Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

Jika Hidupku Adalah Dongeng


Aku resmi tersesat di hutan. Bersama wanita bodoh ini.
Biar kuceritakan dari awal. Ini semua gara-gara ibu tiri sialan itu. Tengah malam dia berbisik pada ayahku agar membuangku di hutan karena kehidupan sedang krisis. Mereka kira aku sedang tidur dan tak mendengar apa yang mereka bicarakan, padahal aku kan sering bergadang nonton sinetron "Putri Kerajaan yang Tertukar" sehingga jam segitupun aku masih melek.
Ayahku juga bodoh amat sih, masa dia tega buang anak semata wayangnya yang ganteng ini. Aku sebenarnya sudah melakukan persiapan dengan meninggalkan jejak berupa sobekan roti selama perjalanan. Ketika ayahku meninggalkanku sendiri, aku langsung mengikuti jejak kembali ke arah rumah. 
Tapi terjadi hal yang tak terduga. Seorang wanita memakan roti yang kutinggalkan satu per satu sehingga aku tak tahu lagi arah pulang.
"Hei, apa yang kau lakukan?? Itu jejak pulangku!!" bentakku.
Wanita itu terkejut, lalu dia menjawab dengan gugup, "Maaf, aku sangat kelaparan. Sudah berhari-hari aku tersesat di hutan ini."
Sebenarnya aku masih kesal, tapi kasihan juga melihat wanita dekil dan lusuh seperti itu, padahal dia mempunyai wajah cantik.
"Ya sudah. Sekarang kita berdua tersesat. Aku Kemal, siapa namamu?"
"Namaku Snow White."
Nama yang aneh, pikirku. "Kenapa kau bisa tersesat di hutan?"
"Ratu ingin membunuhku. Dia bertanya pada cermin siapa yang palig cantik, lalu cermin bilang aku. Ratu mengirim pengawal untuk membunuhku. Tapi kau tahu? Ternyata pengawal itu ayahku! Dia membunuh babi sebagai gantiku. Jadi aku kabur kesini dan tersesat."
Ratu bertanya pada cermin? Pengawal membunuh babi? Oke, kurasa kepanya terbentur pohon.
"Terserahmu deh. Ayo kita cari tempat berlindung sebelum malam."
Kami pun berdua mulai menyusuri hutan. Selama perjalanan kami tak banyak berbicara karena aku masih menganggapnya aneh. 
Setelah berjam-jam hanya pohon dan pohon, kami melihat sesuatu yang berbeda. Sebuah rumah! Tapi sepertinya terbuat dari....kue? coklat? atau mungkin permen?
"Rumah macam apa itu?" tanyaku.
"Aku tak tahu. Mari kita bersihkan rumah itu."
"Apa? Kau stress? Itu rumah orang!"
Snow White tak menjawab. Aku kembali memfokuskan pandangan ke rumah untuk mencari-cari apakah ada orang atau tidak.
Ada seorang wanita. Dia sedang menjilat-jilat pintu yang sepertinya terbuat dari coklat yang sangat besar.
"Sepertinya itu pemiliknya, ayo kita temui."
Ketika kami mendekat, wanita itu ternyata panik. Dia langsung lari tunggang langgang ke dalam hutan. Mungkin saking paniknya, dia meninggalkan sepatunya sebelah.
"Hei! Kami tak bermaksud jahat!" teriakku, tapi wanita itu sudah menghilang.
Tepat setelah itu pintu rumah terbuka. Terlihat seorang perempuan paling jelek yang pernah kulihat. Hidungnya bengkok, giginya sudah banyak yang tanggal, rambutnya kusut dan kulitnya dipenuhi jerawat. Dia melihat marah pada kami. Snow White bersembunyi di belakangku.
"Keke! Aku akhirnya menangkapmu!" suaranya sama jeleknya seperti mukanya.
"Apa??" 
"Kau yang selalu memakan rumahku diam-diam kan?? Jangan pura-pura bodoh!"
"Bukan! Aku bersumpah!" aku menjawab takut, "Seorang wanita yang melakukannya."
Dia menengok ke belakangku, "Wanita di belakangmu itu?"
Snow White mengerut. "Bukan, wanita itu kabur ke hutan tadi. Lihat, itu sepatunya."
Aku menunjuk ke sepatu yang ditinggalkannya tadi. Si nenek jelek itu mengambilnya. 
"Oke," katanya, "ayo kita ke kota. Kita pasangkan sepatu ini ke semua wanita disana satu per satu. Yang cocok kakinya, akan langsung kutangkap dan kumakan! Kekeke!"
"Kita? Apa kami juga harus ikut?"
"Tentu saja bodoh!" nenek itu mengeluarkan semacam tongkat dari jubahnya, "accio Firebolt!!
Tiga buah sapu keluar dari rumah kue. Dia menyuruhku menaiki salah satunya. Lalu si nenek dan Snow White menaiki sapu yang lain. Nenek menghentak tanah dengan keras dan dia pergi melesat ke atas. Aku tak melakukan apa-apa, tapi sapuku dan Snow White juga ikut terbang dengan cepat. Kami menuju ke kota dengan kecepatan tinggi.

