Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

Year Walk Review


Year Walk adalah indie game horror yang dibuat oleh game developer dari Swedia bernama Simogo. Game ini awalnya untuk pengguna iPhone, tapi di awal tahun ini, Year Walk dirilis untuk pengguna PC.

Apa itu Year Walk? Year Walk adalah ritual mistis yang dilakukan orang Swedia pada abad ke 19 untuk melihat masa depan. Ritualnya dimulai dengan mengunci diri sendiri di kamar gelap, lalu ketika malam hari, mereka memulai perjalanan di hutan untuk mencapai gereja. Ketika di hutan, mereka akan bertemu makhluk-makhluk mistis yang bisa saja menyebabkan mereka terbunuh. Tapi jika mereka sampai di gereja, maka masa depan pun akan terlihat.


Inilah ide dasar dari game Year Walk. Kita akan menjelajahi hutan dan bertemu banyak makhluk mistis demi bisa mencapai gereja. Game ini memiliki sistem  point-and-click dan navigasi arahnya haya kiri kanan atas bawah, tapi justru dengan sistem sederhana seperti itu kita bisa lebih merasakan suasananya.

Cerita ini akan dimulai dengan kita bertemu wanita. Kita mengatakan akan menjalani Year Walk untuk melihat masa depan kita dengan wanita itu. Setelah itu kita harus memecahkan satu per satu puzzle yang ada agar bisa mencapai gereja.


Dari segi suasana, Year Walk sukses menimbulkan ketegangan. Mereka tidak memakai musik mengerikan atau semacamnya, tapi hanya suara-suara kecil seperti retakan kayu atau jejak kaki di salju ditambaj suasana hutan yang menyeramkan. Menurutku itu lebih menakutkan, karena kita merasa makhluk mengerikan akan meloncat ke muka kita kapan saja.

Belum lagi makhluk-makhluk mistis diperlihatkan dengan apik. Bahkan Year Walk menyediakan kamus yang menjelaskan tentang makhluk-makhluk ini pada sisi atas. Jujur saja, dengan membacanya saja aku sudah takut duluan. Sebagai contoh, ada penjelasan tentang Mylings. Mylings adalah hantu anak kecil yang dibuang oleh ibunya. Dalam kamusnya, diceritakan sebuah kisah tentang seorang wanita yang tewas karena Mylings. Dan coba tebak, dalam game ini kita harus mengumpulkan empat roh Mylings. Yup, bersiap-siap dikejutkan.


Untuk puzzle-nya sendiri, aku merasa terlalu kabur. Jika tak ada hint yang selalu kita gunakan, mungkin aku tak tahu harus apa. Tapi jika sudah mengerti, puzzlenya cukup mudah untuk dipecahkan. Oh ya, selalu siapkan kertas dan pensil karena di saat-saat tertentu kau harus mencatat sesuatu.

Tapi aku merasa game ini masih memiliki kekurangan. Di bagian akhir, suasananya jadi tidak semenegangkan bagian awal ke tengah. Lalu ada juga ending yang sangat menggantung. Jika kita ingin melanjutkan ke area baru untuk mengetahui ending sesungguhnya, maka kita harus mendaftar ke Simogon. Aku merasa itu tidak terlalu diperlukan mengingat game ini sendiri hanya berdurasi sekitar kurang dari dua jam.


Pada akhirnya, aku tetap merekomendasikan game ini untuk dicoba. Simpel dan tidak memerlukan banyak memori, Year Walk menawarkan ketegangan berdasarkan mitos Swedia, sesuatu yang jarang diangkat sebagai game. Nilai akhir : 8/10.

Farandi Meledakkan Banyak Hal (Lagi) (Petualangan di Zombie Apocalypse 2 Part 15)


baca part sebelumnya disini.

Sudah jelas, Zico-lah yang paling menentang saran Indra. “Tidak. Aku tak mau memakai cara mereka yang membuat Tori terbunuh.”

Oh, ternyata akhirnya Zico tidak menyalahkanku lagi.

“Walaupun Kemal juga bersalah,” sambungnya.

Yah, lupakan kata-kataku tadi.

Tapi aku pun sependapat dengan Zico. Menurut pengalamanku, zombie di dalamlah gedung bukanlah sesuatu yang baik. Saat di rumah sakit, kami harus meledakkan lorong agar bisa kabur. Tori meninggal karena hal ini. Bahkan Medina....semuanya berawal dari masuknya anjing zombie ke rumah.

“Zico benar. Ini terlalu berbahaya,” kataku.

“Aku mengerti maksud kalian, tapi apa kalian punya saran lain agar kita bisa kabur dari sini? Bahkan dengan adanya Farandi, kita tak bisa berkeliaran seenaknya,” kata Indra.

Kami semua diam.

Indra mengangguk senang, “Benar kan? Ayo kita lakukan saja dan berharap yang terbaik.”

“Tunggu!” Ali menghentikannya. “Kita harus menemukan Rere dan yang lain dulu. Sangat berbahaya jika kita mencarinya dengan banyak zombie berkeliaran.”

Aku sedikit kaget Ali bisa bicara masuk akal, tapi dia memang benar. Indra juga berpikir hal yang sama.
“Memang sih, tapi ini kesempatan kita selama mereka belum sadar.” Dia lalu bertanya pada Farandi, “Apa kau tahu dimana mereka kan?”

“Ya, begitulah,” jawabnya.

“Oke, kau pergilah bersama Farandi. Akan kutunggu 15 menit sebelum aku membuka jeruji para zombie ini.”

“15 menit??” seru Ali tidak percaya. “Apa itu tidak terlalu cepat?”

“Sudah kubilang tadi, kita tak bisa berlama-lama. 15 menit dan kau sudah harus kembali ke sini. Kalau tidak, kita bertemu di tempat tadi kita dikurung, dengan zombie sudah berkeliaran tentunya.”

Ali tahu itu sangat merepotkan, apalagi dengan anggapan bahwa kamar Rere disekap pasti dijaga.  Tapi dia juga tahu tak ada waktu untuk memprotes.

“Baiklah,” katanya mantap. “Farandi, tunjukkan jalan.”

“Aku juga ikut,” kataku. “Lebih baik kita bertiga jika terjadi pertarungan. Biar Zico dan Indra yang mengurus disini.”

Aku melihat ke Indra untuk persetujuan, dan dia sepertinya merasa itu tak masalah.

Farandi keluar kamar duluan, “Oke. Ayo ikuti aku. Dan ingat, tetap diam.”

“Aku tahu aku tahu.” Aku dan Ali pun mengikutinya, meninggalkan Indra dan Zico agar mereka bisa lebih akrab dengan para zombie.

Sepanjang lorong kamar, kami tidak menemukan banyak orang. Hanya ada satu orang, dia datang dari arah tangga, lalu masuk ke kamar yang sepertinya sangat ribut. Kutebak mereka sedang minum-minum dan mabuk. Bagus, jika zombie-zombie dilepas, mereka akan sangat kesulitan. Setelah merasa aman, kami keluar dari tempat persembunyian, lalu menuju ke tangga.

“Sial, merunduk!!” bisik Farandi tiba-tiba.

Saat kami mau naik ke atas, seseorang muncul. Orang ini berbadan besar dan terlihat kasar. Dia sepertinya mau bergabung dengan teman mereka di kamar itu. Tapi sebelum kami sempat bersembunyi, dia lebih dulu melihat kami.

“Hei anak baru, apa yang kau lakukan disini??? Bukankah itu para tahanan kita?” katanya sedikit keras.

Farandi mengarahkan pistolnya ke kami. “Ya...aku mau membawa dia ke bos.”

“Memangnya bos mau apa dengan mereka?”

“Mana kutahu. Apa kau mau menantang perintah bos?” gertak Farandi.

Dia menggeram kesal. “Jaga bicaramu padaku, anak baru.” Tapi dia menyingkir juga untuk memberi kami jalan.

Setelah lewat, Farandi langsung menyerangnya dari belakang dengan pisau. Ditusuknya pisau itu di bagian punggung. Laki-laki besar itu terjatuh dari tangga, dan tergeletak di lantai dengan darah mengucur.

