Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

The Conjuring Legion Part 2 : Menghilang



(Niko)

Aku menggumamkan pelan-pelan semua rumus yang mungkin kuhafal. Aku pasti hanya mengkhayal, tidak mungkin ada hal yang terjadi di luar logika.

Aku terkaget saat pintu di belakangku terbuka. Ibuka masuk ke kamar sambil membawakan makanan.

“Kenapa Nak, kok keliatan pucat?” katanya sambil menaruh makanan itu di tempat tidurku untuk kumakan nanti.

Aku bingung apakah akan menceritakannya atau tidak. Rasanya tidak masuk akal. Tapi karena aku merasa harus melepas beban, maka kuceritakan juga.

“Tadi, sekitar 10 menit yang lalu, aku melihat robot terbang di jendela.”

Hening.

“Mungkin kau hanya terlalu capek. Istirahat aja dulu, jangan belajar terus.”

Aku sudah mengira ibuku tak akan percaya cerita itu. Kalau dipikir lagi, aku juga tak yakin dengan yang kulihat. Aku memang terlalu banyak belajar akhir-akhir ini karena ingin masuk universitas favorit.

Karena tak ada respon, ibu menepuk kepalaku. “Sekali-sekali main ke luar dong. Jangan belajar aja.”

“Gak bisa Bu, ini demi masa depan!”

Begitulah kataku, tapi alasan sebenarnya adalah aku tak terlalu punya banyak teman. Aku memang lebih suka diam di kamar dan belajar. Mungkin itulah yang membuatku kurang populer.

Ibu tersenyum, tahu alasanku sebenarnya, lalu pergi keluar.

Aku menepuk-nepuk pipiku, “Ayo dong Nik, fokus belajar! Tidak ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan logika!”

Sesaat kemudian, muncullah mas-mas dari balik lemariku.

“AAHHHHH!!!”

“Kenapa semua orang yang melihatku berteriak?”

“Ka...kau siapa?? Kenapa kau ada di lemariku?”

“Hei tenanglah. Aku bisa menjelaskan semua...”

Jelas saja aku tak mau tenang, “IBU!! IBU! ADA ORANG ANEH DI SINI!”

Si mas-mas itu justru terlihat santai saja melihat aku berteriak. Kenapa dia tidak panik?

“Ada apa Nak?” Ibuku membuka pintu dengan cemas.

“Ini Bu, ada orang aneh!”

Tapi ibuku tidak menjawab. Dia hanya terlihat bingung.

“Ibu!! Kenapa ibu diam saja!”

Sekali lagi ibuku tidak menjawab. Dia malah melihat ke sekeliling. “Lho, si Niko ke mana ya?”

“Hah?” Aku heran dengan tingkah ibuku, “Ibu ngomong apa sih? Aku kan di sini!”

Ibuku menggaruk-garuk kepalanya, “Apa aku salah dengar ya? Mungkin Niko pergi beli cemilan keluar.”

Dia lalu pergi dari kamarku, meninggalkanku dalam kebingungan.

“Apa...yang barusan terjadi?”

“Dia tidak bisa melihatmu,” kata mas-mas itu, datar saja, “kekuatanmu sudah aktif.”

“Ke...kekuatan? Apa maksudmu?”

“Apa kau makan ke warungku tadi siang?”

“Warungmu? Kau pemilik warung? Aku tadi hanya pergi ke....tunggu! Kau Pak Moes?” kataku kaget. Lebih kaget lagi saat dia mengangguk sambil tersenyum tenang.

“Diam-diam aku memberimu mie goreng pengaktif kekuatan, buatanku sendiri lho.”

Aku memang ingat kalau mie goreng yang kumakan tadi siang jauh lebih enak daripada biasanya. Tapi sejuta pertanyaan masih mengambang di kepalaku.

“Aku tahu banyak yang kau tanyakan,” kata Pak Moes, seakan-akan dia bisa membaca pikiranku, “tapi sekarang kau harus ikut aku. Ada yang butuh pertolonganmu.”

“Pertolongan? Siapa?”

“Kemal, Ali dan Frank. Mereka bertiga akan menjadi teman seperjuanganmu nantinya, paling tidak jika mereka selamat sampai kau tiba di sana. Aku juga sudah memanggil Zico. Kalian berlima harus bersatu mengalahkan mereka.”

“Hah? Haah?” Aku terus menerus memasang ekspresi bodoh selama dia menyebutkan satu per satu nama yang tak kukenal sebelumnya.

Pak Moes sepertinya jadi malas menjelaskan. Dia berjalan ke arahku dan memegang bahuku.
“Hei, apa yang mau kau lakukan?”

Dan tiba-tiba saja, aku tidak di kamar lagi. Sekarang aku terduduk di jalan. Aku tahu daerah ini, karena aku sering kesini untuk makan Pak Moes.