Dalam sekejap saja, kami sudah mencapai kota. Kota tersebut ramai, orang mengobrol dimana-mana, sangat berbeda dengan desaku yang sepi.
Aku turun dari sapu dengan sedikit mual. Snow White malah lebih jujur, dia langsung muntah di got terdekat. 
"Dasar orang kampung" respon si nenek sihir.
"Kurasa orang kotapun tak pernah terbang dengan sapu" kataku.
Si nenek tak mempedulikanku. Dia langsung menuju ke wanita terdekat dan mencocokkan sepatu yang dia bawa ke wanita malang itu (dengan paksaan tentunya). Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku diam saja, sampai si nenek membentakku, "Berpencar!! Kau dan wanita tukang muntah itu cari ke sebelah sana!"
Aku sih senang-senang saja berpisah dengannya, jadi langsung kutarik Snow White untuk pergi. Tentu saja aku tak berniat mencari cewek yang dicari si penyihir. Aku justru melihat-lihat. Kotanya besar sekali dan penuh dengan barang-barang yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Tapi jalan-jalan sangat tidak seru jika kau bersama cewe yang mual sepanjang jalan. Akhirnya aku memutuskan membelikannya roti di toko terdekat.
"Selamat datang" kata seseorang ketika kami masuk.
Tunggu, benarkah itu 'seseorang'? Berdiri di kasir adalah serigala yang memakai baju wanita. Apa yang sedang terjadi?
"Serigala!! Itu serigala!!" teriakku. Orang-orang yang memenuhi toko hanya melihat bingung kepadaku.
"Itu si Prita Nak! Jangan berkata kasar begitu!" kata salah seorang pengunjung yang memakai seragam polisi.
"Benar, aku Prita, si gadis penjual roti!" kata si serigala dengan suara serak yang jelas-jelas bukan milik gadis.
"Oh, oke," kataku, "kalau begitu coba jelaskan, kenapa suaramu serak?"
"Aku...lagi batuk."
"Lalu kenapa matamu lebih besar daripada mata gadis normal?"
"Supaya aku bisa melihat pelangganku dengan lebih jelas."
"Lalu kenapa mulutmu lebih....monyong?"
"Supaya aku bisa bilang 'terima kasih' kepada pelangganku lebih merdu."
Oke, itu alasan yang aneh. "Kenapa bulumu banyak sekali?"
"Karena disini dingin."
Aku mendekat kepadanya. Dia terlihat gugup. "Lalu, kenapa kau punya taring yang tajam?"
"Supaya...supaya....supaya aku bisa menerkam pelangganku!!!" teriaknya, dan dia melompat ke arahku, membuka semua penyamarannya.
Aku menghindar ke samping dengan sangat pas-pasan. Polisi yang tadi mengomentariku bergerak cepat dan menahan si serigala ke lantai.
"Apa-apaan? Ini bukan Prita!! Ini serigala yang menyamar!!"
Wow, telmi banget sih Pak!
"Dimana Prita? Apa kau memakannya?" bentak si polisi ke serigala.
"Tidak," kata serigala dengan kesal, "dia kusekap di menara tertinggi. Tadinya akan kumakan kalau dia sudah gemukan."
"Bilang itu pada juri!!" Polisi itu menyuruh anak buahnya membawa dia. Sementara itu aku diam-diam mengambil roti untuk aku dan Snow White. Setelah makan Snow White terlihat lebih segar.
"Hei kalian, ikut aku ke menara tertinggi. Kita selamatkan Prita"
Polisi itu menunjuk kami berdua, "Apa? Kenapa? Kau kan punya anak buah, bawa saja mereka" Aku sudah muak disuruh-suruh.
"Karena kalian lebih pintar dari kami."
Pujian itu berhasil mempengaruhiku. Toh hanya menolong seorang gadis dari menara, apa sulitnya, lagipula ada polisi di dekatku.