Aku melihatnya kasihan, “Apa itu perlu?”

“Bisa saja dia nanti memberitahu temannya di kamar. Kita tak boleh mengambil resiko.”

“Apa kau memang semudah ini membunuh orang?” tanyaku menyindir.

“Entahlah, coba tanya dirimu sendiri.”

Untuk sesaat, aku benar-benar berpikir akan memukulnya. Ali merasakan perubahan suasana itu dan menengahi, “Sudah sudah, bagaimanapun juga dia sudah mati. Ayo kita terus jalan.”

Tiba-tiba saja pukulan menghantam Ali tepat di pipinya, melemparkan dia satu meter ke samping. Aku yang masih kaget dengan apa yang terjadi langsung di dorong menabrak pinggiran tangga.

Orang itu masih hidup, dan dengan nafsu membunuh yang mengerikan dia menerjang Farandi setelah menjatuhkan kami berdua. Farandi tak sempat bereaksi. Dia dihantam dengan seluruh berat badan orang besar itu. Laki-laki itu menahan badannya dan mencekiknya.

Setelah pulih dari kekagetan, aku menarik pisauku sendiri dan menyerang bagian belakangnya lagi. Dia mengerang kesakitan, tapi tak melepas cekikannya pada Farandi. Daya tahan orang ini sangat mengerikan.
Kukeluarkan pistolku. Mungkin akan ribut dan memancing keributan, tapi kalau begini terus Farandi akan mati.

Pikiran itu hinggap lama di kepalaku. Biar saja dia mati, dia juga sudah membunuh Medina. Aku memegang pistol, tapi tak bisa menembak.

Lalu entah darimana, Ali mengambil pot bunga dan memukulkannya ke kepala orang itu. Dia mengerang memegang kepalanya. Saat itulah Farandi menendangnya dengan keras. Dia sekali lagi tergeletak.

Farandi terbatuk-batuk sambil memegang lehernya. Perasaan bersalah melandaku. Aku hampir membiarkannya mati. Farandi menunjuk ke orang besar itu.

Sepertinya dia sadar kalau kalah jumlah. Dengan merangkak, dia mencoba kabur ke kamar tempat banyak teman-temannya. Ali mengambil pot sekali lagi dan kini menghangtam kepalanya hingga pot itu pecah. Si badan besar kini benar-benar tak bergerak, entah mati atau hanya pingsan.

Pintu kamar terbuka. Kami sempat bersembunyi di saat-saat akhir. Dari dalamnya keluarlah seseorang dengan muka merah. Dia melihat temannya diam di lantai berlumuran darah. Kukira dia akan berteriak waspada, ternyata dia malah tertawa. “Hahaha, lihat si Daril, dia pingsan duluan sebelum mabuk!” Setelah itu dia menutup lagi pintu kamar dan melanjutkan pesta. Wow, orang mabuk benar-benar bodoh.

Farandi, walaupun nafasnya masih memburu, kembali memimpin jalan ke atas. Ali mendekatiku dan berbisik, “Kenapa kau tadi ragu-ragu?”

Aku membalas dengan diam. Aku tak mau terlihat seperti orang yang senang dengan kematian orang lain, tapi memang yang kulakukan tadi bertentangan dengan itu.

Ali sepertinya mengerti pikiranku. “Pokoknya, kita harus saling membantu sekarang. Urusan dendam atau apa, kita pikirkan nanti. Jangan ragu lagi. Yang penting pergi dari sini.”

Aku mengangguk, lalu kami menyusul Farandi.

Penjagaan di lantai atas lebih ketat. Banyak orang mondar-mandir kesana kemari. “Mereka semua prajurit andalan bos yang menjaga kantornya. Hati-hati.”

“Berarti, kantornya di lantai ini juga?” tanyaku.

“Setahuku, kantornya berada di dekat kamar tempat para cewek ditahan.”

 Kami ingin melakukan ini sediam mungkin, tapi waktu yang diberikan Indra makin menipis. Jadi aku katakan pada mereka, “Kita serang terang-terangan saja.”

“Aku juga berpikir begitu,” kata Farandi. Suaranya masih sedikit serak. “Tak ada waktu lagi.”

Ali menyiapkan pistolnya. “Dalam hitungan tiga. Satu...dua....”

“TAHANAN KABUR!!”

Teriakan itu berasal dari bawah. Semua orang di sana langsung waspada. Mereka berlari menuju tangga. Kami pasti ketahuan.

“TIGA!!” teriakku.

Aku dan Farandi keluar dari tempat persembunyian dan menembak. Kami lebih unggul sementara karena mereka kaget dengan kemunculan kami yang tiba. Sayangnya Ali tak memanfaatkan peluang itu.

“Aku lupa isi peluru...” katanya, lalu buru-buru memasukkan peluru ke pistolnya. Ini kedua kalinya dia melakukan hal serupa. Sebelumnya dia menembak zombie dengan pistol kosong saat kami mencoba mengambil obat untuk...yah, Medina.

“Dasar bodoh!!” Aku tak sempat marah dengannya lebih lama, karena kini prajurit yang selamat dari serangan mendadak kami mulai menyerang. Aku dan Farandi terpaksa menyebar untuk menghindar dari serangan.

Aku bersembunyi di balik tempat sampah besar. Berkali-kali rentetan peluru menghantam tempat sampah. Rasanya menyedihkan sekali kalau hidupku dilindungi tempat sampah.

Ali tak bergerak dari tempat semula karena para musuh juga datang dari arah tangga. Untunglah para musuh hanya bisa naik maksimal dua orang, jadi Ali dengan mudah membuat mereka kesulitan.

Aku berkali-kali mencoba membalas, tapi kami jelas kalah jumlah. Dan lagi, mereka lebih terlatih dengan senjata daripada kami semua. Berkali-kali aku hampir terkena tembakan. Ini benar-benar gawat.

“AAHH, ZOMBIEE!!” Lagi-lagi terdengar teriakan dari bawah. Apa? Apa Indra dan Zico sudah melepaskan para zombie. Para prajurit berhenti menembak karena kaget. Ali mengambil kesempatan itu untuk pindah ke tempatku.

“Penjaga di bawah diserang zombie!” katanya panik. “Beberapa sudah mencoba naik. Bagaimana ini?”
Aku melihat ke Farandi yang sibuk menembak dan memegang bom untuk mencari saran.
Eh, bom?

Farandi melemparnya ke dekat para prajurit bersembunyi. Bom itu meledak dengan kekuatan mengerikan. Kupingku rasanya berdentum sangat keras. Angin ledakan melemparkan aku dan Ali ke belakang.

Hasilnya bagus. Prajurit mati dimana-mana. Jika ada yang selamat, mereka jelas tak bisa melawan lagi. Ledakan itu juga menghancurkan dua kamar terdekat. Aku hanya berharap Rere tidak ada di salah satu kamar itu.

“Apa kau bisa tidak meledakkan banyak sesuatu?” tanyaku setengah berteriak. Kupingku berdengung karena ledakan tadi. Ali dibelakangku malah masih menutup telinga sambil meringkuk.

Farandi sepertinya tidak peduli. “Ayo, kita kehabisan waktu.”

Walaupun kesal, harus kuakui dia benar. Lagipula karena aksinya tadi, kami akhirnya bisa pergi mencari Rere dan yang lain.

Saat kami pergi, aku sempat melihat salah satu zombie naik ke atas. Dia melihat makanan gratis bergelimpangan dan mulai memakan salah satunya.

“Sial, kita harus cepat!” kataku.

Farandi menuju ke salah satu kamar. “Yang ini sepertinya.”

“Oke, kita dobrak saja!” Aku dan Ali mulai menendangnya bersamaan. Pada tendangan ketiga, pintu menjeblak terbuka.

Rere, Intan dan Clara ada di sana. Mereka duduk di pojok ruangan dengan ketakutan. Rere akhirnya melihat kami.

“Ali, Kemal...tadi aku mendengar ledakan...”

“Ya,” aku menunjuk Farandi. “Salahkan dia.”

Ali langsung memeluk Rere dengan lega. Aku membayangkan Medina ada bersama mereka, duduk ketakutan juga. Tapi dia sudah tidak ada.