Belum hilang keterjutanku, aku mendengar suara ledakan.

“Gyaaa, ada teroris!” Aku buru-buru bersembunyi di balik tempat sampah dan melihat keadaan dengan takut-takut.

Aku bisa melihat dua orang pemuda saling berteriak. Lalu ada juga orang yang memakai kacamata hitam (itu aneh mengingat ini malam hari) dan orang dengan otot yang super besar. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan di sana.

“Pedangku hilang lagi!!” teriak salah seorang pemuda yang berbadan agak gempal ke arah pemuda satunya.

“Dasar kau tak berguna. Aku tak bisa melawannya sendiri tahu! Keluarkan senjata yang lain.”

Tapi pertengkaran mereka disela oleh ledakan. Mereka berguling-guling menyelamatkan diri.
Inikah yang dikatakan Pak Moes? Orang yang perlu pertolongan?

Sebelum aku tahu harus berbuat apa, satu lagi kejadian aneh terjadi. Sebuah robot seukuran orang dewasa terbang di atasku menuju pertempuran itu dan mulai menembak membabi buta. Orang-orang di sana berlarian kesana kemari.

Tak lama kemudian, datang seorang lelaki dengan tubuh cukup tinggi dan berambut keriting. Dia terlihat terengah-engah, tapi mukanya sangat ceria.

Dia melihatku dan menyapa, “Hai.”

“Ngg, hai.”

“Apa kau salah satu orang yang punya kekuatan?”

“Hmm, mungkin...” Aku hanya asal menjawab karena aku masih super bingung tentang apa yang terjadi.”

“Oh, apa kekuatanmu berhubungan dengan tempat sampah?”

“Nggg...”

Dia tak mau repot-repot menungguku menjawab, “Kalau kekuatanku, adalah itu!” Ditunjuknya robot yang sedang membuat orang-orang di sana kewalahan.

“Kau bisa membuat robot?” tebakku.

“Robot?” Nadanya sedikit kecewa, “Itu Gundam RX-78! Kau tahu, yang muncul di original series dan dimiliki oleh Amuro Ray.”

Aku merasa tidak enak hati, jadi aku pura-pura mengangguk saja.

“Dan kekuatanku bukan membuat robot, tapi mengubah figurin menjadi robot asli. Panggil aku Zico, si master Gundam!!” katanya sambil melipat tangan.

Zico, aku ingat nama itu. Pak Moes menyebutkan namanya tadi, “Jadi....robot yang kulihat itu adalah figurin?”

“Yah, dan dia sudah cukup untuk menghabisi musuh kita, hahaha!”

Sesaat kemudian, orang yang punya otot berlebihan itu melompat dan menghantam robotnya ke tanah. Zico menganga.

“Sialan, itu koleksiku yang berharga tahu.” Zico berlari dengan kesal ke arah orang itu, tapi sebelum sampai ke sana, dia terhenti oleh ledakan.

Pemuda berbadan kurus, yang entah kenapa dari tadi memegang koran, mencoba menghantamkan korannya ke si kacamata hitam. Tapi dia keburu dihajar oleh si berotot. Dia terkapar.

“Huh dasar,” kata si kacamata, “bahkan setelah punya kekuatan, mereka hanya selemah ini.”

Kekuatan? Apa aku benar-benar punya kekuatan? Aku teringat lagi saat ibuku tak bisa melihatku. Apakah itu berarti kekuatanku adalah menghilang?

Dari pengamatanku, aku bisa melihat kalau si kacamata dan si otot adalah orang jahatnya. Dan Pak Moes sepertinya memintaku mengalahkan dia.

Masalahnya, aku tidak tahu bagaimana cara mengaktifkan kekuatanku. Saat di kamar, kekuatanku sepertinya terjadi begitu saja.

Aku menutup mata, mengulang-ngulang satu kata dalam pikiranku. “Hilang hilang hilang hilang...”

Kubuka mataku. Aku tidak tahu aku sudah menghilang atau tidak. Sekarang adalah soal keberanian untuk mengujinya.

Dengan perlahan, aku berjalan ke si otot. “Tolong jangan lihat, tolong jangan lihat...” Kukatakan itu berkali-kali dalam hati.

Sejauh ini, sepertinya aku berhasil. Dia tidak melihatku sama sekali! Dan aku sudah dekat....

“Ngapain kau?”

Si otot itu jelas-jelas melihatku!! Aku menutup mata ketika dia menerjang untuk menghajarku.

Tidak terjadi apa-apa. Kubuka mataku dan aku melihat sesuatu yang sangat mengerikan. Tangan berotot itu menembus kepalaku!!

“Dia menghilang!!” teriak si otot. Eh?

“Jangan-jangan dia juga pemilik kekuatan. Cari dia!!” sahut si kacamata.

