Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

Jika Hidupku Adalah Dongeng


Aku resmi tersesat di hutan. Bersama wanita bodoh ini.
Biar kuceritakan dari awal. Ini semua gara-gara ibu tiri sialan itu. Tengah malam dia berbisik pada ayahku agar membuangku di hutan karena kehidupan sedang krisis. Mereka kira aku sedang tidur dan tak mendengar apa yang mereka bicarakan, padahal aku kan sering bergadang nonton sinetron "Putri Kerajaan yang Tertukar" sehingga jam segitupun aku masih melek.
Ayahku juga bodoh amat sih, masa dia tega buang anak semata wayangnya yang ganteng ini. Aku sebenarnya sudah melakukan persiapan dengan meninggalkan jejak berupa sobekan roti selama perjalanan. Ketika ayahku meninggalkanku sendiri, aku langsung mengikuti jejak kembali ke arah rumah. 
Tapi terjadi hal yang tak terduga. Seorang wanita memakan roti yang kutinggalkan satu per satu sehingga aku tak tahu lagi arah pulang.
"Hei, apa yang kau lakukan?? Itu jejak pulangku!!" bentakku.
Wanita itu terkejut, lalu dia menjawab dengan gugup, "Maaf, aku sangat kelaparan. Sudah berhari-hari aku tersesat di hutan ini."
Sebenarnya aku masih kesal, tapi kasihan juga melihat wanita dekil dan lusuh seperti itu, padahal dia mempunyai wajah cantik.
"Ya sudah. Sekarang kita berdua tersesat. Aku Kemal, siapa namamu?"
"Namaku Snow White."
Nama yang aneh, pikirku. "Kenapa kau bisa tersesat di hutan?"
"Ratu ingin membunuhku. Dia bertanya pada cermin siapa yang palig cantik, lalu cermin bilang aku. Ratu mengirim pengawal untuk membunuhku. Tapi kau tahu? Ternyata pengawal itu ayahku! Dia membunuh babi sebagai gantiku. Jadi aku kabur kesini dan tersesat."
Ratu bertanya pada cermin? Pengawal membunuh babi? Oke, kurasa kepanya terbentur pohon.
"Terserahmu deh. Ayo kita cari tempat berlindung sebelum malam."
Kami pun berdua mulai menyusuri hutan. Selama perjalanan kami tak banyak berbicara karena aku masih menganggapnya aneh. 
Setelah berjam-jam hanya pohon dan pohon, kami melihat sesuatu yang berbeda. Sebuah rumah! Tapi sepertinya terbuat dari....kue? coklat? atau mungkin permen?
"Rumah macam apa itu?" tanyaku.
"Aku tak tahu. Mari kita bersihkan rumah itu."
"Apa? Kau stress? Itu rumah orang!"
Snow White tak menjawab. Aku kembali memfokuskan pandangan ke rumah untuk mencari-cari apakah ada orang atau tidak.
Ada seorang wanita. Dia sedang menjilat-jilat pintu yang sepertinya terbuat dari coklat yang sangat besar.
"Sepertinya itu pemiliknya, ayo kita temui."
Ketika kami mendekat, wanita itu ternyata panik. Dia langsung lari tunggang langgang ke dalam hutan. Mungkin saking paniknya, dia meninggalkan sepatunya sebelah.
"Hei! Kami tak bermaksud jahat!" teriakku, tapi wanita itu sudah menghilang.
Tepat setelah itu pintu rumah terbuka. Terlihat seorang perempuan paling jelek yang pernah kulihat. Hidungnya bengkok, giginya sudah banyak yang tanggal, rambutnya kusut dan kulitnya dipenuhi jerawat. Dia melihat marah pada kami. Snow White bersembunyi di belakangku.
"Keke! Aku akhirnya menangkapmu!" suaranya sama jeleknya seperti mukanya.
"Apa??" 
"Kau yang selalu memakan rumahku diam-diam kan?? Jangan pura-pura bodoh!"
"Bukan! Aku bersumpah!" aku menjawab takut, "Seorang wanita yang melakukannya."
Dia menengok ke belakangku, "Wanita di belakangmu itu?"
Snow White mengerut. "Bukan, wanita itu kabur ke hutan tadi. Lihat, itu sepatunya."
Aku menunjuk ke sepatu yang ditinggalkannya tadi. Si nenek jelek itu mengambilnya. 
"Oke," katanya, "ayo kita ke kota. Kita pasangkan sepatu ini ke semua wanita disana satu per satu. Yang cocok kakinya, akan langsung kutangkap dan kumakan! Kekeke!"
"Kita? Apa kami juga harus ikut?"
"Tentu saja bodoh!" nenek itu mengeluarkan semacam tongkat dari jubahnya, "accio Firebolt!!
Tiga buah sapu keluar dari rumah kue. Dia menyuruhku menaiki salah satunya. Lalu si nenek dan Snow White menaiki sapu yang lain. Nenek menghentak tanah dengan keras dan dia pergi melesat ke atas. Aku tak melakukan apa-apa, tapi sapuku dan Snow White juga ikut terbang dengan cepat. Kami menuju ke kota dengan kecepatan tinggi.