Kugeleng-gelengkan kepala untuk mengusir kesedihan. “Ayo semuanya, kita keluar dari sini.”

“Dimana Indra dan Zico?” tanya Intan.

“Mereka...entahlah. Yang pasti ada di bawah. Oh ya, disana juga ada zombie.” kataku.

Intan bingung dengan jawabanku. “Zombie?”

“Nanti saja. Ayo cepat.”

Intan menarik Clara bangun. Kuberikan mereka masing-masing senjata. Kami keluar dari kamar itu. Untunglah zombie belum ke sini, atau mereka hanya sedang memakan prajurit yang kami bunuh tadi.

“Di mana kamar bos-mu?” tanyaku pada Farandi.

Dia menunjuk kamar yang sepertinya paling besar di motel itu. “Kenapa?”

“Mumpung di sini, ayo kita habisi dia juga. Dia kan awal semua keributan ini.”

Farandi mendadak tampak pucat. “Jangan! Dia orang yang sangat mengerikan. Aku tak berani melawannya.”

“Ya ampun Far,” kata Ali, “kenapa kau takut? Kita memiliki lebih banyak orang. Dia tidak akan bisa apa-apa.”

“Tapi..”

“Kemal benar. Ayo kita habisi dia.” Ali langsung memimpin jalan duluan menuju kamar si bos. Kurasa dia ingin kelihatan keren di depan Rere.

Kami semua kini berkumpul di depan kamar itu. “Siap?” tanya Ali. Dia lalu membuka pintu itu. Kami mengarahkan senjata.

Aku baru kali ini melihat orang yang sangat mirip dengan bajak laut di kartun-kartun. Orangnya besar tinggi. Sebelah matanya ditutup satu dengan eye-patch. Lalu sebelah tangannya sudah berubah menjadi kait. Tapi penampilan bajak laut itu tidak cocok dengan baju tentara yang dia pakai. Oh ya, jenggot yang dikepang juga agak tidak cocok.

Orang ini mungkin orang paling aneh yang pernah kulihat. Tapi bukan itu yang paling aneh. Di sebelahnya ada dua zombie yang terikat, tanpa tangan dan mulut yang dipotong bagian rahang bawah hingga dia tak bisa menggigit. Baunya sangat memuakkan.

Dia melihat kami, lalu berbicara dengan suara dalam, “Jadi...keributan di luar memang ulah kalian..”

Saat dia bicara, ada hawa dingin mengerikan yang menyusuri tubuhku. Walaupun dengan jenggot seperti itu, entah kenapa dia terlihat sangat mengintimidasi. Bahkan walaupun kami lebih banyak, dia berbicara dengan tenang.

“Farandi,” katanya lagi. “Bukankah kau bilang mereka bisa dimanfaatkan. Karena itu aku mau menolong mereka.”

Farandi menelan ludah, tapi dia memberanikan diri untuk bicara. “Maaf, kau bukan bos-ku lagi.”

“Begitu...” Dia menggumam pelan, lalu melihat kami satu per satu. Sepertinya dia menyadari bahwa pandanganku terpaku pada zombie di sebelahnya.

“Oh ini? Tips untuk kalian, zombie yang tangannya digigit dan mulutnya di potong, akan menjadi zombie yang tidak memiliki lagi nafsu memakan. Dan malah, jika kita berada di dekatnya, kita tak akan diserang zombie lain. Mereka sangat berguna.”

Aku melihatnya dengan jijik, “Oke, terima kasih buat tipsnya. Sekarang menyerahlah, kau sudah kalah.”

Dia tertawa. “Aku selalu memiliki persiapan untuk apapun.”

“Jangan bergerak!!” teriak Ali. Dia mengarahkan pistolnya ke bos.

“Oh, aku tak perlu bergerak. Begini, di lemari sana, aku menyimpan anjing zombie untuk berjaga-jaga.” Dia menunjuk sebuah lemari di pinggir ruangan. Lemari aneh yang tak punya pegangan tangan.

“Lalu?” tanyaku takut-takut.

“Dan lemari itu akan dibuka jika aku menekan....tombol ini.”

Dia menekan sebuah tombol kecil di meja, dan kemudian bersembunyi di balik meja. Lemari terbuka, menampakkan dua anjing zombie yang mengeluarkan liur dari mulutnya. Mereka melihat kami, dan memutuskan kami mungkin adalah cemilan yang enak.


“AWAS!!”



Bersambung.....ke part 16.

Safety USB (PikaSquad Video)

Aku dan Ali membuat video baru tentang USB. Tahu kan, biasanya kalau kita mau ngelepas flashdisk atau USB dari laptop pasti disarankan untuk klik safety hardware dulu. Di sini ceritanya aku menganggap hal itu konyol sedangkan Ali merasa akan terjadi sesuatu yang berbahaya jika aku melepaskan flashdisk sembarangan. Lihat video lengkapnya di sini :

Top 10 Pokemon Tipe Normal


Tipe normal adalah tipe yang sangat unik. Hanya lemah terhadap tipe fighting, tapi tidak super-effective ke tipe apapun. Selain itu tipe normal immune terhadap tipe ghost, walaupun serangannya juga tak akan berpengaruh. Jadi jika kita memakai Pokemon tipe normal murni, maka bisa dibilang kita menghadapi situasi netral, tak perlu takut terkena serangan tipe super effective (kecuali jika melawan tipe fighting).

Jika kita memainkan game Pokemon, di awal-awal biasanya kita sudah menemukan Pokemon tipe normal, seperti Rattata, Pidgey, atau Sentret. Tidak heran mengingat Pokemon tipe normal sangat banyak, hanya kalah dari tipe water. Tapi banyak orang yang menganggap Pokemon tipe normal lemah. Aku tak bisa menyalahkan sih, maksudku all-star lemah semuanya memiliki tipe normal : Rattata, Sentret, Zigzagoon, Bidoof dan Patrat.

List ini adalah pendapat pribadi, jadi bisa saja kau tidak setuju. Aku tak memasukkan Arceus di sini karena sang dewa Pokemon itu bisa berubah tipe tergantung plate yang dia pegang walaupun basisnya memang normal. Oke, kita mulai saja dari paling rendah.

10. Pidgeot



Kurasa kita semua pernah memakai Pidgey pada satu saat. Ini karena Pidgey adalah Pokemon tipe flying pertama yang kita temukan jika kau main di gen 1. Maka kemungkinan untuk memakai Pidgey sampai dia evolve ke Pidgeot juga besar. Pokemon ini menemaniku sampai Elite Four ketika aku bermain Pokemon pertama kali. Intinya, Pidgeot memiliki tempat tersendiri sebagai salah satu Pokemon pertama kita.

Anime juga membantuku menyukai Pidgeot. Pokemon kedua yang ditangkap Ash adalah Pidgeotto, yang sangat sering dipakai hingga akhirnya berubah menjadi Pidgeot. Dan dasar Ash bodoh, dia malah melepas Pidgeot setelah itu. Oke, secara stat, tak ada yang spesial di Pidgeot. Hanya speed yang menembus angka 100. Tapi seperti yang kubilang, bagiku Pidgeot bukan dipakai karena dia kuat, tapi karena rasa nostalgia sebagai pokemon flying pertamaku. Apalagi dia sudah punya rambut keren duluan sebelum Mega Ampharos muncul.

Oh ya, jangan lupa keberadaan Bird Jesus, Pidgeot yang menembus Hall of Fame di Twitch Plays Pokemon Red. Semua itu pantas menempatkannya di posisi ini.

9. Miltank



Jika dengar nama Miltank, satu kata pasti melintas di kepalaku : Whitney. Yup, saat aku masih baru main dan belum terlalu ngerti masalah match teory, melawan Miltank di gym Whitney seperti mimpi buruk. Beberapa kali Pokemon-ku dihajar dengan kombinasi rollout dan milk drink.

