Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

The Conjuring Legion Part 3 : Turnamen



(Frank)

Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Terakhir kuingat, aku dipukul Ali dengan koran. Entah kenapa hal itu bisa menyebabkan aku hilang ingatan.

Sekarang kami semua berkumpul di sebuah warung makan. Kami memang sudah makan tadi, tapi kini lapar lagi karena capek berkelahi (paling tidak itu yang mereka bilang, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi).

Kemal, Ali dan dua orang yang baru kuketahui bernama Zico dan Niko sedang asyik membicarakan pertarungan itu. Kemal dan Zico saling mengagumi kekuatan mereka. Niko terlihat gugup, tapi senang juga bisa membantu. Sedangkan Ali berkali-kali melihatku karena merasa bersalah.

“Aku tidak apa-apa,” kataku.

“Kau kupukul dengan besi lho,” balas Ali.

“Seingatku kau memukulku dengan koran.”

“Yang sudah berubah jadi besi. Kekuatanku, ingat?”

Kata-katanya membuatku gelisah, “Kalian tidak merasa ini semua terlalu aneh? Aku belum tahu kekuatanku apa sih, tapi kalian semua tiba-tiba mendapat sesuatu yang ajaib seperti itu...ini sangat aneh kan?”

“Ya memang sih,” kata Niko. “Aku tidak tahu Pak Moes siapa, tapi semua ini sangat tidak masuk akal.”

Kemal ikut dalam pembicaraan, “Aku yakin sekali dia sedang pingsan saat aku dan Ali bertarung. Tahu-tahu saja, dia berada di tempat Niko dan Zico.”

“Dia muncul dari kamar mandiku saat aku sibuk merakit koleksi Gundam yang lain,” sambung Zico. Mendengar cerita mereka, aku merasa Pak Moes punya obsesi berlebihan terhadap kamar mandi atau lemari. Aku sendiri bertemu dengannya ketika sedang mengamen di sebuah bus.

Mereka kini mulai berdiskusi soal siapa Pak Moes sebenarnya. Semua pembicaraan ini membuatku makin gelisah dan takut terlibat dengan hal yang merepotkan. Aku ini musisi yang mencari cinta! Masalahku sudah cukup banyak!

Ngomong-ngomong soal masalah, aku jadi teringat cewek yang menolakku tadi siang. Padahal aku sudah menembaknya dengan jantan, yaitu ketika dia sedang di sekolah bersama-sama temannya. Siapa yang mengira dia akan berteriak malu dan melempariku dengan sepatunya hanya karena dia ditertawai sedikit oleh teman-temannya.

Kuambil gitarku dan aku mulai melantunkan nada sendu. Aku hanya berimprovisasi, yang penting terdengar mewakili perasaanku. Aku mengingat kembali penolakan itu dan mencoba menjiwai musiknya.

Untuk sesaat, aku tidak mempedulikan apapun. Aku sangat suka saat-saat seperti itu, saat dimana aku hanya berkonsentrasi penuh terhadap musik yang kumainkan. Perasaan sedih itu seperti menjadi nyata lagi.

Ketika aku berhenti, semua orang di sekitarku sudah diam. Aku jadi malu, “Maaf...”

Tiba-tiba Ali menangis. Kemal berjalan ke pojok warung lalu duduk di sana sambil merunduk, terlihat sangat depresi. Niko dan Zico berpelukan lalu menangis bersama.

“Ka...kalian kenapa?” kataku panik.

“Sangat menyedihkan!!” isak Zico.

“Apanya??”

“Aku tidak tahu! Tapi aku merasa sangat sedih!”

Kenapa mereka? Bukankah tadi mereka sedang semangat-semangatnya membicarakan masalah kekuatan ini?

Beberapa lama kemudian, tangisan itu berhenti. Masing-masing dari mereka kini terlihat bingung.
“Apa yang terjadi barusan?” tanya Kemal, “Kenapa aku duduk di pojok seperti ini?”

“Dan kenapa kau memelukku??” Zico mendorong Niko. Niko sendiri tergagap, “A..aku juga tidak tahu.”

