Medina sedikit tersenyum, “Ayo, kita kembali ke Bima.”

Sesuatu mengganjal di pikiranku, “Ayahnya dimana ya?”

Medina menjawabnya dengan mengangkat bahu. Kami lalu masuk ke dalam mobil dan pergi dari rumah yang menyedihkan itu.




“Tunggu!! Berhenti di depan itu!”

Kami sudah memasuki jalan tol ketika aku melihat sesuatu yang familiar. Mobil yang kami pakai untuk pergi pertama kali ke tempat persembunyian terlihat berhenti di pinggir jalan.

Aku dan Medina bergegas turun untuk melihat keadaan.

“Dimana mereka?” tanya Medina melihat mobil kosong itu. Aku sama bingungnya dengan dia.

“Lihat ini,” Bima menyusul kami, “Ada beberapa lubang tembakan di bagian pintu.”

“Apa?”

Benar saja, terlihat bekas peluru di beberapa tempat. Aku dan Medina saling pandang. Kami tahu memikirkan hal yang sama : Niko.

Sebelum sampai ke tempat persembunyian, kami harus berhadapan dengan Niko, dokter yang dulu sempat menolong kami tapi berubah karena dendam. Saat itu mobil kami juga ditembak sehingga terjadi kecelakaan. Medina adalah yang paling terkena dampaknya karena kakiknya terluka parah saat itu.

Tapi itu tidak mungkin. Niko sudah mati, aku sendiri yang membunuhnya di rumah itu. Rere juga sudah membuat kuburannya.

Lagipula jika diteliti lebih dalam, bekas lubang peluru berbeda-beda, seperti ditembakkan oleh senjata yang beragam.

“Sial. Mungkin ini ada hubungannya dengan bandit-bandit itu,” kata Bima.

Medina melihat Bima dengan heran, “Bandit? Bandit apa?”

“Aku pernah bertemu dengan mereka. Bandit itu hanya kumpulan orang-orang bodoh yang akan melakukan segala cara untuk bertahan hidup, walaupun itu termasuk membunuh orang lain dan mengambil makanannya.”

Ya ampun, aku tak menyangka masih ada orang-orang seperti itu saat situasi seperti ini. Tapi mungkin justru karena situasi seperti inilah sifat-sifat asli manusia mulai kelihatan.

“Jadi mereka bertemu dengan Bandit?” tanyaku.

“Mungkin. Dan melihat tidak ada orang disini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi : mereka ditangkap atau kabur ke hutan sana.” Bima menunjuk hutan di dekat jalan itu.

Aku membuka mobil itu. Sebuah handphone tergeletak dalam keadaan mati di bawah, sepertinya terjatuh saat mereka kabur atau ditangkap. Pantas saja aku tak pernah bisa menelpon mereka selama ini.

“Jadi bagaima.....oh sembunyi!”

Aku mendengar suara mobil mendekat dari arah sebaliknya. Itu mungkin pertanda bagus. Mobil itu berhenti ketika melihat mobil kami.

“Lihat, sepertinya baru ada seseorang disini.” Terdengar seseoarang berbicara dari dalam mobil.

“Ayo kita lihat.” Mereka pun keluar dari mobil. Ada tiga orang. Mereka semua bertato di lengan. Muka mereka keras dan menyeramkan. Masing-masing membawa senapan laras panjang.

Bima berbisik padaku, “Bandit.”

“Apa yang kita lakukan?”

“Lawan saja. Kita bisa menghabisi mereka.”

“Apa? Tidak. Aku tak mau membunuh manusia yang masih hidup. Lagipula aku mengkhawatirkan Medina. Kita kabur saja.”

Bima sepertinya tidak setuju, tapi dia memutuskan tidak mau berdebat sambil berbisik begini.

Kami mengambil kesempatan lari ke hutan sementara mereka memeriksa mobil kami yang terparkir beberapa meter dari tempat kami bersembunyi sekarang. Sebisa mungkin kami bergerak cepat tanpa menghasilkan suara. Saat sudah hampir masuk hutan, mereka akhirnya menyadari keberadaan kami.