Miltank memang diciptakan lebih untuk bertahan. Defensenya 105 dan memiliki HP 90. Itu cukup membuat Miltank menjadi bulky Pokemon jika kau mencari nature yang pas dan EV train maksimal di Def dan HP. Untuk menyerang, stat Attack 80 tidak bisa dibilang jelek. Yang paling mengejutkan dari Miltank adalah speednya yang mencapai 100! Bagaimana mungkin Pokemon gendut seperti dia bisa secepat itu? Karena itulah Miltank sebenarnya cukup tangguh. Dia bisa memakai Milk Drink untuk terus bertahan dan dalam menyerang bisa memakai Body Slam yang STAB dan ada kemungkinan membuat lawan paralyze. Kesimpulannya, aku memang tidak suka Miltank, tapi dia pantas berada di top 10.

8. Ditto



Dulu aku suka Ditto karena di Anime, Ditto milik Duplica sangatlah lucu. Tapi setelah tahu soal breeding, maka di mataku sekarang Ditto hanyalah alat untuk mendapatkan telur. Memang kata-kataku sedikit kejam, tapi kita semua pasti sepakat kalau Ditto hanya berguna sebagai alat breed. Bertarung dengan Ditto, yang hanya memiliki mve Transform, sangat untung-untungan. Walaupun dia bisa meniru stat dan moveset lawan, tapi dia dibatasi 5 PP pada setiap move dan HP-nya tidak berubah. Untuk informasi, base stat HP Ditto hanyalah 48.

Tapi tunggu dulu, jika kau ingin sekali memakai Ditto untuk bertarung, kau bisa memakai cara ini. Pertama pastikan kau mendapat Ditto dengan Hidden Ability Imposter. Imposter membuat Ditto bisa langsung berubah menjadi lawan tanpa harus memakai move Transform lebih dulu. Lalu biarkan Ditto memegang held item Choice Scarf yang memastikan Ditto bisa menyerang duluan, paling tidak jika melawan Pokemon yang ditirunya. Bisa juga sebelumnya kau memakai Pokemon yang bisa memakai Swagger untuk menaikkan attack Pokemon lawan yang ingin ditiru karena Ditto tidak akan meniru confuse status yang diterima lawan. Yang penting jika ingin memakai Ditto, pintar-pintarlah membaca strategi lawan.

7. Furret



Oke, aku tahu apa yang kau pikirkan. Apa yang dilakukan salah satu evolution dari All-Star jelek ini di top 10? Harus kuakui, tak ada yang bisa dibanggakan dari stat Furret. Untuk menyerang, dia hanya bisa mengandalkan stat Att 76. Untuk bertahan malah lebih parah, Def dan Spd masing-masing 64 dan 55. Mungkin hanya Speednya yang lumayan. Ability? Yang paling berguna hanyalah Frisk yang bisa mengetahui held item lawan. Sisanya tidak terlalu berguna.

Tapi seperti yang kubilang, list ini bukanlah untuk berdasarkan kekuatan Pokemon, tapi lebih ke favorit pribadi. Aku mulai menyukai Furret ketika melihat Poketubers kesukaanku, Patterrz, memakainya di Sacred Gold. Sayangnya di gen 6, Furret benar-benar tidak berguna. Move yang keren seperti Fire Punch, Ice Punch dan Thunder Punch tidak akan bisa didapat jika tidak melewati gen 5. Pilihan Furret pun menjadi terbatas. Salah satu cara membuat Furret kompetitif adalah dengan memanfaatkan speednya yang lumayan. Berikan Choice Band untuk memperkuat Attack dan serang duluan sebelum diserang. Aku tak yakin Furret bisa mengalahkan lawan apapun dalam satu kali serangan (kecuali yang sangat lemah) atau bahkan bisa berguna di pertarungan. Tapi imutnya Furret membuatku harus memasukannya di list ini.

6. Ursaring



Kurasa banyak juga orang yang tidak menyangka Ursaring akan masuk ke list ini. Tapi jangan salah, walau sedikit orang yang mau memakainya, sebenarnya Ursaring bisa menjadi ancaman bagi lawan dengan bantuan ability-nya, entah Guts atau Quick Feet. Guts membuat attacknya double jika terkena status condition, dan attacknya sudah mencapai 130 dari awal. Sedangkan Quick Feet membuat speed double jika terkena status condition. Ini juga pilihan bagus karena dibanding menaikkan attacknya yang sudah bagus, maka lebih menaikkan speednya yang awalnya hanya 55.

Jika sudah begitu, maka Ursaring bahkan bisa menjadi sweeper. Berikan saja dia Toxic Orb atau Flame Orb yang membuatnya terkena status condition. Move andalannya sudah pasti Facade, yang base damagenya 70 akan di-double karena Ursaring yang terkena status condition. Untuk pilihan serangan lain, dia bisa memakai Crunch, Earthquake atau malah Play Rough. Hanya saja kita harus mengingat kalau Ursaring agak lemah dalam bertahan, dan dengan adanya status condition, dia akan sulit melawan Pokemon tipe Bulky atau yang memakai strategi Stall.

5. Snorlax



Kita semua tahu Pokemon ini. Snorlax terlalu sering tidur sembarangan untuk menghalangi jalan kita ke tempat selanjutnya dan harus dibangunkan dengan Poke Flute. Tapi setelah susah payah dibangunin, dia malah menyerang kita dengan marah. Benar-benar Pokemon yang menyusahkan. Hanya saja, dia bisa menjadi Pokemon yang bisa diandalkan.

Pertama-tama, mari kita lihat stat HP-nya yang mencapai 160. Itu terlalu banyak! Belum lagi ditambah Spd-nya yang mencapai 110. Maka sudah jelaslah bahwa Snorlax benar-benar tipe Bulky yang menyusahkan untuk dilawan. Untuk menyerang, dia bisa mengandalkan attack 110. Dan dia bisa mempelajari move Belly Drum. Kombinasikan Belly Drum dengan Heavy Slam, Rest, ability Thick Fat dan HP yang luar biasa banyak, maka Snorlax bisa menjadi momok bagi lawan. Mungkin kelemahannya adalah Defensenya yang kecil padahal serangan tipe fighting lebih banyak ke attack. Bagaimanapun, Snorlax akan menjadi pilihan kedua jika kau mencari Pokemon super bulky. Kenapa kedua? Karena Pokemon selanjutnya lebih mengerikan lagi dalam urusan bulky.

4. Blissey



Jika kau mengira Snorlax dengan HP 160 sudah mengerikan, maka lihatlah Blissey. Dia memiliki jumlah HP yang jauh lebih banyak, 255!! Yup, bahkan dengan Def 10, ada kemungkinan dia bisa bertahan dari serangan attack karena HP-nya yang terlalu banyak itu. Maka Blissey tak diragukan lagi adalah special wall paling bulky yang pernah ada.

Bisa ditebak dari mukanya yang imut, Blissey bukanlah tipe menyerang. Blissey adalah special wall yang sangat membantu sebagai support Pokemon. Lihat saja movepool yang dia punya, hampir semuanya sangat berguna untuk membuat Pokemon sehat kembali. Soft Boiled dan Refresh bisa membuat Blissey sehat kembali dan menjadi dinding yang tak tergoyahkan, sedangkan Heal Pulse bisa menyembuhkan Ally. Belum lagi Blissey bisa belajar Reflect dan Light Screen untuk memperkuat pertahanan tim, lalu Toxic dan Thunder Wave untuk melemahkan lawan. Jadi begitulah, Blissey sejak awal tidak untuk mengalahkan lawan, tapi untuk menyembuhkan kawan. Dan dengan HP segitu, maka dia akan bisa sangat diandalkan.

3. Slaking



Slaking punya stat yang sangat menakjubkan. HP berada di 150, sedangkan Att mencapai 160, lebih tinggi daripada Pokemon legendaris seperti Rayquaza atau Groudon. Lalu Speed dan Def juga termasuk bagus, 100. Dengan semua itu, wajar-wajar saja jika kita berpikir kalau Slaking sangatlah bagus untuk dipakai. Itu sampai kita melihat abilitynya, yaitu Truant, mungkin ability paling buruk yang pernah ada. Truant membuat Slaking tidak bisa bergerak dua turn berturut-turut.