Dalam sekejap saja, kami sudah mencapai kota. Kota tersebut ramai, orang mengobrol dimana-mana, sangat berbeda dengan desaku yang sepi.
Aku turun dari sapu dengan sedikit mual. Snow White malah lebih jujur, dia langsung muntah di got terdekat. 
"Dasar orang kampung" respon si nenek sihir.
"Kurasa orang kotapun tak pernah terbang dengan sapu" kataku.
Si nenek tak mempedulikanku. Dia langsung menuju ke wanita terdekat dan mencocokkan sepatu yang dia bawa ke wanita malang itu (dengan paksaan tentunya). Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku diam saja, sampai si nenek membentakku, "Berpencar!! Kau dan wanita tukang muntah itu cari ke sebelah sana!"
Aku sih senang-senang saja berpisah dengannya, jadi langsung kutarik Snow White untuk pergi. Tentu saja aku tak berniat mencari cewek yang dicari si penyihir. Aku justru melihat-lihat. Kotanya besar sekali dan penuh dengan barang-barang yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Tapi jalan-jalan sangat tidak seru jika kau bersama cewe yang mual sepanjang jalan. Akhirnya aku memutuskan membelikannya roti di toko terdekat.
"Selamat datang" kata seseorang ketika kami masuk.
Tunggu, benarkah itu 'seseorang'? Berdiri di kasir adalah serigala yang memakai baju wanita. Apa yang sedang terjadi?
"Serigala!! Itu serigala!!" teriakku. Orang-orang yang memenuhi toko hanya melihat bingung kepadaku.
"Itu si Prita Nak! Jangan berkata kasar begitu!" kata salah seorang pengunjung yang memakai seragam polisi.
"Benar, aku Prita, si gadis penjual roti!" kata si serigala dengan suara serak yang jelas-jelas bukan milik gadis.
"Oh, oke," kataku, "kalau begitu coba jelaskan, kenapa suaramu serak?"
"Aku...lagi batuk."
"Lalu kenapa matamu lebih besar daripada mata gadis normal?"
"Supaya aku bisa melihat pelangganku dengan lebih jelas."
"Lalu kenapa mulutmu lebih....monyong?"
"Supaya aku bisa bilang 'terima kasih' kepada pelangganku lebih merdu."
Oke, itu alasan yang aneh. "Kenapa bulumu banyak sekali?"
"Karena disini dingin."
Aku mendekat kepadanya. Dia terlihat gugup. "Lalu, kenapa kau punya taring yang tajam?"
"Supaya...supaya....supaya aku bisa menerkam pelangganku!!!" teriaknya, dan dia melompat ke arahku, membuka semua penyamarannya.
Aku menghindar ke samping dengan sangat pas-pasan. Polisi yang tadi mengomentariku bergerak cepat dan menahan si serigala ke lantai.
"Apa-apaan? Ini bukan Prita!! Ini serigala yang menyamar!!"
Wow, telmi banget sih Pak!
"Dimana Prita? Apa kau memakannya?" bentak si polisi ke serigala.
"Tidak," kata serigala dengan kesal, "dia kusekap di menara tertinggi. Tadinya akan kumakan kalau dia sudah gemukan."
"Bilang itu pada juri!!" Polisi itu menyuruh anak buahnya membawa dia. Sementara itu aku diam-diam mengambil roti untuk aku dan Snow White. Setelah makan Snow White terlihat lebih segar.
"Hei kalian, ikut aku ke menara tertinggi. Kita selamatkan Prita"
Polisi itu menunjuk kami berdua, "Apa? Kenapa? Kau kan punya anak buah, bawa saja mereka" Aku sudah muak disuruh-suruh.
"Karena kalian lebih pintar dari kami."
Pujian itu berhasil mempengaruhiku. Toh hanya menolong seorang gadis dari menara, apa sulitnya, lagipula ada polisi di dekatku.