“Itu mereka!!” teriak salah satu dari para bandit itu. Terdengar letusan senapan tapi meleset.

“Ayo cepat!” Aku menarik Medina agar lari lebih cepat. Mereka mulai mengejar kami masuk ke dalam hutan.

Terdengar bunyi senapan lagi, dan kali ini mengenai pohon di sampingku. Itu membuat kami berlari lebih cepat.

“Zombie!” Medina berteriak. Di depan kami, satu zombie menghalangi jalan. Bima bergerak cepat. Dia mengambil anak panah dan menusukkannya ke kepala zombie itu.

Satu zombie mendekatiku dari balik pohon. Aku kaget, tapi masih sempat menebasnya.

“Mereka ada di mana-mana,” kata Medina yang juga mengalahkan satu zombie.

Memang, ternyata hutan ini penuh dengan zombie yang terpancing oleh suara tembakan tadi. Kini kesulitan pun meningkat dua kali lipat. Tapi bagusnya, para bandit itu juga harus melawan zombie sambil mengejar kami. Tembakan pistol terdengar beberapa kali, entah untuk membunuh zombie atau membunuh kami.

Aku memenggal zombie yang mendekat, lalu menunjuk ke sebuah pohon besar. “Disana. Kita sembunyi dibalik pohon itu.”

Kami berhasil mencapai tempat itu dan berhenti sejenak. Nafasku memburu, dua temanku yang lain sama saja. Untunglah zombie-zombie itu seperti tidak bisa melihat kami disini. Aku hanya berharap bandit-bandit itupun tidak melihat kemana kami pergi diantara kekacauan ini.

Kami menahan nafas ketika bandit-bandit itu mulai mendekat.

“Aku yakin mereka lari kesini,” kata salah satu dari mereka. Aku memegang erat senjataku. Jika kami ketahuan, aku tak punya pilihan lain kecuali menyerang mereka.

“AAAHHH!!”

Aku kaget. Zombie liar entah darimana berlari dan menerkan dalah satu dari mereka. Yang lain kabur sambil menyumpah-nyumpah, meninggalkan teman mereka sendirian menjadi santapan para zombie.

Bima memberi tanda agar kami bergerak lagi. Kami berlari menuju ke sebuah dakian kecil. Kalau kami berhasil memanjat kesana, kami akan aman dari zombie-zombie ini. Masalahnya, dakian itu licin karena lumpur.

Bima mencoba duluan. Dia berhasil memanjat dalam percobaan pertama walaupun sedikit terpeleset. “Oke, sini biar kubantu.” Bima mengulurkan tangan dari atas. Medina memegangnya dan Bima menariknya ke atas.
“Ayo, cepat! Zombie sudah menyadari kehadiran kita!”

Zombie-zombie memang mulai mengejar kami lagi. Aku memanjat dengan panik sambil Bima menarikku sekuat yang dia bisa. Bodohnya, kakiku terpleset dan harus terjatuh lagi ke bawah. Bima ikut tertarik jatuh.
“Sial!” Dengan cepat dia mencoba naik lagi. Zombie sudah sangat dekat. Aku harus melawan dulu.

Kepala zombie di dekatku meledak. Aku terkaget, seseorang menembak zombie ini dari atas. Bukan Medina, dan juga bukan Bima yang masih berusaha naik lagi. Ada seorang wanita paruh baya yang memegang shotgun.

Dia menembak beberapa kali lagi dan menjatuhkan zombie-zombie lain. Itu memberiku waktu untuk memanjat. Kami semua berhasil naik ke atas.

“Terima kasih,” kataku penuh kelegaan.

“Nanti saja. Ayo kita ke rumahku dulu.”

Kami saling melihat satu sama lain, sedikit tidak yakin.