Karena Ability itu, memakai Slaking bisa dibilang untung-untungan. Memang dengan kekuatan serangan seperti itu, dia bisa mengalahkan banyak Pokemon lawan. Bahkan dengan diberikan Choice Band, Slaking bisa dipastikan menyerang duluan kecuali melawan Pokemon super cepat. Tapi dengan ablity sampahnya itu, Slaking juga harus bersiap menerima serangan. Untungnya stat Defensenya cukup membantu. Saat menyerang, lebih baik memakai Return yang STAB daripada Giga Impact yang membuatnya harus diam selama dua turn. Lalu sebagai variasi, Slaking bisa memakai Night Slash untuk tipe ghost yang immune terhadap return atau Earthquake untuk melawan Rock dan Steel. Abilitynya membuat Slaking menjadi Pokemon kuat yang rentan, tapi dia tetap pantas berada di 3 besar.

2. Porygon-Z



Sebenarnya bisa dibilang aku bukan hanya suka Porygon-Z, tapi semua jenis Porygon. Porygon seperti Pokemon yang misterius di Anime. Sejak kasus episode Porygon yang menyebabkan banyak anak kecil masuk rumah sakit, Porygon seperti di asingkan dari Anime. Bahkan perubahannya pun tak pernah dimunculkan di episode apapun lagi.

Padahal Porygon bukanlah Pokemon yang jelek, terutama Porygon-Z. Tidak seperti Porygon2, Porygon-Z lebih sebagai sweeper. Spa 130 plus ability Adaptability yang membuat STAB menjadi double damage menjadi senjata utama Pokemon ini. Tentu saja dengan ability seperti itu, serangan tipe normal menjadi prioritas. Tri Attack adalah pilihan paling bagus karena memungkinkan lawan paralyze, burn atau frozen. Sebelumnya Porygon-Z juga bisa memakai Nasty Plot untuk menaikkan Spa.

Tapi untuk bertahan, lebih baik memakai Porygon2. Def dan Spd Porygon2 lebih baik daripada Porygon-Z, masing-masing 90 dan 95. Lalu jangan lupa kalau Porygon2 bisa memakai Eviolite untuk menaikkan Def dan Spd 50%. Maka pakailah Porygon tergantung taktik yang kau pakai.

1. Eevee



Aku sedikitmerasa tak enak memasukkan Pokemon ini sebagai nomor satu, karena dia bukanlah Pokemon terkuat, tercepat, ataupun paling hebat dalam bertahan. Satu-satunya alasan aku membuat Eevee nomor satu adalah karena dia Pokemon favoritku sejak lama. Bahkan sebelum aku benar-benar mengenal Pokemon game, aku sudah suka dengan kemunculannya di Anime.

Jika kau ikut rutin mengikuti Smogon, maka Eevee bisa jadi pilihan bagus untuk tier Little Cup. Ini karena Eevee memiliki ability Adaptability dan STAB di Quick Attack. Aku tak bilang Eevee bisa menjadi sweeper, tapi dengan pilihan tim yang tepat, Eevee pasti bisa menjadi salah satu andalan.

Selain itu, coba lihat desainnya. Eevee terlalu imut untuk tidak disukai. Lagipula dia bisa berubah menjadi delapan Pokemon lain, tergantung mana yang kau suka. Aku masih merasa seharusnya Eevee-lah yang menjadi maskot Pokemon, bukannya Pikachu. Jadi begitulah, Eevee adalah Pokemon tipe normal kesukaanku.

Di Dalam Kelas


Aku melihat ke arah jam dinding yang terletak di atas papan tulis. Jam 11.05. Sial, masih ada satu jam lagi sampai pelajaran Sejarah ini selesai.
Oke, aku tak boleh terus menerus melihat jam. Aku akan bertahan kira-kira 10 menit sebelum mengecek jam lagi. Siapa tahu ternyata waktu terasa lebih cepat kan.
Aku melihat ke pak guru yang dari tadi masih mengoceh terus tentang Perang Dunia. Jujur saja, aku tak tertarik. Dalam pikiranku, perang selalu sama, dua negara saling berperang sambil masing-masing dipimpin Adolf Hitler. Yah, harus kuakui pengetahuanku tentang sejarah dunia sangatlah minim.
Oh sial. Aku melihat jam lagi. Dan baru dua menit berlalu sejak terakhir kulihat. Ya ampun, kenapa sih waktu selalu terasa lebih lambat ketika belajar hal membosankan seperti ini. Temanku Fauzi yang super pintar itu pasti akan mengatakan sesuatu tentang Einstein jika kutanya hal seperti ini, yang sama sekali tidak kumengerti.
Ngomong-ngomong soal Fauzi, lihatlah dia. Mukanya sangat fokus seakan-akan tidak ingin melewatkan satu informasi sedikitpun. Mungkin dia tidak tahu ada yang namanya internet, dimana kita bisa melihat informasi seperti ini dengan mudah.
Aku sangat bosan. Apa ya kira-kira yang bisa sedikit mengalihkan perhatianku? Oh, tentu saja. Hana!
Kuintip sedikit, agak susah karena dia duduk agak di belakang. Lihatlah dia, cantik seperti biasa walaupun mukanya juga sama bosannya seperti aku. Bagaimana mungkin ada orang yang kelihatan bosan tapi masih bisa cantik? Aku sih bosan gak bosan tetap aja jelek. Kadang-kadang Tuhan bisa juga tidak adil.
Hana melihatku, lalu tersenyum. Aku jadi malu sendiri. Apa aku terlihat begitu jelas sedang memperhatikan dirinya? Kuarahkan lagi pandangan ke depan. Tapi tiba-tiba seseorang menyentuhku di pundak. Itu Hana.
"Hei Kemal, ayo kita pergi dari sini," katanya.
"Tidak bisa," kataku, secara mengejutkan dengan tetap tenang. "Kita sedang belajar. Ckck, kau harus lebih rajin dong seperti aku."
Muka Hana memerah, dia jadi terlihat semakin manis. "Tapi, tapi....aku ingin bersamamu." Dia lalu memegang tanganku.
Aku berdiri sambil tersenyum keren. "Huufft dasar, gak bisa ya tanpa aku sebentar."
Hana tersenyum lebar dan mengangguk. "Benar sayang. Ayo kita pergi, menunju langit biru."
"Oke, pegangan ya." Aku memeluk pinggangnya. Lalu dengan sekali hentakan di lantai, aku terbang menembus atap sekolah. Kami tertawa-tawa sambil meninggalkan jejak pelangi di belakang.
"Kem!!"
Aku tersentak kaget dan kelas kembali normal. Hana juga masih duduk di tempatnya. Apa tadi aku mengkhayal?
"Ngapain kau senyum-senyum sendiri gitu? Kayak orang gila tahu." bisik Shin yang duduk di sebelahku.
Aku mengibas-ngibaskan tanganku padanya menandakan agar dia tidak mengurusi yang barusan terjadi. Kadang khayalanku memang terlalu tinggi.
Kulihat ke jam lagi. Hanya 10 menit? Semua khayalanku tadi hanya menghabiskan waktu 10 menit? Sial, aku harus mencari kegiatan lain.
Tunggu, semua orang di sekitarku mulai mencatat. Apa tadi kami disuruh mencatat? Yah sudahlah, aku bisa pura-pura mencatat. 
Kugambar angin topan dengan pensilku. Lalu dengan iseng kugambar pak guru dalam versi monyet. Tidak lupa kacamata bodohnya itu yang sepertinya lensanya langsung diambil dari botol kaca. Kuberi dialog pada gambar itu, "Hidup Hitler!!"
Aku merasakan perasaan yang aneh. Apa ya? Kok tiba-tiba perasaanku tidak enak. Bukan, bukan perasaanku. Apa ini? Perutku? Oh.
Perutku bergejolak. Aku perlu ke kamar mandi!! Masih berapa lama lagi sampai istirahat? 30 menit?? Oh matilah aku!
Apa sebaiknya aku minta izin? Tidak, tidak bisa. Hana akan melihatku dan menganggapku tidak keren. Tenanglah, aku pasti bisa melewati 30 menit ini. 
Kutarik nafas pelan-pelan. Aku mungkin sekarang terlihat seperti orang yang akan melahirkan, tapi ini justru sebaliknya, aku tak ingin ada yang keluar. Satu menit saja terasa lama sekali. Badanku mulai berkeringat.
Kulihat ke pak guru lagi, mencoba mengirim telepati agar dia mengakhiri pelajaran lebih cepat. Pak, saya perlu ke melakukan urusan duniawi. tolong hentikan kelas sekarang.
Gagal. Bapak itu masih saja mengoceh sesuatu. Eh tunggu, dia sepertinya sedang berbicara denganku.
"....tanggal berapa Nagasaki dibom?"
"Eh," kataku bingung.
"Bapak tanya, tanggal berapa bom atom dijatuhkan ke Nagasaki? Tadi sudah bapak jelaskan."
"Ngg.. anu..."
Bukan hanya aku tidak tahu jawabannya, tapi sakit perut ini tak mampu membuatku memikirkan apapun selain WC.
"Jadi?" tanya pak guru menungguku.
Aku tak tahan. Kukatakan apa yang ada di pikiranku saja!
"Bom atom bernama Little Boy di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, lalu diikuti bom bernama Fat Man di Nagasaki tiga hari kemudian. Pengeboman itu berdasarkan perintah Presiden Harry Truman. Karena itu juga Jepang jadi menyerah dengan Sekutu dan mengakhiri Perang Dunia."
Kelas hening. Mereka semua kaget dengan kemampuan menjawabku yang sangat cerdas. Pak guru menganga, lalu air mata menetes. "Jawabanmu sangat bagus, bapak terharu."
"Sudahlah Pak, tak usah dibahas," kataku dengan tenang.
Dia mengelap pipinya yang basah karena air mata. "Ini sebagai hadiah, bapak berikan kamu kamar mandi pribadi. Pergilah menunaikan tugas suci itu."
Tunggu, itu tidak mungkin terjadi!
Benar saja, semua orang di kelas masih menungguku menjawab. Bisa-bisanya aku mengkhayal seperti itu.
Pak guru menggeleng kecewa. "Coba mana catatanmu? Biar bapak lihat."
Catatan? Oh tidak. Aku tadi menggambar bapak itu dalam bentuk binatang mamalia mirip manusia. Bagaimana ini?
Semua beban pikiran itu menambah sakit di perut. Aku. Tidak. Tahan.