Tapi ternyata aku salah. Menara itu sangat tinggi, lalu sepertinya bisa runtuh kapan saja. Pintunya terkunci, dan polisi takut mendobraknya, takut menaranya ikut hancur.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanyaku.
"Aku tak tahu."
Tiba-tiba dari jendela atas, muncul kepala si gadis, mencari asal suara. Dia melihat kami dan berteriak girang.
"Horree, akhirnya kalian sadar aku diculik. Turunkan aku!"
"Tunggu sebentar, kami sedang mencari jalan masuk!" si polisi balas teriak.
"Oh, pakai ini saja."
Prita menurunkan rambutnya melalui jendela, dan astaga, rambutnya turun sampai ke bawah.
"Sudah berapa lama kalian tak sadar kalau serigala itu menjaga kasir?" tanyaku heran.
"Aku tak tahu. Ayo naik ke atas."
"Apa? Kau saja!!"
"Aku takut ketinggian, ayolah. Pasangkan tali ini di atas lalu kalian turun" dia menyerahkan tali tambang kepadaku.
"Aku tak mau. Lihat menara ini. Sepertinya mau ambruk."
"Sudah, biar aku." 
Snow White mengambil tambang itu lalu mulai menaiki rambut si Prita. 
"Hati-hati!" teriakku.
"Tak apa-apa, begini-gini aku jago memanjat karena dulu sering di suruh membersihkan atap istana. Tapi memang rambutnya agak licin dan penuh ketombe."
"Aku dikurung berbulan-bulan disini!! Aku tak sempat keramas tahu!!"
Snow White terus menaiki rambutnya. Semuanya tampak baik-baik saja, sampai seseorang tak bisa mengendalikan kuda putihnya dan menabrak menara dengan keras. 
"Wow, siapa kau??" kataku kaget. Menara kini bergoyang-goyang mengkhawatirkan.
"Lho, Kemal??"
"Ayah? Kenapa disini?" tanyaku makin kaget.
"Yaah, kau tahulah, ayah tak tahan lagi dengan ibu tirimu. Jadi kuceraikan dia. Lalu ayah mendengar tentang Prita yang terperangkap dalam menara. Aku kesini secepat mungkin. Sudah lama ayah suka dengannya, kau tahu?" mukanya berubah merah.
"Mana kutahu! Yang jelas sekarang ayah malah membahayakan nyawa cewe idaman ayah itu!"
"Kenapa?"
Aku menunjuk ke atas, menaranya bergoyang seakan-akan dia akan runtuh dalam sekejap. Dan itu benar,  menara itu runtuh, membuat Snow White dan Prita jatuh diikuti beratus-ratus batu.
Aku tutup mata, pasrah tak akan selamat. Aku menunggu batu-batu itu menimpaku. Tapi tak terjadi apa-apa. Kuintip sedikit, dunia seperti kehilangan gravitasi. Batu-batu, SNow Whit dan Prita hanya melayang-layang di udara.
Lalu lingkungan sekitar berubah. Kini aku berada di dalam sebuah rumah. Snow White duduk di depanku.
"Sepertinya tepat waktu ya" kata suara serak yang tak lain adalah milik si nenek sihir.
"Nenek!!" kataku, "Ini dimana? Apa yang terjadi?"
"Ini di rumahku. Aku melihat kejadian menara hancur itu, dan aku memberhentikan waktu, memindahkan semua orang, dan membawa kalian berdua kemari."
Aku tertegun, nenek ini mendadak terlihat lebih cantik. "Terima kasih Nek."
"Aku juga berterima kasih, kalian sudah susah payah membantuku mencari si pencuri sialan itu. Ini, makan kuenya."
Aku jadi malu sendiri karena sebenarnya kami berdua tak mencari sama sekali. Snow White mengangkat bahu dan mulai memakan kue. Aku melakukan hal yang sama. Ternyata kuenya enak sekali.
"Jadi," kataku dengan mulut penuh kue, "apa si pencuri ketemu?"
"Ohh, tentu saja."
"Lalu apa yang kau lakukan padanya?"
"Aku....yah kita bilang saja, dia kubuat menjadi kue."
Aku muntah.