Tapi ternyata aku salah. Menara itu sangat tinggi, lalu sepertinya bisa runtuh kapan saja. Pintunya terkunci, dan polisi takut mendobraknya, takut menaranya ikut hancur.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanyaku.
"Aku tak tahu."
Tiba-tiba dari jendela atas, muncul kepala si gadis, mencari asal suara. Dia melihat kami dan berteriak girang.
"Horree, akhirnya kalian sadar aku diculik. Turunkan aku!"
"Tunggu sebentar, kami sedang mencari jalan masuk!" si polisi balas teriak.
"Oh, pakai ini saja."
Prita menurunkan rambutnya melalui jendela, dan astaga, rambutnya turun sampai ke bawah.
"Sudah berapa lama kalian tak sadar kalau serigala itu menjaga kasir?" tanyaku heran.
"Aku tak tahu. Ayo naik ke atas."
"Apa? Kau saja!!"
"Aku takut ketinggian, ayolah. Pasangkan tali ini di atas lalu kalian turun" dia menyerahkan tali tambang kepadaku.
"Aku tak mau. Lihat menara ini. Sepertinya mau ambruk."
"Sudah, biar aku." 
Snow White mengambil tambang itu lalu mulai menaiki rambut si Prita. 
"Hati-hati!" teriakku.
"Tak apa-apa, begini-gini aku jago memanjat karena dulu sering di suruh membersihkan atap istana. Tapi memang rambutnya agak licin dan penuh ketombe."
"Aku dikurung berbulan-bulan disini!! Aku tak sempat keramas tahu!!"
Snow White terus menaiki rambutnya. Semuanya tampak baik-baik saja, sampai seseorang tak bisa mengendalikan kuda putihnya dan menabrak menara dengan keras. 
"Wow, siapa kau??" kataku kaget. Menara kini bergoyang-goyang mengkhawatirkan.
"Lho, Kemal??"
"Ayah? Kenapa disini?" tanyaku makin kaget.
"Yaah, kau tahulah, ayah tak tahan lagi dengan ibu tirimu. Jadi kuceraikan dia. Lalu ayah mendengar tentang Prita yang terperangkap dalam menara. Aku kesini secepat mungkin. Sudah lama ayah suka dengannya, kau tahu?" mukanya berubah merah.
"Mana kutahu! Yang jelas sekarang ayah malah membahayakan nyawa cewe idaman ayah itu!"
"Kenapa?"
Aku menunjuk ke atas, menaranya bergoyang seakan-akan dia akan runtuh dalam sekejap. Dan itu benar,  menara itu runtuh, membuat Snow White dan Prita jatuh diikuti beratus-ratus batu.
Aku tutup mata, pasrah tak akan selamat. Aku menunggu batu-batu itu menimpaku. Tapi tak terjadi apa-apa. Kuintip sedikit, dunia seperti kehilangan gravitasi. Batu-batu, SNow Whit dan Prita hanya melayang-layang di udara.
Lalu lingkungan sekitar berubah. Kini aku berada di dalam sebuah rumah. Snow White duduk di depanku.
"Sepertinya tepat waktu ya" kata suara serak yang tak lain adalah milik si nenek sihir.
"Nenek!!" kataku, "Ini dimana? Apa yang terjadi?"
"Ini di rumahku. Aku melihat kejadian menara hancur itu, dan aku memberhentikan waktu, memindahkan semua orang, dan membawa kalian berdua kemari."
Aku tertegun, nenek ini mendadak terlihat lebih cantik. "Terima kasih Nek."
"Aku juga berterima kasih, kalian sudah susah payah membantuku mencari si pencuri sialan itu. Ini, makan kuenya."
Aku jadi malu sendiri karena sebenarnya kami berdua tak mencari sama sekali. Snow White mengangkat bahu dan mulai memakan kue. Aku melakukan hal yang sama. Ternyata kuenya enak sekali.
"Jadi," kataku dengan mulut penuh kue, "apa si pencuri ketemu?"
"Ohh, tentu saja."
"Lalu apa yang kau lakukan padanya?"
"Aku....yah kita bilang saja, dia kubuat menjadi kue."
Aku muntah.

0 komentar:

Posting Komentar