Sejak hari itu, aku dijuluki 'Manusia kentut idiot'', entah kenapa.

Random Thought #1 : Zodiak


Aku ingin mencoba sesuatu yang baru di blog ini. Biasanya aku menge-post sesuatu di blog setelah dipikirkan matang-matang, tapi kali ini agak beda. Aku akan mencoba menulis apapun yang ada di pikiranku sekarang. Hasilnya bisa aja random dan gak jelas, tapi ya wajar aja, judul post ini aja random thought.

Oke, yang pertama-tama ingin kubicarakan adalah soal zodiak dan sifat orang. Aku sudah melihat banyak sekali orang yang menganggap segala sesuatu tentang zodiak itu mirip. Malah, mereka ngait-ngaitin ke masalah pribadi kayak keuangan, keberuntungan hingga jodoh. Misalnya kayak gini :

A : "Eh, aku suka sama si C nih."

B : "Hmmm, emang zodiak kamu apa?"

A : "Eh, aku sih.....Taurus."

B : "Oh, si C mah Gemini!!"

A : "Lha, terus?"

B : "GEMINI SAMA TAURUS ITU GAK COCOK TAHU!! SIFAT MEREKA BEDA BANGET DAN GAK AKAN BAHAGIA $!(&^@^!*"

Yup, terlalu banyak orang yang menilai sifat seseorang hanya berdasarkan zodiak. Maaf saja jika dirimu juga seperti itu, tapi aku merasa itu perbuatan yang sangat bodoh. Apa pula hubungannya rasi bintang di langit sana dengan hidup kita di bumi ini. Apalagi sampai mengaitkannya dengan jodoh, itu sangat aneh. Bagaimana kalau kita merasa cocok dengan yang secara rasi bintang tidak cocok? Apa berarti kita akan sial ke depannya dengan si doi? Kalau dipikir secara logika, bukan bintang yang menentukan bagaimana hubungan kita selanjutnya, tapi apa yang kita lakukan selanjutnya. Kalau kita sudah berpikir duluan kalau tidak akan cocok, yah gak bakal cocok.

Lagian rata-rata orang memprediksikan sifat setiap zodiak terlalu secara general. Misalnya Capricorn dibilangnya keras kepala tapi ramah sama teman. Nah, bukannya banyak banget orang yang kayak gitu? Dan bukan Capricorn aja kan? Kalau misalnya dibilang Capricorn itu orangnya suka banget makan ayam goreng sambil nonton Top Gear tiap dengan memakai celana pendek di atas lutut, mungkin aku bisa percaya sedikit.

Aku tak pernah masalah punya jika orang percaya dengan zodiak atau semacamnya, toh semua orang boleh punya pendapat, tapi jika kau sok tahu sifat orang HANYA lewat zodiaknya, maka aku akan menganggapmu bodoh.

Itu aja kali ini, ciao.

Review Walking Dead Season 2 Episode 2 : Sangat Menegangkan!


Setelah jeda lebih dari dua bulan, aku sangat senang ketika Telltale akhirnya merilis Walking Dead Season 2 episode 2 berjudul A House Divided yang keluar tanggal 4 Maret kemarin. Setelah kumainkan, aku mendapat satu kesimpulan : episode ini jauh lebih menegangkan dibanding episode pertama.

Sebenarnya itu tak mengherankan mengingat Season 2 berjarak sekitar satu tahun dengan Season 1 yang sangat sukses. Karena itulah episode pertama dari Season 2 lebih sebagai pengingat kembali bagaimana rasanya berada di dunia penuh zombie ala Walking Dead. Selain itu, episode 1 adalah sarana untuk mengenal Clementine baru dan karakter-karakter lain yang sebelumnya tak muncul.


Maka awal semua peristiwa yang akan mewarnai Season 2 sepertinya baru dimulai di episode 2 ini. Pilihan terakhirmu di episode 1 saat kau harus memilih Pete atau Nick akan mempengaruhi awal jalan cerita di episode 2 ini.

Lalu karakter Craver yang disebut-sebut di episode 1 akan muncul. Alasan kenapa mereka melarikan diri dari Craver sudah mulai jelas di sini.

Lalu ada dua karakter yang akan muncul kembali di sini. Pertama adalah Bonnie, karakter yang muncul di Walking Dead 400 Days. Telltale juga sudah menjelaskan bahwa keputusan yang kita ambil di 400 Days baru akan berpengaruh di episode ini. Satu lagi adalah karakter utama yang muncul di Walking Dead Season 1. Ingat kata-kata Clementine di akhir episode 1, dia menyangka karakter ini sudah mati. Yang jelas, karakter ini akan menimbulkan nostalgia hebat.


Mengenai jalan cerita, konflik di episode ini diperlihatkan dengan sangat baik. Masing-masing seperti memiliki masalah sendiri yang saling berkaitan dan sulit dicari siapa yang paling berpengaruh dalam kelompok. Luke jelas terlihat lebih seperti pemimpin setelah Pete tiada dan Nick sepertinya menggantikan Ben sebagai pembuat ulah nomor satu.

Tak lupa Telltale tetap menonjolkan kelebihan mereka, yaitu membuat pemain dekat dengan karakter Walking Dead. Di sini banyak dialog-dialog yang membuat kita lebih mengenal karakter baru seperti Nick, Rebecca ataupun Carlos. Ini akan membuat kita terasa lebih terlibat dengan pilihan kita di setiap dialog. Aku secara pribadi suka dengan karakter Luke yang rasanya sedikit mirip Lee.

Pertarungan melawan zombie juga dibuat lebih menegangkan di sini karena beberapa kali kita terjebak dalam situasi yang tidak tepat. Yang menarik adalah, walaupun Clementine tokoh utama, mereka tak membuatnya sebagai tokoh super. Dia masihlah anak kecil dan kadang tembakannya bisa meleset atau tenaga dalam menghantam zombie masih kurang kuat. Ini membuat tantangan berlebih.


Yang paling kusuka adalah, semua yang kita lakukan akan berujung dengan sangat menegangkan di akhir episode ini dan, seperti biasa, meninggalkan ending yang membuat kita tak sabar menunggu episode berikutnya.