True Story


Cara Membuat Sinetron Yang Bakal Laris

Ini fakta yang terjadi di Indonesia, walaupun sinetron gitu-gitu aja, entah kenapa masih terus laku. Sinetron yang laris hampir semuanya jalan cerita yang sama. Karena itulah jika kau mau bikin sinetron laris, cukup ikuti langkah-langkah dibawah yang kubuat hasil dari observasi beberapa sinetron terkenal :

1. Cara memilih nama sinetron


Pakailah nama-nama cewe sebagai judul sinetron film-mu, boleh juga pakai nama-nama dari dongeng seperti Tiara, Cinderella atau mungkin Dora. Bisa juga pakai nama-nama benda yang cocok untuk jadi nama cewe kayak Bunga, Bulan atau Beha. Gak tau kenapa, tapi emang rata-rata sinetron laris gak pernah pakai nama cowo sebagai judul. Bayangin aja nama sinetron judulnya "Joko", kayaknya gak bakal laris deh.

2. Buatlah pemeran utama sangat sengsara


Entah kasihan atau emang suka melihat penderitaan orang, sinetron yang pemeran utamanya lebih sengsara biasanya lebih laris. Maka dirimu harus menyiksa pemeran utamamu terus-terusan, bikin hidupnya penuh masalah. Misalnya ibunya meninggal, lalu ayahnya menikah lagi dengan ibu tiri yang hobinya makan daging manusia, terus dia jatuh cinta sama anak orang kaya yang orangtuanya gak setuju dan berniat bunuh si pemeran utama. Bikin tiap episode dia selalu ditampar atau hampir dibunuh biar makin seru. Pemeran utamanya harus nangis di bawah hujan ya.

3. Jangan lupa tabrakannya


Sinetron yang baik pasti akan membuat pemeran utamanya ditabrak minimal sekali. Adegannya harus gini : pemeran utama bengong - ada mobil tiba2 muncul dari jauh - si pemeran utama bengong - mobil makin mendekat - pemeran utama teriak sambil tutup mata (tapi tetap di tengah jalan) - tabrakan. Apakah ada efek hilang ingatan atau tidak, itu terserah dirimu.

4. Karakter tidak boleh poker face


Para pemeran di sinetron haruslah orang-orang yang tak bisa pasang poker face. Tiap kali mereka bicara dalam hati, mukanya juga harus mengekspresikannya dengan sangat jelas. Jadi jika mereka merencakan membunuh seseorang di dalam hati, mukanya harus tersenyum kejam sambil alisnya dinaik-turunin.

5. Make up kapanpun dimanapun

Para pemeran harus selalu memakai makeup, ntah dia lagi tidur ataupun cuma lagi belanja ke pasar. Ini penting, jadi kalau misalnya ayahnya jatuh pingsan dan harus dibawa kerumah sakit  saat pemeran utama tidur, dia sudah siap dan cuma perlu pasang tampang kaget. Praktis!


Ya begitulah, sukses dengan sinetronmu!

Wanita Cantik, Violin dan Zelda



Waktu aku lagi iseng-iseng browsing youtube, gak sengaja aku ngeliat video tentang zelda dalam versi violin yang dibawakan oleh Lindsey Stirling, dan dalam sekejap saja aku jatuh cinta. Setelah kucari tahu lagi, ternyata Lindsey Stirling punya channel youtube sendiri dan sudah banyak memposting video yang keren-keren! Kalau kalian penyuka wanita cantik, violin, dan ditambah Zelda, maka Lindsey Stirling wajib dilihat.

Ini video Lindsey Stirling yang tentang Zelda


Bagi yang penasaran video dia yang lain, nih kukasih lagi, sisanya cari di youtube aja ya




 

Kemal Potter (Chapter 4 : Aku Membuat Obat Tidur Rasa Kobokan)

Masalahku sejak SMA hanya satu, yaitu sulitnya bangun kalau udah tidur nyenyak. Biasanya ibuku yang akan membangunkan dengan teriak keras-keras, atau kalau tak bisa juga, ayahku toh bisa sihir, dia mengeluarkan air dari tongkatnya dengan kejam.