Ali mengelap air matanya, jelas heran kenapa dia bisa sampai menangis.

“Apa yang terjadi, Frank?” tanya Zico.

“Aku tidak tahu, tiba-tiba saja kalian menangis dan terlihat depresi.”

“Itu karena kekuatanmu Frank.”

Pak Moes keluar sambil membawa lima mangkok mie goreng untuk kami. Dia lalu duduk di sebelahku.

“Kekuatanmu itu seperti mengendalikan perasaan orang dengan musik gitarmu. Kekuatan yang bisa menjadi sangat berguna nantinya.”

“Wow keren,” puji Kemal. Dia sudah makan duluan.

“Kekuatanmu hebat juga,” kata Zico, “tapi bukankah akan sulit main gitar dalam pertarungan?”

Pak Moes mengangguk, “Memang, karena itulah kalian akan bekerja sama dalam satu tim.”

“Tunggu sebentar.” Niko menghentikan kata-katanya, “Apa maksudnya semua ini? Aku masih belum mengerti untuk apa kami dikumpulkan dan siapa orang-orang yang kita lawan tadi.”

“Baik, akan kujelaskan semuanya,” kata Pak Moes. “Jadi seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku adalah utusan dewa. Nama asliku Moeskovic dan aku adalah salah satu pengawal dewa. Apakah sampai ini semuanya mengerti?”

“Itu tidak masuk akal,” komentar Kemal, “tapi silahkan lanjutkan.”

“Jadi suatu hari dewa mengumumkan kalau dia akan membuat turnamen dimana semua staff di istana langit bisa ikut serta. Pemenangnya akan menjadi ‘staff of the year’ dan mendapatkan hadiah besar. Kurasa dewa hanya sedang bosan.”

Cerita dia makin lama makin aneh. Dewa sedang bosan? Apa-apaan itu?

Pak Moes melanjutkan ceritanya, “Tapi supaya menarik, kami tidak boleh terlibat secara langsung. Dewa menyarankan agar kami mengambil anak-anak manusia berbakat dan memberinya kekuatan yang sesuai sifat atau hobi mereka.”

Niko memotongnya lagi, “Lalu kenapa kekuatanku bisa menghilang? Maksudku, aku tidak punya hobi menghilang.”

“Kurasa itu karena kau punya sifat tertutup. Kekuatan itu cocok untukmu yang pemalu.”

Dibilang seperti itu, Niko malah makin malu.

“Jadi, turnamen seperti apa ini?” Giliran Ali yang bertanya.

“Ah ya, tidak terlalu aneh kok. Kalian hanya akan saling bunuh dengan tim lain.”

Hening.

“Mmh, maaf,” kataku memecah keheningan, “maksudnya...akan ada yang mati?”

Pak Moes mengangkat bahu, seakan-akan itu masalah sepele, “Kami akan berusaha mungkin itu tidak terjadi. Tapi buat jaga-jaga, sebaiknya kalian pamit pada orang yang kalian sayang.”

Hening lagi.

“Tidak bisa seenaknya begitu!” Niko yang pertama berteriak. “Kami tidak perlu mengikuti semua ini! Aku punya tujuan hidup. Aku ingin masuk universitas. Kenapa aku harus ikut dengan permainan gilamu?”

“Ya, aku setuju dengan Niko. Walaupun punya kekuatan keren, tapi ini gila,” kata Ali.

Kemal dan Zico pun terlihat tidak suka dengan Pak Moes sekarang. Aku tidak menyalahkan mereka. Hidupku sudah cukup kacau sebelum Pak Moes datang dan ingin aku mati agar bisa menyenangkan dewa.

“Aku tidak mau ikut ini,” kataku tegas.

“Ya, ya! Kami tidak punya kewajiban untuk ikut denganmu!” teriak Niko lagi.

Pak Moes tiba-tiba menggebrak meja, menjatuhkan beberapa mangkok mie (yang sepertinya membuat Kemal sangat sedih).

“Kalian tidak mengerti situasinya. Ini bukan hanya tentang kalian, tapi juga tentang dunia kalian.”
“Ke..kenapa?” tanyaku.

