Aku sedang bersantai nonton acara favoritku, Walking
Dead, di kamar ketika tiba-tiba ibuku masuk dan membuatku hampir tersedak
kentang goreng yang sedang kumakan.
“Kemal, nenek sakit!!”
Aku menepuk-nepuk dada, memaksa kentang itu lewat
dari tenggorokan.
“Kemal, masa gak ada respon gitu sih?”
Akhirnya aku bisa memaksa menelan makananku. “Jangan
kagetin gitu dong Bu,” kataku dengan sedikit terengah-engah.
“Nih, kamu bawain ke tempat nenek,” katanya sambil
mengeluarkan keranjang kayu entah darimana.
“Hah? Apaan tuh?”
“Makanan dan sedikit obat.”
“Ibu kan bisa kirim aja. Kenapa aku yang harus
kesana?” Aku kembali menyaksikan TV. Ibuku mendengus dan mematikan TV dengan
paksa.
“Hei!” protesku.
“Kamu ini, kalau ibu kirim makanannya bisa hancur.
Dan kapan sampai ke tempat Nenek tidak jelas. Mendingan kamu yang pergi sana!”
“Tapi Bu....”
“Pergi atau uang jajanmu Ibu kurangi.”
Ugh, ini dia nih kelemahan terbesarku. Aku sedang
menabung untuk membeli novel yang sangat kuinginkan, dan Ibu sangat tahu
tentang itu. Jadi setiap keinginan dia tidak terpenuhi, Ibuku akan mengancam
mengurangi uang jajanku.
“Oke, oke!!” kataku pasrah.
Aku mengambil keranjang dari tangannya dan beranjak
ke pintu keluar. Baru beranjak satu langkah dari pintu, aku melihat cuaca
sedang mendung.
“Bu, sepertinya mau hujan.”
“Mana?” Ibu lalu keluar dan memperhatikan cuaca, “Wah
iya, nih kamu pakai tudung merah ini aja.”
“Apa?? Ibu, aku kan cowok!!”
“Daripada kamu kehujanan,” katanya sambil memakaikan
paksa tudung itu ke kepalaku.
“Ya ampun, apa kita tidak bisa nunggu bentar aja
sampai cerah.”
“Jangan! Nanti kalau nenekmu kenapa-kenapa gimana?”
“Tapi aku gak mungkin jalan keluar pakai tudung
merah gini!”
“Uang jajan.....”
Aku kehabisan kata-kata melawan Ibuku. Dengan kesal,
aku pun pergi juga.
Benar saja, di jalan orang-orang melihat heran ke arahku.
Bahkan jika ada yang mengenalku, mereka dengan kejam akan menertawaiku. Aku
mencoba melepasnya, tapi Ibuku sepetinya mengikatnya dengan sangat keras ke
kepalaku. Akhirnya aku pasrah saja dengan nasib.
Untunglah jalanan tidak terlalu ramai, jadi aku tak
perlu bertemu banyak orang. Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang di
belakangku,”Hei..”
Aku menengok kebelakang, “He.....AAHHHH!!!”
Itu bukan seseorang, tapi seekor serigala!
Kakiku bergetar karena ketakutan. Serigala itu
tersenyum senang. Tunggu, tadi serigala itu berbicara?
“Hehehe, tak perlu takut begitu. Aku mencium bau
harum dari keranjangmu,” katanya dengan suara serak.
“Ambil aja! Ambil aja nih, asal jangan makan aku!!”
“Memangnya kamu mau bawa itu kemana?”
“Ke...ke tempat Nenekku.”
Serigala itu berpikir sebentar. “Dimana alamat rumah
nenekmu?”
Aku kaget dengan pertanyaan itu, “Ngg, Komplek Janda
Indah Blok B22.”
Serigala itu tersenyum, lalu berkata, “Lebih baik
kamu ambil belokan ke kanan setelah ini. Itu jalan tercepat kesana.”
“Mmmh tidak, itu akan memutar jauh.”
“Percaya saja padaku.”
“Aku tahu kok jalan ke rumah Nenekku, terima kas..”
“PERCAYA SAJA PADAKU!”
“O, oke,” gagapku, mencoba menahan kencing di
celana.
Serigala itu lalu pergi, dia tidak memakanku! Aku
langsung berlari ke jalan yang disarankan di serigala, walaupun aku tahu jalan
ini akan memutar, tapi aku tak mau bertemu lagi dengan serigala itu.
Di perjalanan, aku melewati toko alat rumah tangga.
