(Niko)
Aku menggumamkan pelan-pelan semua rumus yang
mungkin kuhafal. Aku pasti hanya mengkhayal, tidak mungkin ada hal yang terjadi
di luar logika.
Aku terkaget saat pintu di belakangku terbuka. Ibuka
masuk ke kamar sambil membawakan makanan.
“Kenapa Nak, kok keliatan pucat?” katanya sambil
menaruh makanan itu di tempat tidurku untuk kumakan nanti.
Aku bingung apakah akan menceritakannya atau tidak.
Rasanya tidak masuk akal. Tapi karena aku merasa harus melepas beban, maka
kuceritakan juga.
“Tadi, sekitar 10 menit yang lalu, aku melihat robot
terbang di jendela.”
Hening.
“Mungkin kau hanya terlalu capek. Istirahat aja
dulu, jangan belajar terus.”
Aku sudah mengira ibuku tak akan percaya cerita itu.
Kalau dipikir lagi, aku juga tak yakin dengan yang kulihat. Aku memang terlalu
banyak belajar akhir-akhir ini karena ingin masuk universitas favorit.
Karena tak ada respon, ibu menepuk kepalaku.
“Sekali-sekali main ke luar dong. Jangan belajar aja.”
“Gak bisa Bu, ini demi masa depan!”
Begitulah kataku, tapi alasan sebenarnya adalah aku
tak terlalu punya banyak teman. Aku memang lebih suka diam di kamar dan
belajar. Mungkin itulah yang membuatku kurang populer.
Ibu tersenyum, tahu alasanku sebenarnya, lalu pergi
keluar.
Aku menepuk-nepuk pipiku, “Ayo dong Nik, fokus
belajar! Tidak ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan logika!”
Sesaat kemudian, muncullah mas-mas dari balik
lemariku.
“AAHHHHH!!!”
“Kenapa semua orang yang melihatku berteriak?”
“Ka...kau siapa?? Kenapa kau ada di lemariku?”
“Hei tenanglah. Aku bisa menjelaskan semua...”
Jelas saja aku tak mau tenang, “IBU!! IBU! ADA ORANG
ANEH DI SINI!”
Si mas-mas itu justru terlihat santai saja melihat
aku berteriak. Kenapa dia tidak panik?
“Ada apa Nak?” Ibuku membuka pintu dengan cemas.
“Ini Bu, ada orang aneh!”
Tapi ibuku tidak menjawab. Dia hanya terlihat
bingung.
“Ibu!! Kenapa ibu diam saja!”
Sekali lagi ibuku tidak menjawab. Dia malah melihat
ke sekeliling. “Lho, si Niko ke mana ya?”
“Hah?” Aku heran dengan tingkah ibuku, “Ibu ngomong
apa sih? Aku kan di sini!”
Ibuku menggaruk-garuk kepalanya, “Apa aku salah
dengar ya? Mungkin Niko pergi beli cemilan keluar.”
Dia lalu pergi dari kamarku, meninggalkanku dalam
kebingungan.
“Apa...yang barusan terjadi?”
“Dia tidak bisa melihatmu,” kata mas-mas itu, datar
saja, “kekuatanmu sudah aktif.”
“Ke...kekuatan? Apa maksudmu?”
“Apa kau makan ke warungku tadi siang?”
“Warungmu? Kau pemilik warung? Aku tadi hanya pergi
ke....tunggu! Kau Pak Moes?” kataku kaget. Lebih kaget lagi saat dia mengangguk
sambil tersenyum tenang.
“Diam-diam aku memberimu mie goreng pengaktif
kekuatan, buatanku sendiri lho.”
Aku memang ingat kalau mie goreng yang kumakan tadi
siang jauh lebih enak daripada biasanya. Tapi sejuta pertanyaan masih
mengambang di kepalaku.
“Aku tahu banyak yang kau tanyakan,” kata Pak Moes,
seakan-akan dia bisa membaca pikiranku, “tapi sekarang kau harus ikut aku. Ada
yang butuh pertolonganmu.”
“Pertolongan? Siapa?”
“Kemal, Ali dan Frank. Mereka bertiga akan menjadi
teman seperjuanganmu nantinya, paling tidak jika mereka selamat sampai kau tiba
di sana. Aku juga sudah memanggil Zico. Kalian berlima harus bersatu
mengalahkan mereka.”
“Hah? Haah?” Aku terus menerus memasang ekspresi
bodoh selama dia menyebutkan satu per satu nama yang tak kukenal sebelumnya.
Pak Moes sepertinya jadi malas menjelaskan. Dia
berjalan ke arahku dan memegang bahuku.
“Hei, apa yang mau kau lakukan?”
Dan tiba-tiba saja, aku tidak di kamar lagi.
Sekarang aku terduduk di jalan. Aku tahu daerah ini, karena aku sering kesini
untuk makan Pak Moes.