“Aku punya makanan di rumah,” katanya lagi. Perut kosongku sudah cukup untuk membuat keputusan.

 Rumah wanita itu terletak di pinggiran jalan lain, mungkin jalan alternatif ke kota. Sejauh kulihat, tidak banyak rumah disitu, mungkin hanya tiga atau empat, itupun letaknya agak jauh. Dia mempersilahkan kami masuk.

“Maaf tempatnya kotor,” katanya. Biasanya orang berkata itu untuk berbasa-basi, tapi tempat ini memang sangat kotor. Sampah dimana-mana. Kurasa pada saat zombie apocalypse, orang jadi lebih malas membersihkan rumah.

“Terima kasih Bu....”

“Panggil saja aku Dira. Aku sudah lama tidak menerima tamu. Padahal tadi aku ke hutan untuk mencari makanan.”

Aku melihat sekeliling. Di dinding ada foto Dira dengan sebuah bocah. Dira menyadari yang kulihat, “Oh, itu anakku. Kami hanya tinggal berdua disini.”

“Dimana suami Ibu?” tanya Medina.

“Meninggal sekitar lima tahun yang lalu.”

“Oh maaf.”

Dia tertawa kecil, “Tidak apa-apa kok. Aku bisa menjaga diri sendiri. Shotgun ini juga dulunya milik suamiku.”

“Dimana anak ibu?”

Aku langsung sadar kalau aku menanyakan hal yang salah melihat ekspresi Dira yang berubah 180 derajat menjadi sangat sedih.

“Yah, sekarang aku hanya tinggal sendiri,” jawabnya serak.

Medina seperti mau menamparku karena membuat ibu itu sedih. Aku sendiri merasa sangat malu. Tapi Dira mencoba mencairkan suasana lagi, “Kalian lapar? Aku punya beberapa makanan di dapur, tidak banyak sih.”

“Tidak perlu repot-repot Bu,” kata Bima.

“Ah, gak repot kok. Sebentar ya.” Dira lalu meninggalkan kami ke dapur.

Setelah semua masalah reda, aku baru sadar kalau aku sangat kebelet pipis.

“Mau kemana?” tanya Medina yang melihatku berdiri dari kursi.

“Toilet bentar,” kataku. Aku tidak enak bertanya pada Dira, jadi kucari saja sendiri. Aku melihat pintu ke kamar tidur terbuka sedikit. Kamar itu juga punya kamar mandi dalam, jadi aku masuk saja untuk buang air sebentar.

Aku baru saja mau kembali ketika mendengar suara benturan dari dalam lemari. Awalnya kukira cuma tikus, tapi benturan itu terdengar lagi, kini makin keras.

Karena penasaran, aku membuka lemarinya.

“Aahh!!” teriakku kaget ketika zombie bocah meloncat keluar dari dalamnya. Tapi ketika dia hendak menerkamku, gerakannya terhenti. Rantai besi mengikat lehernya ke gantungan baju sehingga dia tidak bisa bergerak lebih jauh.

Aku ingat dia. Anak ini adalah anak Dira. Kenapa dia ada dalam lemari? Apa Dira yang mengikatnya?

Pukulan keras menghantam bagian belakang kepalaku. Rasa sakit menjalar dengan cepat, dan aku kehilangan kesadaran. Kata-kata terakhir yang kudengar adalah suara Dira yang berkata dengan dingin, “Maaf kau harus melihatnya.”


Lalu pandanganku gelap seutuhnya.



Bersambung....ke part 3.