Tapi kini tak ada yang membangunkan, dan parahnya, Edo pun sama tukang tidurnya denganku. Maka hari pertama kami di Hogwarts diawali dengan lari-larian sepanjang lorong menuju kelas.

Kelas pertama kami adalah ramuan, bareng dengan kelas Ravenclaw. Pengajar kami bernama Pak Samho, dia sepertinya berasal dari Maluku atau sekitarnya karena logatnya yang unik. Pak Samho geleng-geleng kepala melihat kami yang telat hampir setengah jam, tapi tetap memperbolehkan kami masuk. Ironisnya, hari ini kami akan membuat ramuan untuk tidur nyenyak, ramuan yang akan masuk daftar hitamku karena kebiasaan jelek tadi.

Aku dan Edo langsung menuju ke kuali kosong disebelah Fika. Dia sudah setengah jalan mengerjakan ramuan itu. “Itu resepnya, cepat kerjain” kata Fika sambil menunjuk ke perkamen di atas mejaku.

Aku agak kaget melihat bahan-bahan yang diperlukan. Sayap lalat, akar jahe, kaki capung, dan banyak hal aneh lainnya.

“Kita mau buat ramuan tidur atau racun sih?” kata Edo yang sama herannya.

“Entah,” jawabku, “lagian kalau mau tidur nyenyak, kenapa gak minum obat tidur biasa aja?”

“Karena ramuan ini akan membuat kita tidur nyenyak dengan mimpi indah, dan tanpa efek samping setelahnya. Kurasa obat tidur muggle tak bisa membuat yang seperti itu.”

Pak Samho ternyata berdiri di belakang kami. “Itu sudah kujelaskan tadi, tapi salah kalian datang telat.” Setelah mengatakan itu dia pergi mengecek hasil murid-murid lain. Fika cekikikan di sebelah. Aku dan Edo tak terlalu banyak ngobrol lagi setelah itu.

Setelah satu jam yang penuh usaha, aku sadar bahwa ramuan bukanlah bakatku. Ketika Pak Samho mencicipi ramuanku, dia langsung memuntahkannya dengan indah ke kuali lagi. “Kenapa rasanya seperti kobokan gini? Pasti ada yang salah di takaran serbuk kayu manismu!” komentarnya. Hebatnya, aku bahkan tak ingat ramuan ini perlu kayu manis. Jelas ramuanku ini berakhir gagal total.

Tapi bukan aku saja yang bernasib seperti ini. Setengah dari kelas sama saja denganku. Pak Samho mengomeli mereka satu-satu. Kebanyakan hanya karena salah sedikit takaran saja, tapi hasilnya bisa juah dari harapan. Bahkan ramuan Edo rasanya seperti sup ayam.

“Kamu terlalu banyak memasukkan paruh ayam!”

“Ma…maaf Pak” kata Edo gugup.

“Tapi enak juga, nanti kasih tahu resep ini ke koki kita ya.”

Mungkin suatu saat Edo akan menjadi koki handal.

Ramuan Fika bisa dibilang berhasil walaupun tak sempurna. Menurut Pak Samho, ramuan tidurnya akan bertahan tak terlalu lama, tapi dia tetap dapat nilai bagus. Yang berhasil mendapat nilai sempurna dari ramuan pertama ini adalah Iis. Mungkin karena merasa semua ramuan gagal, Pak Samho meminum begitu saja ramuan Iis, dan akibatnya langsung jatuh tertidur di kelas. Kami awalnya bingung, tapi akhirnya memutuskan untuk keluar dari kelas, meninggalkan Pak Samho tertidur di lantai sambil mengigau sesuatu tentang kambingnya.

Untunglah setelah itu kami boleh sarapan dulu sebelum lanjut ke kelas berikutnya. Aku, Edo, dan Iis makan dengan lahap di aulasambil ketawa-ketawa menceritakan kejadian di kelas tadi.

Tiba-tiba saja banyak burung hantu bertebangan masuk membawa surat. Satu per satu surat dijatuhkan ke anak yang dituju. Langit di aula sekarang penuh dengan burung hantu yang mencari pemiliknya. Aku kagum juga, ini pertama kalinya aku melihat burung hantu sebanyak ini.

“Hei, bukankah burung hantu itu kesulitan melihat di siang hari?” Tanya Edo, “kenapa mereka bisa gak tabrakan gitu ya?”