Jadi kesimpulan akhir adalah episode ini sangat keren dan jauh lebih keren dibanding episode pertama. Wajib dimainkan!

Ali Mencoba Menjadi Agen Rahasia (Petualangan di Zombie Apocalypse 2 Part 14)


baca part sebelumnya disini.

Aku tak tahu apa yang kupikirkan saat itu. Semuanya terasa tidak nyata. Apakah itu baru saja terjadi? Apa benar Farandi baru saja menembak Medina?

Medina tak bergerak. Darahnya menggenangi lantai. Ini seperti mimpi burukku yang paling buruk.

Farandi terlihat sama tidak percayanya denganku, “A...aku...aku tak sengaja...” Mukanya memucat.

Aku mendorongnya dengan kasar ke samping, lalu berlari ke arah Medina. Clara berlutut di sampingnya dengan sangat pucat.

“Kemal....Medina...” katanya terbata-bata.

Aku melihat lukanya. Darah terus mengucur keluar. “Panggil Rere!!” teriakku.

Tak ada yang bergerak. Mereka hanya melihatku dengan sedih.

“Cepat panggil Rere!! Dia masih bisa diselamatkan!!”

Bahkan saat aku mengatakan itu, aku tahu itu semua salah. Nafas Medina sudah berhenti. Dia sudah tiada.
Aku merunduk. Air mata tak terbendung lagi keluar dari mataku.

“A...maafkan aku...” kata Farandi.

Pistol Medina terjatuh di sampingnya. Kuambil pistol itu dan kuarahkan pada Farandi.

“Kemal, tenang dulu!” seru Indra. “Kita tak bisa berbuat seenaknya sekarang!”

“Diam!! Kau lihat apa yang dia lakukan! Dia membunuh Medina!”

“Aku tahu, tapi.... posisi kita sekarang tak menguntungkan..”

“Aku tak peduli! Akan kubunuh dia, lalu kubunuh mereka semua!” Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Sekarang di kepalaku hanya ada balas dendam.

Farandi menjatuhkan senjatanya. Dia terlihat sangat ketakutan. “Aku benar-benar tidak sengaja. Maafkan aku...”

“Aku tak mau mendengar alasanmu.” Aku menarik pelatuk, siap menembak.

Farandi secara mendadak berlari, mencoba keluar dari rumah. Aku mencegatnya dan berhasil menjegal kakinya. Kutahan badannya di lantai, lalu kuarahkan pistol ke kepalanya.

“Tunggu dulu!” erangnya. “Jika kau menembakku, teman-temanku akan membunuh kalian semua!”

“Sudah kubilang, aku tak peduli!” Kutempelkan moncong pistolku ke dahinya. Aku siap menembak.
Tiba-tiba aku merasakan pukulan di belakang leherku. Lalu semuanya menjadi gelap.



Aku terbangun dengan perasaan sangat bingung. Aku tak tahu dimana ini dan apa yang sedang terjadi. Lalu beberapa saat kemudian, aku teringat kejadian tertembaknya Medina. Kesedihan menghantamku dengan hebat.

Kulihat sekeliling. Aku berada di ruangan yang sangat kosong. Tak ada perabotan ataupun hiasan. Yang ada hanyalah jendela, tapi itu pun sudah dijeruji. Ini seperti penjara.

“Maaf soal pukulan itu.”

Itu Indra. Dia duduk dengan bersandar di dinding. Ada juga Zico dan Ali di sana.

“Apa maksudmu?” tanyaku.

“Aku yang memukulmu sampai pingsan agar kau tidak berbuat macam-macam.”

“Macam-macam katamu?” Kemarahanku kembali meledak. “Dia pantas dibunuh. Lagipula ini dimana? Dan apa yang terjadi dengan yang lain?”

“Tenanglah. Aku melakukan itu agar kita semua selamat.” Indra menghadapku, kali ini duduk bersila. “Begini, aku membuat kesepakatan dengan Farandi agar dia memastikan keselamatan kita semua. Sebagai gantinya, kini kita bergabung dengan mereka.”

“Bergabung dengan mereka?? Aku lebih baik mati!”

“Terserah kalau kau mau mati. Aku sih tidak,” komentar Zico pelan.

Aku melihatnya dengan kesal. Dalam hati, aku sedikit merasa semua kejadian sebelumnya adalah kesalahan Zico yang berkeliaran seenaknya. “Jadi, mereka punya lagu Queen di sini?”

“Tidak.” Zico menunjukkan lengan kirinya....yang sudah tidak ada.

“Mereka memotongnya. Dan ternyata berhasil.” Zico menjelaskan. Dia sepertinya masih menahan sakit. Perban di potongan tangannya juga masih merah.

“Tanganmu dipotong? Ya ampun...” Aku tak bisa membayangkan jika harus tanganku yang dipotong.

“Jadi, begitulah,” lanjut Indra. “Hanya dengan membuat kesepakatan seperti itu kita bisa menyelamatkan Zico dan mengobati yang lain.”

“Yang lain?” Aku tersadar lagi. “Kemana yang lain?”

“Rere dan para cewek dikurung di kamar berbeda,” jawab Ali. “Kuharap mereka tidak apa-apa.”

“Bagaimana....bagaimana dengan Medina? Apa dia....”

Ali menggeleng sedih, “Maaf Kem, tapi Medina memang tak bisa diselamatkan lagi. Sebelum kesini, Rere dan Clara meminta izin menguburnya di halaman rumah itu.”

Bodohnya aku yang sempat berharap kalau dia masih hidup. Kini harapan itu justru membuatku makin depresi.

“Sekarang apa?” tanyaku. Aku tak mau kami hanya diam di sini. Tidak melakukan apa-apa hanya membuatku makin menderita karena memikirkan Medina. “Apa kita benar-benar hanya tunduk pada mereka?”

Indra memberi tanda agar aku mengecilkan suara. “Tentu saja tidak. Ini justru kesempatan kita untuk menghancurkan mereka dari dalam. Kami menunggumu bangun dari tadi. Sekarang, kita bisa bergerak.”

“Bagaimana kita keluar dari sini?”

Indra melihat ke Ali yang tersenyum bangga. “Tenang. Aku tahu bagaimana cara membuka kunci dengan....ini.” Dia menunjukkan sebuah kawat. “Aku sempat mengambilnya sebelum kita keluar dari rumah itu.”

Ali berjalan terpincang-pincang ke pintu. Lalu dia memuntir-muntir kawatnya dan memasukkan ke lubang kunci.

“Sejak kapan kau bisa membuka kunci dengan kawat?”

“Baru sekarang. Ini pertama kalinya aku mencoba, katanya.

Hening.

“Kau yakin bisa?” tanyaku dengan ragu.

“Aku sudah berkali-kali melihanya di film action. Para agen rahasia melakukannya dengan sangat mudah. Kali ini, akulah si agen rahasia. Percaya saja padaku.”

Aku melihat ke Indra yang sepertinya merasa tak ada salahnya membiarkan Ali mencoba.

Kepercayaan pada Ali berakhir setelah dia tak juga mampu membukanya setelah heboh mengutak-atik selama 30 menit. “Kenapa gak bisa? Harusnya sekarang udah kebuka,” gerutunya.

“Hidup ini tak semudah TV ya?” ejekku.

Ali tidak mempedulikannya dan terus mencoba. Tiba-tiba saja keajaiban terjadi. Terdengar bunyi klik yang menandakan kunci terbuka. Kami bertiga yang tadinya sudah pasrah dan mencari jalan lain kaget. Sebaliknya, Ali sangat bangga, walaupun dia tak bisa menutupi kalau dia juga sempat kaget.

“Tuh kan! Apa kubilang! Kuncinya kebu....UGH!!”

Pintu mendadak terbuka dari luar dan menghantam Ali tepat di muka. Farandi mengintip masuk, “Ternyata kalian memang di sini...”

Kami semua berdiri dengan waspada (kecuali Ali yang terbaring dengan hidung memerah). Darahku mendidih hanya dengan melihat Farandi. Indra sepertinya tahu niatku dan berhasil menahanku sebelum aku menerjang Farandi.