Oh Sial Ada Hantu


Hantu itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Makhluk halus yang muncul dengan penampilan serem ini sering dikabarkan terlihat. Mulai dari pocong yang sulit dibedakan dengan guling, sampai tuyul yang terlihat seperti anak kecil botak miskin yang harus mencuri demi dapat makan. Pengalaman bertemu hantu ini cukup sering terjadi padaku, walau emang belum pernah ketemu langsung.
Paling sering ketemu hantu adalah waktu aku tinggal di Bekasi. Rumahku itu sebelahan sama rumah kosong yang udah lama banget ditinggal sampai kotor gak terawat. Gosipnya sih, dulu disitu pernah ada yang mati karena keselek permen, mati yang gak elit. Cerita itu terbukti bohong, biasalah, cuma gosip anak sd.
Pernah suatu kejadian, aku pulang malam. Aku habis menghadiri acara pemberian hadiah 17 agustus. Ya, aku menang di perlombaan yang lebih digemari daripada sepakbola, yang menguras tenaga dari setiap peserta, yang sangat sangat menegangkan, lomba makan kerupuk. Aku dapat juara dua, juara satunya cewek curang yang pake sepatu hak tinggi pas di final. Licik.
Jadi ceritanya aku pulang dari acara itu. Kebetulan harus lewat di rumah kosong yang tempatnya agak terpencil gitu. Dan saat itulah aku melihat hantu. Di depan rumah kosong itu berdiri wanita berambut panjang yang cuma diam aja. Rambutnya nutupin wajahnya, persis kayak di film-film. Cuma waktu itu aku masih polos banget (kelas 1 sd), aku kira itu cuma cewek gak punya uang buat potong rambut yang lagi nungguin seseorang. Waktu kuceritain di rumah, abangku yakin itu hantu.Itu adalah pengalaman satu-satunya yang liat langsung, walaupun gak sadar.
Ada juga kejadian aneh lain. Waktu itu aku sama banyak tetanggaku lagi main bola di jalan depan rumah. Pas lagi asik-asiknya main, terjadi kejadian aneh. Rumah kosong di sebelahku, tiba-tiba lampunya hidup! Sebentar aja, langsung mati lagi. Kami kumpulan anak-anak telmi, beberapa menit kemudian baru sadar ada yang aneh, terus kabur ke rumah masing-masing.
Di SD ku juga ada cerita aneh. Katanya di wc sekolah ada hantu yang dulu sempat lebih terkenal daripada kuntilanak, mister gepeng. Bagi yang gak tau, mister gepeng itu adalah hantu dari seseorang yang mati karena ketimpa lift. Gara-gara itu, anak-anak jadi gak berani ke wc sendirian. Yang aku heran, kayaknya di sekolah kami gak ada lift, kok bisa ada mister gepeng. Jadi aku membuat teori sendiri, mister gepeng itu dulu anak sekolah ini yang celana dalamnya ketinggalan di wc. Waktu dia mati, dia kembali ke wc kami untuk mengambil celana dalamnya Ihhh, serem.
Kejadian berkaitan dengan hantu berlanjut di Balikpapan. Waktu aku lagi makan, tiba-tiba mati lampu. Gelap banget, mana aku sendiri lagi. Terus tiba-tiba ada colekan di bahuku, padahal aku lagi sendiri! Pernah juga waktu aku lagi nonton bola sendirian malam-malam, aku mendengar ada suara di dapur. Kuintip, ada keliatan kaki. Kukira pertamanya itu pembantuku yang emang kamarnya dekat dapur. Otakku yang lambat sadar ini baru ingat kalau pembantuku lagi pulang kampung keesokan harinya.
Yang paling serem malah terjadi pas aku tinggal di Medan. Malam-malam pas aku tidur, aku terbangun karena pengen ke kamar mandi. Tiba-tiba ada yang bisik-bisik di sampingku! Aku gak bisa nengok, karena badanku tiba-tiba gak bisa bergerak. Dalam panik aku mencoba berpikir positif, ini pasti mimpi, eh tiba-tiba hantu itu bisikin "ini bukan mimpi" (enggak deh). Aku ronta-ronta, baru bisa gerak. Serem banget.
Untunglah akhir-akhir ini gak ketemu lagi sama yang namanya hantu. Mungkin mereka takut ngeliat mukaku yang makin lama makin serem ya?