Tepat saat itu, seekor burung hantu terbang terlalu rendah dan menabrak Edo di mukanya. Mereka terjungkal ke belakang. Anak-anak lain tertawa melihat kejadian itu. Aku, mencoba menahan tawa, membantu Edo duduk lagi.

“Burung sialan!!”
“Hei, itu surat untukku” kataku. Aku mengenali tulisan ayahku di amplopnya. Kutarik amplop dari kaki burung hantu ceroboh itu, dan dia pun terbang menjauh.

Halo Nak, gimana hari pertamamu disana?

Kami sedih disini, rasanya sepi without you. Kirim surat ke kami jika sempat ya.

Aku sempat terharu membaca surat itu karena sepertinya ayah dan ibu kesepian tanpaku. Surat itu juga disertai foto. Di foto tersebut sepertinya ayah dan ibu baru saja membuat pesta karena akhirnya anaknya tak akan merusuh lagi di rumah dan mereka terlihat sangat bahagia. Kuremas surat tadi dengan kesal, apanya yang kesepian.

“Hei lihat ini” kata Iis tiba-tiba.

Dia sedang membuka koran. Berita utamanya memperlihatkan foto seseorang yang pernah kulihat sebelumnya.

“Gayus kabur dari penjara Cipinang!”

Suasana langsung agak sepi mendengar berita itu. Ridho dan Fika ikut berkumpul bersama kami untuk melihat korannya.

“Gayus? Maksudmu gayus tambunan?” tanyaku.

“Ya,” kata Iis, “Kurasa ini cukup gawat.”

Gayus adalah salah satu pelahap maut yang sangat setia pada Voldemort. Ketika Voldemort jatuh karena kakekku, kudengar dia menghilang. Dia sempat terlibat kasus penghilangan uang Negara (maksudku, dia benar-benar menghilangkannya). Dulu Gayus juga sempat kabur dari penjara dengan cara menyamar, tapi berhasil ditangkap lagi, dengan sedikit bantuan ayahku. Jujur saja, aku heran dengan Gayus yang tak terlihat makin tua.

“Apakah dia mau membangkitkan pelahap maut lagi?” Tanya Ridho.

“Mustahil menurutku,” kata Edo dengan yakin “Pelahap maut sudah habis berpuluh-puluh tahun yang lalu. Yang ada sekarang paling hanya orang-orang gak jelas yang pura-pura menjadi pelahap maut.”

“Oh aku tak akan terlalu yakin jika jadi kau.”

Kami menoleh ke belakang. Berdiri disana kombinasi teman yang paling aneh. Yang satu berbadan kekar, rambutnya keriting, dan giginya terlihat sangat putih sampai aku curiga dia menggosok giginya terlalu sering. Dia terlihat sangat sehat. Tapi temannya adalah kebalikan, dia kurus kering, kulitnya kusam, mukanya penuh jerawat, rambutnya dibiarkan berantakan dan sekeliling matanya hitam. Seolah-olah si sehat menyedot semua jiwa si sakit. Mereka berdua memakai seragam hijau Slytherin.

“Apa maksudmu Frank?” kata Ridho dengan sedikit malas.

“Yaahh menurutku,” si sehat yang dipanggil Frank menjawab, “semua itu mungkin kan?”

“Maksudmu kau berharap pelahap maut bangkit lagi?”

“Aku tak bilang begitu. Tapi begitupun tak masalah bagiku. Hidup sekarang terlalu membosankan. Ya kan Fika? He he he he.” Dia mengedip pada Fika sambil tertawa dengan memaksakan giginya tetap terlihat sehingga tertawanya mirip orang asma. Fika membuang muka.

Ridho terlihat makin kesal, “Oh, jadi bagaimana menurutmu dia melakukannya? Mengajak satu-satu penjahat?”

Kali ini si sakit yang menjawab duluan, “Bisa saja dengan barang yang ada di kamar tersembunyi itu, hihihi.”

“Bodoh Okki!” bentak Frank, “Kau tak perlu bilang pada semua orang!”

Okki menunduk malu. Dia makin terlihat parah.

“Baiklah, sampai berjumpa lagi nanti kawan-kawan.” Frank pergi sambil menarik kasar Okki.

“Aku tak suka mereka,” kata Iis.

“Aku juga,” tanggapku, “mereka terlihat aneh.”