Belum hilang keterjutanku, aku mendengar suara ledakan.
“Gyaaa, ada teroris!” Aku buru-buru bersembunyi di
balik tempat sampah dan melihat keadaan dengan takut-takut.
Aku bisa melihat dua orang pemuda saling berteriak.
Lalu ada juga orang yang memakai kacamata hitam (itu aneh mengingat ini malam
hari) dan orang dengan otot yang super besar. Aku tidak tahu apa yang mereka
lakukan di sana.
“Pedangku hilang lagi!!” teriak salah seorang pemuda
yang berbadan agak gempal ke arah pemuda satunya.
“Dasar kau tak berguna. Aku tak bisa melawannya
sendiri tahu! Keluarkan senjata yang lain.”
Tapi pertengkaran mereka disela oleh ledakan. Mereka
berguling-guling menyelamatkan diri.
Inikah yang dikatakan Pak Moes? Orang yang perlu
pertolongan?
Sebelum aku tahu harus berbuat apa, satu lagi
kejadian aneh terjadi. Sebuah robot seukuran orang dewasa terbang di atasku
menuju pertempuran itu dan mulai menembak membabi buta. Orang-orang di sana
berlarian kesana kemari.
Tak lama kemudian, datang seorang lelaki dengan
tubuh cukup tinggi dan berambut keriting. Dia terlihat terengah-engah, tapi
mukanya sangat ceria.
Dia melihatku dan menyapa, “Hai.”
“Ngg, hai.”
“Apa kau salah satu orang yang punya kekuatan?”
“Oh, apa kekuatanmu berhubungan dengan tempat
sampah?”
“Nggg...”
Dia tak mau repot-repot menungguku menjawab, “Kalau
kekuatanku, adalah itu!” Ditunjuknya robot yang sedang membuat orang-orang di
sana kewalahan.
“Kau bisa membuat robot?” tebakku.
“Robot?” Nadanya sedikit kecewa, “Itu Gundam RX-78!
Kau tahu, yang muncul di original series dan dimiliki oleh Amuro Ray.”
Aku merasa tidak enak hati, jadi aku pura-pura
mengangguk saja.
“Dan kekuatanku bukan membuat robot, tapi mengubah
figurin menjadi robot asli. Panggil aku Zico, si master Gundam!!” katanya
sambil melipat tangan.
Zico, aku ingat nama itu. Pak Moes menyebutkan
namanya tadi, “Jadi....robot yang kulihat itu adalah figurin?”
“Yah, dan dia sudah cukup untuk menghabisi musuh
kita, hahaha!”
Sesaat kemudian, orang yang punya otot berlebihan
itu melompat dan menghantam robotnya ke tanah. Zico menganga.
“Sialan, itu koleksiku yang berharga tahu.” Zico
berlari dengan kesal ke arah orang itu, tapi sebelum sampai ke sana, dia
terhenti oleh ledakan.
Pemuda berbadan kurus, yang entah kenapa dari tadi
memegang koran, mencoba menghantamkan korannya ke si kacamata hitam. Tapi dia
keburu dihajar oleh si berotot. Dia terkapar.
“Huh dasar,” kata si kacamata, “bahkan setelah punya
kekuatan, mereka hanya selemah ini.”
Kekuatan? Apa aku benar-benar punya kekuatan? Aku
teringat lagi saat ibuku tak bisa melihatku. Apakah itu berarti kekuatanku
adalah menghilang?
Dari pengamatanku, aku bisa melihat kalau si
kacamata dan si otot adalah orang jahatnya. Dan Pak Moes sepertinya memintaku
mengalahkan dia.
Masalahnya, aku tidak tahu bagaimana cara
mengaktifkan kekuatanku. Saat di kamar, kekuatanku sepertinya terjadi begitu
saja.
Aku menutup mata, mengulang-ngulang satu kata dalam
pikiranku. “Hilang hilang hilang hilang...”
Kubuka mataku. Aku tidak tahu aku sudah menghilang
atau tidak. Sekarang adalah soal keberanian untuk mengujinya.
Dengan perlahan, aku berjalan ke si otot. “Tolong
jangan lihat, tolong jangan lihat...” Kukatakan itu berkali-kali dalam hati.
Sejauh ini, sepertinya aku berhasil. Dia tidak
melihatku sama sekali! Dan aku sudah dekat....
“Ngapain kau?”
Si otot itu jelas-jelas melihatku!! Aku menutup mata
ketika dia menerjang untuk menghajarku.
Tidak terjadi apa-apa. Kubuka mataku dan aku melihat
sesuatu yang sangat mengerikan. Tangan berotot itu menembus kepalaku!!
“Dia menghilang!!” teriak si otot. Eh?
“Jangan-jangan dia juga pemilik kekuatan. Cari dia!!”
sahut si kacamata.
Tunggu, apa aku sudah menghilang? Aku tidak melihat
adanya perbedaan pada tubuhku, tapi kali ini mereka kehilanganku.