note : ini adalah tulisan lamaku yang pernah kutulis di kemudian.com, mungkin sekitar 3 tahun yang lalu dan pengen aja ku-post di blog ini :-) makanya sori aja kalau cara penceritaannya masih agak gak enak

Blog Dengan Gaya Baru

Karena bosan dengan template lama, aku memutuskan untuk memperbarui blog ini. Nyari yang sesuai selera ternyata susah juga, sampai akhirnya aku menemukan template yang sekarang kamu lihat. Lumayan keren kan? :-)

Terus jika kamu melihat dibagian samping, aku juga menambahkan daftar blog teman dan adikku. Coba cek blog mereka juga, keren dan lucu-lucu! Aku juga menambahkan daftar poling, cuma iseng aja buat ngeliat kalian pilih apa sebagai starter untuk Pokemon X dan Y yang bakal keluar bentar lagi. Aku sih jelas Chespin.

Sebagai yang terakhir, aku juga tambahin timeline twitterku di bagian bawah. Aku dulu pernah juga pakai widget ini, cuma kayaknya kemarin sempat ngerasa itu gak penting (sampai sekarang juga sih, tapi lumayanlah buat menghias blog tercintaku ini).

Oke, aku cuma mau bilang itu aja, hitung-hitung udah lama blog ini tampilannya gitu-gitu aja, padahal akhir-akhir ini aku mulai sering posting-posting lagi. Btw, buku keduaku akan keluar sekitar bulan depan lewat nulisbuku.com. Tungguin ya!

Medina Berteman Dengan Ninja (Petualangan di Zombie Apocalypse 2 Part 1)



Aku bergerak mendekati kelinci itu dengan hati-hati. Kucoba tidak mengejutkan dia. Tanganku memegang potongan wortel untuk memancingnya mendekat.

“Bagus, bagus, ayo sini.”

Kelinci itu berhenti sejenak, tapi lalu mendekati tanganku dengan waspada.

“Hahaha!! Mati kau!!” Kukeluarkan parangku dan kusabetkan ke arah kelinci itu. Tapi ternyata kelinci itu lebih lincah dari perkiraanku. “Sialan! Jangan lari!!”

Aku berlari-lari sambil mengejar kelinci dengan parang di tangan untuk beberapa saat sebelum sebuah anak panah menancap tepat di tubuh hewan malang itu. Nafasku ngos-ngosan, “Bima, itu kan buruanku!”

Bima keluar dari balik semak. “Kau terlalu lama. Yang lain bisa kelaparan tahu. Ayo kita kembali. Ambil kelincinya.”

Aku mau protes, tapi Bima sudah berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Tadinya aku dan Bima pergi mencari makanan kaleng tambahan di mini market terdekat, tapi karena bosan makan makanan yang sama terus, aku mengusulkan untuk mencari hewan untuk diburu. Bima mengatakan mungkin ada kelinci liar di hutan kecil dekat kota, dan dia benar. Tapi menangkap kelinci ternyata butuh usaha yang sangat besar. Dalam satu jam, kami hanya bisa menangkap dua ekor.

“Bau banget,” keluhku ketika mengikat kelinci yang bersimbah darah itu agar lebih mudah dibawa.

“Ayo cepat, mungkin pasukan pemerintah itu sudah datang ke tempat kita.” Bima mulai berlari-lari kecil.

Pasukan yang dimaksud adalah Unit Rahasia Sektor 1077 yang dibentuk oleh pemerintah dalam menghadapi masalah virus zombie ini. Mereka berencana mengevakuasi kami dari gedung tempat kami tinggal sekarang tepat hari ini.

Masalahnya, teman-temanku belum kembali. Zico pergi mencari kekasihnya di kota tempat kami berasal ditemani Ali dan Rere. Aku tak mungkin meninggalkan mereka dan pergi ke tempat aman begitu saja. Jika harus memilih, aku lebih baik kembali ke kota untuk mencari mereka bertiga. Medina, yang juga sudah berpetualangan bersama dengan mereka, sepertinya sependapat denganku.