“Tenanglah!” katanya tegas.

“Minggir! Dia membunuh Medina! Akan kuhajar bocah itu!”

Farandi masuk dan menyuruhku diam, “Kalau kau berisik begitu, yang lain bisa mendengar kita. Aku di sini untuk membantuk kalian.”

“Oh ya? Kami tak memerlukan bantuanmu,” kataku dengan sinis.

Ali duduk sambil menggosok-gosok hidungnya, “Lagipula kenapa kau tiba-tiba ingin membantu kami? Itu mencurigakan tahu.”

“Aku sudah membantu kalian sebelumnya. Ingat, karena aku membujuk bos makanya kalian masih hidup sekarang.” Farandi membela diri.

Indra mengangkat bahu, “Memang benar sih. Dialah yang meminta mereka tidak membunuh kita, serta mengobati yang terluka. Kalau tak ada dia kita tak akan selamat.”

“Aku tak percaya dia. Dia pembunuh!”

Farandi maju ke arahku. Tatapannya sangat marah. “Kau membunuh kakakku, jangan kira aku sudah melupakan itu. Apa kau tahu betapa sulitnya hidupku setelah kami berpisah. Aku harus bergabung dengan orang-orang seperti ini hanya untuk bertahan hidup!”

“Niko mau membunuh kami!” balasku tak mau kalah. “Itu dimana situasi kalau bukan dia yang mati, maka akulah yang mati.”

“Aku lebih memilih kau mati kalau boleh jujur.”

Aku hampir saja memukulnya kalau saja lagi-lagi tidak ditahan Indra.

Farandi melanjutkan kata-katanya, “Aku benci kalian. Tapi aku juga benci orang-orang ini. Lagipula aku mengakui kalau aku salah telah menembak temanmu yang bernama Medina itu.”

“Jangan sebut namanya!” teriakku kesal.

“Aku tak sengaja! Dia mengendap-endap dari belakang dan aku menekan senjataku begitu saja. Aku sangat takut saat itu.”

Aku diam, tak tahu harus merespon apa. Memang benar aku masih sangat marah dengannya, tapi aku juga merasa ini sebagian salahku. Jika dilihat lagi, dia hanyalah bocah yang ketakutan dalam menjalani kehidupan di dunia penuh zombie ini. Dan akulah yang membunuh kakaknya.

“Baiklah,” kataku akhirnya, “kita tunda ini untuk sementara. Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Farandi mengeluarkan serangkaian kunci dari kantongnya, “Aku mencuri ini. Harusnya ini bisa membuka semua pintu di gedung ini. Masalahnya aku tak tahu kunci mana untuk pintu mana.”

“Kita perlu senjata,” potong Indra. “Akan ada banyak orang di sini dan kita tak bisa apa-apa tanpa senjata.”

“Aku tahu dimana mereka menyimpan senjata kalian. Ikuti aku, tapi perlahan dan jangan sampai ketahuan.”

“Kami tahu itu,” kataku. “Ayo pimpin jalan.”

Farandi mengintip keluar untuk memastikan aman. Zico bangun dengan susah payah hanya dengan satu tangan. Semua kejadian ini membuatku sulit beradatasi dengan keadaan Zico yang baru.

“Kau tidak apa-apa?” tanyaku.

“Tak perlu mencemaskan aku. Asal kita keluar dari sini, aku akan baik-baik saja.”

Aku lalu melihat ke Ali, “Bagaimana dengan kakimu?”

“Aku sempat mendapat perawatan tambahan oleh Rere, dan aku juga sudah banyak istirahat, jadi kurasa tak apa-apa.” Seperti ingin memperlihatkan kakinya yang sudah sembuh, Ali menghentak-hentaknya ke lantai. Dari ekspresinya, kurasa dia belum sesembuh itu.

“Kalian siap? Ikuti aku.” Farandi bergerak dengan hati-hati. Kami mengikutinya dengan waspada sambil memasang kuping baik-baik.

Ali berbisik, “Dimana Rere dan yang lain?”

Farandi menunjuk ke atas, “Mereka berada satu lantai di atas. Mau ke mana dulu? Senjata atau mereka?”

“Lebih baik senjata dulu,” kata Indra. “Agar lebih mudah selanjutnya.”

“Kalau begitu ke sini.” Kami berbelok di lorong depan. Lorong itu sendiri mengarah ke banyak kamar.

“Kita dimana sebenarnya?” tanyaku. Aku tak tahu kami dibawa kemana sebelumnya karena pingsan.

“Motel,” jawab Zico singkat. “Tapi kurasa banyak barangnya sudah dipindahkan.”

“Memang, tapi ini hanya sementara,” kata Farandi. Dia lalu memberi tanda sembunyi. Ada dua orang bersenjata sambil menjaga salah satu ruangan.

“Yang itu?” bisik Indra. Farandi mengangguk.

“Sekarang bagaimana kita bisa melewati mereka?” tanya Ali.

Farandi memberi tanda agar kami tetap diam. Lalu dengan senormal mungkin, dia keluar dari tempat persembunyian ke arah mereka.

“Mau apa kau?” kata salah satu penjaga dengan curiga.

Tanpa basa-basi, Farandi menarik pistolnya dan menembak mereka berdua. Para penjaga itu tak sempat bereaksi karena sangat terkejut. Pistol Farandi dilengkapi peredam suara sehingga tidak menimbulkan keributan.

Kami berdua menyusulnya setelah diberi tanda.

“Kau kejam juga...” kata Ali melihat para penjaga itu terbaring tak bergerak.

“Aku melakukannya agar kita selamat,” jawabnya. Aku melihatnya sedikit gemetar. Pasti dia sendiripun tak suka melakukan semua ini.

Farandi mulai mencoba-coba kunci ke pintu, “Kita harus cepat sebelum ada yang datang ke sini.”

“Kalau begitu, begini saja,” Zico tiba-tiba menarik Farandi dan menendang pintu itu hingga terbuka dengan keras.

“Apa yang kau lakukan?” Indra menahannya. “Itu terlalu ribut.”

Tapi tak ada tanda-tanda ada orang lain yang mendengarnya. “Tuh kan? Ayo kita cepat ambil senjata kita.”

“Jangan sembarangan lain kali! Ini masalah hidup mati!” kata Indra ke Zico. Tapi Zico tidak peduli dan melewatinya begitu saja.

Aku juga ikut masuk. Ruangan itu sama kosongnya dengan tempat kami dikurung tadi. Ada satu pintu lagi yang menuju kamar lain. Sedangkan senjata kami dikumpulkan pada satu kotak di sudut ruangan.

“Bagus!” Aku mengambil pisau dan pistol kecilku, lalu menyimpan beberapa pistol lain untuk Rere, Clara dan Intan. Tak lupa kami mengambil beberapa amunisi.

Zico tidak mengambil senjata api dan lebih memilih parang. “Dengan kondisi seperti ini, aku tak akan bisa membidik dengan benar.” Begitulah alasannya.

“Hei,” kata Ali, “kamar ini isinya apa? Pintunya tak dikunci.”

Farandi melihatnya, “Aku juga tidak tahu. Aku tak pernah diizinkan masuk ke kamar itu.”

Ali membuka pintu itu dan melihat ke dalamnya. Dia terdiam.

“Ada apa?” Diamnya Ali membuatku penasaran. Kuintip ke kamar itu, dan isinya sangat mengejutkan.

Zombie. Dan bukan satu atau dua, tapi puluhan. Semuanya terkurung dalam jeruji besi di satu ruangan besar. Teman-temanku yang lain sama kagetnya denganku ketika melihatnya.

“Kenapa mereka mengurung zombie di sini?” tanya Ali.

Indra masuk dan memeriksa jeruji itu. “Mereka menyiapkannya untuk menyerang orang. Tapi ini bagus, aku punya rencana.”

Dia tersenyum, dan aku merasa tak akan suka rencananya.


“Kita lepaskan mereka di dalam gedung. Kita akan memanfaatkan keributa untuk menyelamatkan para cewek dan kabur dari sini. Ini saatnya mereka merasakan mengerikannya rencana mereka sendiri.”



Bersambung.....ke part 15.