Aku memutuskan untuk membeli sebuah senjata yang bisa kupakai jika serigala itu
datang lagi. Kubelilah pisau dapur yang cukup besar. Uangku hampir habis untuk
membelinya dan aku agak menyesalinya, tapi sekarang adalah saatnya untuk
waspada.
Kulihat langit sudah mulai gelap. Karena takut
kehujanan, aku memanggil ojek yang sedang duduk-duduk dekat situ. Dia awalnya
kaget melihat cowok pakai tudung merah sambil membawa keranjang di tangan kiri
dan pisau di tangan kanan. Aku berhasil meyakinkan kalau aku perlu ke rumah
nenekku dan bukannya mau merampok seseorang.
Karena naik ojek, aku bisa lebih cepat sampai ke
rumah nenek.
“Nek!” panggilku dari luar sambil mengetuk-ngetuk
pintu. Tak ada jawaban. Kucoba membuka pintunya dan secara mengejutkan tidak
dikunci.
Tidak ada siapapun di luar, jadi aku mengira nenek
sedang tidur di kamar. Aku membuka kamarnya dengan pelan dan mengintip. Pemandangan yang
terlihat sungguh diluar dugaan.
Seekor serigala dengan memakai baju nenek sedang
berbaring di tempat tidur nenek. Aku langsung menutup pintu itu. Itu kan
serigala yang tadi? Mana nenek? Apa jangan-jangan dia sudah dimakan?
Aku mengambil pisauku dan memegang erat. Aku harus
bertindak, ini tidak bisa dibiarkan. Serigala sialan ini sudah memakan nenekku,
dan dia kira dengan memakai baju nenek seperti itu dia bisa mengelabuiku? Akan
kubunuh serigala itu.
Dengan sangat pelan aku membuka pintu dan masuk.
Serigala itu sepertinya belum sadar aku sudah ada di rumah ini. Sambil merayap
aku mendekati tempat tidur. Inilah saatnya.
Aku melompat dan langsung menusuk serigala itu. Dia
hanya sempat meraung kaget sebelum pisau menusuk kepalanya. Aku menusuknya
berkali-kali untuk memastikan dia mati.
Tanganku berlumuran darah dan aku sangat lelah, tapi
secara bersamaan juga sangat lega. Serigala itu sudah mati. Aku lalu duduk di
tempat tidur untuk berisitirahat.
“Lho Kemal?”
Nenekku masuk ke kamar, membuatku bingung setengah
mati. “Nenek! Nenek masih hidup?”
“Ya lah, dan ngapain.....kenapa si Kitty?”
“Kitty?”
“Serigala peliharaan nenek? Kenapa dia berdarah gitu?”
“Nenek pelihara serigala?”
Nenek mendekati tempat tidur. “Kamu membunuhnya?”
“Ya, tapi karena aku kira nenek sudah dimakan!”
Nenekku terdiam sebentar sebelum berkata, “Ya
sudahlah, memang susah pelihara serigala, dia sering disangka jahat.”
“Tunggu tunggu,” kataku masih bingung, “kenapa dia
pakai baju Nenek?”
“Aku yang memakaikannya, kukira itu lucu.”
“Lucu darimananya? Dan Nenek juga mengajarinya
bicara?”
“Bicara? Apa maksudmu?”
Saat itulah pintu terbuka dan serigala yang tadi
menemuiku di jalan masuk ke kamar. Dia kaget melihat aku sudah ada di kamar.
“Kenapa kamu bisa sampai duluan?”
Aku, masih kaget, menjawab, “Aku...aku naik ojek
kesini.”
“Aaah sial rencanaku gagal! Kalau gitu kumakan aja
kalian langsu..AAGGHH!!”
Serigala itu terkapar, mati. Nenek menembaknya
dengan shotgun secara mendadak. Aku terpana, tidak tahu lagi apa yang terjadi.
“Nenek punya shotgun?”
“Ya, jaman sekarang tinggal sendiri tidak aman.”
Suasana hening.
“Kenapa kamu pakai pakaian wanita begitu?” tanya
Nenek.
“Ibu yang memakaikanku. Bukannya Nenek sedang sakit?”
“Oh, Nenek ternyata cuma harus buang air. Sekarang
Nenek sudah tidak apa-apa.”
Hening lagi.
“Gimana kalau kita nonton Walking Dead?” saran
Nenek.
“Oke.”
Dan kami semua hidup bahagia selama-lamanya.
0 komentar:
Posting Komentar