Pendapat Bima bertentangan denganku. Dia mengatakan kalau aku dan Medina harus ikut karena kami terbukti berguna bagi kelompok. Lagipula tidak ada jaminan mereka masih selamat. Alasan itu hanya membuatku semakin ingin pergi mencari mereka. Aku rasa aku harus kabur diam-diam saat para tentara melakukan evakuasi nanti.

Kami kembali ke gedung. Belum ada tanda-tanda pasukan penyelamat itu. Kami memutar lewat jalan belakang dan masuk dari pintu rahasia.

Intan menyambut kami, “Bagaimana?”

Bima mengeluarkan plastik berisi makanan-makanan kaleng, “Nih, gak ada masalah kok. Cuma dua atau tiga zombie yang harus kami lawan. Enteng.”

“Ditambah sedikit bonus.” Aku menunjukkan dua kelinci yang berhasil kami dapatkan. Muka Intan merengut jijik, tapi diambilnya juga.

“Kenapa kau buru makhluk imut kayak gini sih?”

Aku mengangkat bahu, “Untuk bertahan hidup. Ngomong-ngomong, dimana Medina?”

Intan menunjuk kamar tempat biasanya Medina tidur lalu pergi membawa kelinci itu ke dapur. Bima duduk istirahat sambil melepas busur dari pundaknya.

Aku mengetuk pintu kamar Medina. “Siapa?”

“Kemal.”

“Apa kodenya?”

Aku terkejut, “Kau serius soal itu?”

“Ya, jadi....apa kodenya?”

Aku terbatuk canggung, “Kurasa aku cocok jadi personil One Direction.”

Bima dibelakangku menahan tawa. Medina membuka pintu sambil tertawa sadis, “Tak kusangka kau benar-benar akan mengatakan itu?”

Medina sudah sangat berbeda jika dibandingkan saat kami harus melawan zombie dalam perjalanan. Kakinya yang sempat terluka parah sudah kembali normal. Penampilannya sudah lebih rapi sehingga terlihat sedikit feminim. Lalu karena banyak teman, dia juga mulai ceria lagi. Dan ternyata kalau sudah ceria begitu, aku baru tahu kalau dia ternyata orang yang sangat iseng, seperti yang dia lakukan barusan.

Aku menengok ke dalam kamar. Baju-baju berserakan di tempat tidur. Sepertinya dia dapat banyak tambahan baju dari teman-teman barunya.

Medina menyadari pandanganku dan dia langsung menarikku masuk. Pintu ditutup lalu dikunci, “Aku sedang siap-siap untuk pergi. Kita jadi mencari Rere dan yang lain kan?”

Aku ragu, “Kau yakin?”

“Kenapa?”

“Maksudku, kau terlihat sangat senang disini. Kau juga punya teman baru seperti Intan atau....siapa namanya yang suka jalan tanpa suara kayak ninja itu?”

“Clara.”

“Ya itu. Apa kau yakin mau ikut aku juga?”

Dia terdiam. Sayup-sayup terdengar suara seseorang meminta Bima mengambilkan tabung gas untuk diganti.

“Aku memang merasa nyaman disini. Mereka semua juga baik denganku. Tapi, Zico, Ali, dan Rere sudah seperti keluargaku. Mereka sudah pernah menolongku saat aku sangat kritis. Aku tak mau meninggalkan mereka begtu saja, pasti aku akan menyesal nanti.”

“Kau tahu kan itu berarti kita harus hidup susah payah lagi seperti sebelum kesini?”

“Asal bersama kalian, tidak apa-apa kok.”

Aku tersenyum senang. Sepertinya sudah tidak ada keraguan lagi padanya. “Oke, kalau begitu siapkan bajumu yang mau kau bawa.”