“Sudahlah, lupakan saja mereka. Ayo kita makan lagi, sebentar lagi kita harus masuk kelas lagi kan?”

Tapi kami tak sempat melanjutkan makan. Kami sudah harus masuk ke kelas masing-masing. Aku, Edo dan Iis kini akan mempelajari ramalan, pelajaran yang menurut ayahku tidak terlalu penting. Dia punya alasan bagus untuk berkata seperti itu, karena dulu kakekku pernah diramal berkali-kali akan mati, dan dia masih sehat-sehat saja sekarang.

Ruangan ramalan didesain sangat mistis. Replika tata surya mengapung di atas. Bola-bola ramalan diletakkan di atas meja bundar hitam. Bahkan ruangannya penuh asap agar lebih dramatis, begitu kukira, sampai aku sadar asap itu berasal dari pengajar yang panik karena jubahnya kebakaran. Anak-anak langsung membantu memadamkan api entah dari mana itu.

“Huufft maaf anak-anak,” kata Bu Rosa, pengajar ramalan kami, “Aku secara tak sengaja membakar jubahka sendiri, hahaha.”

Aku baru saja berpikir bodoh sekali ada orang yang bisa tak sengaja membakar dirinya sendiri, tapi aku lalu teringat ketika di toko buku ketika secara tak sengaja aku pun membakar sekelilingku.

“Baiklah kita mulai pelajarannya. Oh ya, kamu Nak…”

Dia menunjuk aku.

“Kamu akan mendapat kesialan sebentar lagi.”

“Hah?” kataku dengan kerennya.

“Ya, dalam 3…2…1….”

Brak, kursi yang kududuki patah dan aku terjerembab dengan keras. Anak-anak menertawaiku.

“Reparo.” Bu Rosa mengayunkan tongkatnya, dan kursiku utuh kembali.

“Terima kasih Bu. Tapi lain kali tolong kasih tahu dari awal saja kalau kursi saya rusak” kataku jengkel.

Bu Rosa tak mempedulikanku. Dia menyuruh anak-anak melihat ke dalam bola dan melihat apa bentuk asap di dalam bola tersebut lalu mencari artinya di buku. Ini sangat konyol, tapi kuikuti saja perintahnya.

“Kamu yang jatuh tadi, coba beritahu apa arti asapmu.” Dia menunjukku lagi.

“Nama saya Kemal Bu, dan asap saya bentuknya seperti….asap.”

Bu Rosa mengangkat sebelah alisnya, “Coba lihat lebih teliti lagi.”

“Mmhhh…” Aku mencoba mengarang-ngarang, “Sepertinya ini bentuk hati, yang berarti artinya sangat dekat dengan kita, dan yang ini seperti….pantat?”

“Jadi?”

“Jadi….ada pantat di dekat kita?” kataku. Edo disebelahku sangat susah payah menahan tawa sampai keluar air mata. Aku juga ikut tersenyum.

Tapi tiba-tiba saja dari jendela muncul seseorang naik sapu terbang yang tak bisa dikendalikan dan menabrak Edo dengan keras. Pantatnya menduduki wajah Edo ketika jatuh. Semua anak tersentak kaget.

“Ridho!!” kataku heran.

“Maaf, aku tak bisa mengendalikan sapuku.”

Ramalanku ternyata betul.



Bersambung....


kalau mau lihat Kemal Potter dari chapter 1, klik label "Kemal Potter" dibawah ini, terus cek postingan lama. Selamat memasuki dunia sihir :D

Kumpulan Papan Tanda Yang Gak Jelas

Papan tanda biasanya dibuat untuk memperingatkan orang kan? Yah, beberapa gambar yang kutemukan ini akan membuat anda sadar bahwa itu hanya mitos belaka

Sial, mobilku mogok! Oh, untung ada telpon darurat di dekat sini

itu burung? bukan, itu pesawat? bukan, itu beruang terjun payung

Ya, aku memang mau pergi ke jalan buntu

(dibacakan dengan suara pembawa berita) kasus membakar diri makin banyak terjadi

Hah? maksudmu ap.....*mati*

mimpi buruk bagi yang kebelet

YOLO!!

pada keadaan darurat, pramugari akan melemparmu dari pesawat untuk mengurangi beban

What the...????

bagaimanapun kau akan tetap mati

"dimulai dari angka 0 ya pak"

"boleh gak aku...."