Pak Moes terlihat tenang kembali. “Turnamen ini bisa menjadi bencana bagi kerajaan dewa. Banyak orang dalam istana yang sangat ingin mengambil tahta dewa. Dan mereka bukanlah orang-orang yang baik. Mereka tidak suka manusia.”

“Kenapa??” tanyaku lagi, sangat tidak kreatif.

“Menurut mereka, manusia adalah perusak. Yah, aku lumayan setuju sih, tapi tetap saja itu bukan alasan untuk memusuhi manusia biasa. Turnamen ini benar-benar saat yang tepat untuk mereka. Dewa tidak boleh turun tangan langsung menghadapi manusia, sehingga mereka bisa mengalahkan dewa dengan tim manusia yang mereka buat. Contohnya adalah Kevin dan Gin Gin yang kalian lawan tadi.”

Kemal memotongnya, “Tapi kenapa mereka menyerang kita?”

“Karena mereka tahu pengawal dewa yang setia tidak akan membiarkan rencana mereka rusak. Aku adalah salah satu dari pengawal itu. Tentu saja timku akan menjadi ancaman untuk mereka.”

Suasana hening lagi. Terlalu banyak yang harus diproses. Ini semua terlalu tiba-tiba.

“Jadi...kami harus ikut?” tanyaku.

“Ya.”

“Walaupun sebenarnya aku takut?”

“Tidak apa-apa, itu wajar. Tapi jika kalian bisa menggunakan kekuatan kalian dengan benar, seharusnya tidak ada masalah. Kalian berlima adalah lima orang berbakat yang bisa kupercaya.”

Mendengarnya bicara seperti itu, aku jadi malu juga. Sebelumnya belum pernah aku merasa dibutuhkan seperti ini. Bahkan kadang orang tidak mau dekat-dekat denganku, terutama cewek.

Aku melihat teman-temanku yang lain. Mereka sepertinya masih ragu.

“Jadi...bagaimana?” kata Pak Moes menunggu.

“Aku ikut,” kataku, membuat yang lain terkejut, “maksudku, toh kita tak punya pilihan lain. Aku biasanya hanya mengamen. Jadi menyelamatkan dunia mungkin lebih baik.”

“Entahlah Frank, aku tidak tahu,” sahut Zico sambil menggaruk-garuk kepala. “Kekuatanku memang keren sih, tapi ini terlalu berbahaya.”

“Oh ya Zico, Tori juga ikut turnamen ini,” kata Pak Moes tiba-tiba.

Zico langsung terdiam. Aku tidak tahu Tori itu siapa, tapi sepertinya dia adalah orang penting untuk Zico.

“Aku ikut!!” kata Zico, kini tanpa ragu. Pak Moes melihat ke Kemal.

“Yah, aku akan mencoba tidak mati. Aku ikut.”

“Kalau Kemal sudah seyakin itu, aku juga ikut deh,” kata Ali.

Kini tinggal Niko. Hanya dia yang sepertinya masih sangat ragu.

“Aku tidak mau mati,” bisiknya.

“Akan kuusahakan untuk menjagamu,” kata Pak Moes.

Dia masih terlihat cemas. Lalu dia melihat ke arahku.

“Frank, mainkan lagu yang penuh keberanian.”

Aku terkejut diminta seperti itu, tapi aku mengangguk saja. Satu-satunya lagu yang kuingat tentang keberanian adalah lagu nasional ‘Bagimu Negeri’.

Maka kumainkanlah lagu itu. Beberapa saat kemudian, Niko sudah terlihat lebih berani. Bukan hanya itu, yang lain juga sudah mulai menangis terharu.

“Aku ikut!!” teriak Niko.

“Demi bangsa Indonesia, kita harus menang! Uwooo!” Ali ikut-ikutan berteriak.


Dan malam itu kami semua sepakat pergi bertaruh nyawa, sambil meneriakkan Indonesia berkali-kali.



Bersambung. . .

2 komentar:

chapter 4 kapan om?

 

bakal ada, aku harap bisa di akhir bulan ini :D

 

Posting Komentar