“Nah, mana menurutmu yang harus kubawa?” Medina menunjukkan dua baju yang harus kupilih. Yang satu bergambar tengkorak memakai bunga (aku juga tak tahu apa maksudnya itu) dan yang satu lagi memiliki motif norak dengan warna yang bercampur-campur. Satu lagi fakta yang kuketahui soal Medina, selera pakaiannya aneh.

“Lebih bagus kalau....”

Terdengar ledakan keras. Kami secara refleks tiarap di lantai sambil menutup kuping. Gedung bergetar, serpihan-serpihan debu jatuh dari langit-langit.

“Apa yang terjadi?” tanya Medina.

Kupingku masih mendengung karena kerasnya ledakan itu. Aku menggeleng dan memberi isyarat agar Medina tetap di kamar itu sementara aku mencari tahu keluar.

Pemandangan diluar sungguh kacau. Dinding-dinding rusak dan api mulai menyebar ke perabotan. Gedung ini kebakaran. Kulihat Bima terbatuk-batuk mencoba memadamkan api dengan jaketnya, tapi tak berguna. Bima melihatku mendekat.

“Tabung gas meledak, bisa-bisanya di saat seperti ini. Kita harus keluar dari gedung!” perintahnya. Orang-orang sudah berlarian panik kesana kemari, beberapa mencari teman, yang lain mencoba menyelamatkan barang berharga sebelum keluar.

Aku kembali ke kamar, “Ayo kita keluar! Gedung ini terbakar.”

Medina dengan cepat memasukkan baju ke dalam tas ranselnya. Asap mulai masuk ke dalam kamar. “Cepat cepat!!”

“Oke, ayo!”

Kami bergegas menuju pintu keluar. Bima, bermodalkan satu pemadam api, masih mencoba memadamkan api sehingga yang lain bisa sedikit lebih mudah untuk kabur.

“Mana Clara?” tanya Medina pada Bima.

Dia menggeleng, “Clara juga ada di dapur saat itu terjadi.”

“Kita harus mengeceknya!!” Medina berlari begitu saja ke arah dapur. Bima memanggil menyuruhnya kembali, tapi dia tidak mau dengar. Aku mengikutinya dengan putus asa.

Keadaan dapur jauh lebih buruk. Hampir semua barang sudah dilalap api. Koki kami, seorang wanita setengah baya yang baik, tergeletak tak bergerak. Perih rasanya melihatnya, tapi kami tak mampu menyelamatkannya lagi.

Asap membuatku pusing, ditambah lagi hawa panas disekeliling. Rasanya aku ingin secepatnya keluar dari sini.

“Kemal, disini!!” Medina berteriak. Di dekatnya, tergeletak Clara yang tak sadarkan diri. Kepalanya berdarah, tapi dia masih bernafas. Aku berlari ke arah jendela dapur dan mencoba membukanya. Tapi agak tersangkut.

“Bantu aku. Jendela ini lumayan besar, mungkin kita bisa keluar dari sini saja,” kataku. Medina mengangguk dan membantuku mengangkat jendela itu hingga terbuka.

Siapa sangka, itu hanya membuat suasana semakin memburuk. Zombie-zombie yang mendengar suara ledakan itu sudah mengepung gedung kami. Ketika aku membuka jendela, zombie langsung menyeruak masuk. Aku mundur karena kaget. Zombie-zombie itu memanjat masuk melalui jendela.

“Ya ampun. Kita kembali ke pintu keluar!!” Kuangkat Clara, tapi zombie itu sudah semakin mendekat. Medina mengambil panci dan menghantamnya tepat di kepala. Itu memberikan waktu agar kami bisa kabur.

Medina terbatuk-batuk sementara aku dengan susah payah mencari jalan diantara asap yang makin tebal saja. “Disana, ayo!” Aku menunjuk sebuah pintu.

Tapi asap sudah memenuhi udara, dan Medina menjadi lemas karenanya. Dia terjatuh sambil terus terbatuk. Aku terpaksa berhenti dan menurunkan Clara agar bisa melawan zombie yang terus mengejar.