Tunggu, apa aku sudah menghilang? Aku tidak melihat adanya perbedaan pada tubuhku, tapi kali ini mereka kehilanganku.

Dengan ragu, aku mengayunkan tinjuku pada si otot, dan tanganku menembus begitu saja! Aku jadi hantu!

“Okeee....apa yang harus kulakukan sekarang?”

Tiba-tiba saja robot milik Zico berdiri lagi, dan kini dengan Zico yang penuh murka di sebelahnya.

“Beraninya kalian menggores koleksi langka ini! Bunuh mereka, RX-78!”

Si robot menurut dan kini menghantam mereka dengan membabi buta. Tinjunya sempat melewati tubuhku, yang membuatku merasa sangat aneh.

Situasi kini berbalik. Setelah Zico kembali berhasil membangkitkan robotnya, dua pemuda lainnya juga bangkit lagi. Mereka kini memusatkan serangan hanya pada si otot.

Si pemuda gempal, entah bagaimana caranya, berhasil mengeluarkan bat baseball dari sebuah kertas.
“Oke Li, kita serang dia bersamaan.”

“Sip,” kata yang satunya, sambil menggulung koran. Dia lalu menyerang duluan. Pukulan korannya berhasil ditahan si otot. Kali ini giliran si gempal yang menyerang.

Aku tahu si otot itu pasti akan mencoba menghindar. Aku harus melakukan sesuatu. Kalau aku tidak bisa menyentuh siapa-siapa saat menghilang begini, maka aku harus bisa terlihat lagi.

Aku melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, yaitu fokus sepenuhnya untuk terlihat. Dan aku mencoba memegang tangan si otot.

Berhasil!

“Eh?” Si otot terkaget karena gerakannya tiba-tiba tertahan, dan si pemuda gempal tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menghantam kepalanya sekeras mungkin.

Si otot terhempas. Satu musuh berhasil dikalahkan.

“Wow, darimana kau muncul? Siapa kau?” tanya si gempal.

“Oh, aku Niko. Maaf aku mengagetkanmu.”

“Aku Kemal, terima kasih atas bantuanmu tadi. Ngg, kau teman kan?”

Aku tak tahu sebenarnya, tapi aku mengangguk saja.

Kemal tersenyum, “Keren, kita punya teman yang bisa menghilang. Oke, mari kita habisi si peledak itu. Dia tak bisa meledakkan apa-apa jika tak menutup mata, jadi kita punya keunggulan.”

Si kacamata itu tersenyum, “Kalian pikir karena kalian mengalahkan Gin Gin, kalian bisa mengalahkanku juga? Hahaha, sungguh lucu. Akan kutunjukkan level 2 ku kalau begitu.”

Aku tak tahu apa level 2 yang dia maksud, tapi dari suasananya, sepertinya berbahaya.

Tapi dia hanya diam, dan dari ekspresinya, dia terlihat kaget.

“Ta...tapi Bos, aku masih bisa mengalahkan mereka,” katanya. Aku tak tahu dia berbicara dengan siapa, tapi sepertinya bukan ke salah satu dari kami.

Kali ini dia terlihat marah.

“Cih, kalian beruntung. Aku akan mundur sekarang.”

“Hah? Apa maksudnya? Kau akan menyerah?” tanya Kemal.

“Lebih seperti...aku akan membunuh kalian di lain waktu.”

“Tidak akan kubiarkan!!” teriak Zico tiba-tiba. Dia mengontrol robotnya untuk menerjang si kacamata.

Tapi kemudian ledakan menyelimuti dirinya, dan setelah mata kami bisa melihat lagi, dia sudah tidak ada. Dan si otot itu pun juga sudah hilang.

“A...apa yang terjadi? Mereka hilang begitu saja?” tanya si pemuda kerempeng teman Kemal.

“Mungkin, entahlah..” jawab Kemal, dia juga terlihat ragu.

“Sial!” Zico marah-marah sendiri, sepertinya masih marah soal robotnya yang tergores.

Setelah suasana agak aman, aku memberanikan diri untuk bertanya, “Anu, bisakah seseorang menjelaskan apa yang terjadi padaku. Aku benar-benar bingung.”

“Sejujurnya, kami juga tidak terlalu mengerti...” kata Kemal, “ya kan Li?”

“Ya, kurasa kau juga diminta datang ke sini oleh Pak Moes kan?”

“Ya!! Dia benar-benar Pak Moes ya??”

“Ya.”

Yang menjawab adalah Pak Moes itu sendiri, melayang di udara sambil membawa seseorang di punggungnya.

 “Frank! Dia tidak apa-apa?” tanya Kemal.


“Tenanglah, dia baik-baik saja. Baiklah karena kalian semua sudah berkumpul, aku akan menjelaskan semuanya.”


Bersambung . . .

0 komentar:

Posting Komentar