Dengan ragu, aku mengayunkan tinjuku pada si otot,
dan tanganku menembus begitu saja! Aku jadi hantu!
“Okeee....apa yang harus kulakukan sekarang?”
Tiba-tiba saja robot milik Zico berdiri lagi, dan
kini dengan Zico yang penuh murka di sebelahnya.
“Beraninya kalian menggores koleksi langka ini!
Bunuh mereka, RX-78!”
Si robot menurut dan kini menghantam mereka dengan
membabi buta. Tinjunya sempat melewati tubuhku, yang membuatku merasa sangat
aneh.
Situasi kini berbalik. Setelah Zico kembali berhasil
membangkitkan robotnya, dua pemuda lainnya juga bangkit lagi. Mereka kini
memusatkan serangan hanya pada si otot.
Si pemuda gempal, entah bagaimana caranya, berhasil
mengeluarkan bat baseball dari sebuah kertas.
“Oke Li, kita serang dia bersamaan.”
“Sip,” kata yang satunya, sambil menggulung koran.
Dia lalu menyerang duluan. Pukulan korannya berhasil ditahan si otot. Kali ini
giliran si gempal yang menyerang.
Aku tahu si otot itu pasti akan mencoba menghindar.
Aku harus melakukan sesuatu. Kalau aku tidak bisa menyentuh siapa-siapa saat
menghilang begini, maka aku harus bisa terlihat lagi.
Aku melakukan hal yang sama seperti sebelumnya,
yaitu fokus sepenuhnya untuk terlihat. Dan aku mencoba memegang tangan si otot.
Berhasil!
“Eh?” Si otot terkaget karena gerakannya tiba-tiba
tertahan, dan si pemuda gempal tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk
menghantam kepalanya sekeras mungkin.
Si otot terhempas. Satu musuh berhasil dikalahkan.
“Wow, darimana kau muncul? Siapa kau?” tanya si
gempal.
“Oh, aku Niko. Maaf aku mengagetkanmu.”
“Aku Kemal, terima kasih atas bantuanmu tadi. Ngg,
kau teman kan?”
Aku tak tahu sebenarnya, tapi aku mengangguk saja.
Kemal tersenyum, “Keren, kita punya teman yang bisa
menghilang. Oke, mari kita habisi si peledak itu. Dia tak bisa meledakkan
apa-apa jika tak menutup mata, jadi kita punya keunggulan.”
Si kacamata itu tersenyum, “Kalian pikir karena
kalian mengalahkan Gin Gin, kalian bisa mengalahkanku juga? Hahaha, sungguh
lucu. Akan kutunjukkan level 2 ku kalau begitu.”
Aku tak tahu apa level 2 yang dia maksud, tapi dari
suasananya, sepertinya berbahaya.
Tapi dia hanya diam, dan dari ekspresinya, dia terlihat
kaget.
“Ta...tapi Bos, aku masih bisa mengalahkan mereka,”
katanya. Aku tak tahu dia berbicara dengan siapa, tapi sepertinya bukan ke
salah satu dari kami.
Kali ini dia terlihat marah.
“Cih, kalian beruntung. Aku akan mundur sekarang.”
“Hah? Apa maksudnya? Kau akan menyerah?” tanya
Kemal.
“Lebih seperti...aku akan membunuh kalian di lain
waktu.”
“Tidak akan kubiarkan!!” teriak Zico tiba-tiba. Dia
mengontrol robotnya untuk menerjang si kacamata.
Tapi kemudian ledakan menyelimuti dirinya, dan
setelah mata kami bisa melihat lagi, dia sudah tidak ada. Dan si otot itu pun
juga sudah hilang.
“A...apa yang terjadi? Mereka hilang begitu saja?”
tanya si pemuda kerempeng teman Kemal.
“Mungkin, entahlah..” jawab Kemal, dia juga terlihat
ragu.
“Sial!” Zico marah-marah sendiri, sepertinya masih
marah soal robotnya yang tergores.
Setelah suasana agak aman, aku memberanikan diri
untuk bertanya, “Anu, bisakah seseorang menjelaskan apa yang terjadi padaku.
Aku benar-benar bingung.”
“Sejujurnya, kami juga tidak terlalu mengerti...”
kata Kemal, “ya kan Li?”
“Ya, kurasa kau juga diminta datang ke sini oleh Pak
Moes kan?”
“Ya!! Dia benar-benar Pak Moes ya??”
“Ya.”
Yang menjawab adalah Pak Moes itu sendiri, melayang
di udara sambil membawa seseorang di punggungnya.
“Frank! Dia
tidak apa-apa?” tanya Kemal.
“Tenanglah, dia baik-baik saja. Baiklah karena
kalian semua sudah berkumpul, aku akan menjelaskan semuanya.”
Bersambung . . .
0 komentar:
Posting Komentar