Kuambil pisau kecil yang selalu kusimpan di kantongku. Sebelum zombie itu bisa menyerang, aku melompat duluan ke arahnya. Kutusukkan pisau itu ke kepalanya berkali-kali sampai dia jatuh tidak bergerak.

Tapi masalah tak berhenti disitu. Banyak lagi zombie yang kini memanjat melalui jendela itu. Aku membantu Medina berdiri, “Ayo, bertahan sedikit lagi.”

Dia mengangguk, tapi badannya terlihat sangat lemas. Asap ini bahkan sudah mulai mempengaruhiku. Kupaksakan untuk mengangkat Clara dan berjalan lagi ke pintu keluar.

Suara erangan zombie yang berbeda dari yang lain menambah rasa panikku. Itu zombie liar. Satu zombie liar memanjat masuk dan berlari ke arah kami. Aku tak punya tenaga untuk melawan.

Suara tembakan menggema dan zombie itu terjatuh, begitu juga dengan zombie-zombie lain. Beberapa orang dengan baju tentara lengkap bermunculan. Mereka pasukan yang kami tunggu.

Salah satu dari mereka membantu kami keluar. Aku menarik nafas lega, rasanya udara segar sangat enak. Tapi aku tak bisa santai terlalu lama. Banyak lagi zombie yang mengepung kami. Para pasukan pemeritah itu menyuruh orang-orang masuk ke dalam truk tentara yang bisa memuat banyak orang.

“Biar aku yang membawanya,” kata pasukan itu padaku, dia lalu menggantikanku menggendong Clara, “Kalian juga cepat naik ke truk.”

Aku dan Medina saling bertatapan. Kami tahu ini kesempatan untuk kabur. Jika kami mengambil jalan kecil yang ada di arah lain dari truk itu, pasti mereka tidak akan mengetahuinya. Masalahnya, kami harus berhadapan dengan banyak zombie.

“Kau masih bisa?” tanyaku pada Medina. Dia mengangguk. Udara segar sudah membuatnya kuat lagi.

Kuambil parang yang tergeletak di dekat situ. Tak ada waktu lagi untuk mengambil pistol. Kami harus menerobos dengan satu senjata ini.

“Baiklah, ikuti dari belakang ya.” Aku mulai berlari menuju jalan kecil itu. Satu zombie mendekat, dan kutusuk kepalanya. Aku menyabet kaki-kaki tiga zombie lain yang menghalangi jalan. Kami tidak perlu membunuh mereka, saat ini kami hanya perlu kabur.

“Itu satu lagi.” Medina menunjuk satu zombie yang tepat berdiri menghalangi jalan kecil itu. Zombie yang lain sudah cukup jauh, kami tinggal menghabisi satu ini.

Sebelum aku berhasil menjatuhkannya, anak panah melesat menembus kepalanya.

“Oh sial,” kataku mengingat siapa lagi yang suka merebut mangsa orang selain Bima. Kami ketahuan.

“Kalian kira bisa pergi berdua saja?” tanyanya sambil menyimpan busurnya ke punggung.

“Dengar ya,” kataku marah, “kami akan pergi kesana apapun katamu. Kau tidak bisa menghalangi kami.”
“Aku tidak mencoba menghalangimu. Aku akan ikut.”

“Apa?”

Bima melempar satu pistol kepadaku dan Medina. “Aku sudah memberi Intan handphone untuk terus memberi kabar kepadaku. Kita temukan temanmu, lalu pergi ke tempat pasukan itu membawa Intan. Tak ada yang protes kan?”

Aku melihat ke Medina. Dia juga sama bingungnya. Tapi seperti yang Bima bilang, mana mungkin aku protes dengan bertambahnya satu bantuan.

“Oke, terserah kau saja. Ayo pergi, sebelum zombie lain menyadari keberadaan kita.”


Kami bertiga menyusuri jalan kecil itu, meninggalkan gedung lama kami menghilang dilalap api.



Bersambung....ke part 2.