Kemal si Blogger Iseng

show them all you're not the ordinary type

Cinta itu Rumit?


Aku dan ketiga temanku berkumpul untuk melaksanakan rencana kami, rencana yang sangat matang agar aku bisa menembak Annisa dengan keren. 
"Oke, kita ulang lagi. Annisa akan makan batagor bersama temannya saat jam makan siang. Saat itulah aku, Zico dan Frank akan mengajak temannya satu-satu agar meninggalkan dia sendirian. Saat itulah kau datang dari belakang, menepuk bahunya dengan lembut, lalu memberikan dia bunga yang kemarin kita beli. Setelah itu tembak dia didepan anak-anak lain," jelas Ali, temanku yang juga kepala strategi dalam misi ini.
Kami mengangguk. Aku mungkin terlihat tenang diluar, tapi didalam bunyi jantungku seperti bunyi gendang saat lebaran.
"Kem, kau siap gak?"
"Iye, iye."
"Pokoknya kalau ini berhasil, dirimu akan dapat pacar dengan gaya," timpal Zico.
Aku sekali lagi mengangguk. Ini harus berhasil.
Mungkin akan kuceritakan sedikit tentang perasaanku sekarang. Awalnya aku hanya menganggap Annisa cewek sekelas yang biasa. Tapi perlahan-lahan rasa cinta itu muncul. Aku tidak tahu kenapa. Mungkin karena sikapnya yang ceria. Mungkin karena dia yang selalu baik denganku. Yang jelas, aku semua tentang dia sekarang.
Setelah aku menyadari perasaan itu, hidupku persis orang sakit mental, terutama kalau di depan dia. Kalau dia ajak bicara, aku kesulitan mengerti apa yang kubilang. Kadang selama pelajaran aku curi-curi pandang, dan kalau dia keluar kelas, aku langsung merenung sendirian. Persis kan kayak orang sakit mental.
Ali dengan cepat sadar kalau aku sedang suka sama Annisa. Ini anak pikirannya emang jeli kalau melihat sesuatu yang berhubungan dengan hubungan orang lain, tapi sayangnya tak menular ke pelajaran. 
Dialah yang mengusulkan pertama kali agar aku menyatakan perasaan ke dirinya. Aku jelas minder. Annisa itu cewek populer di kelas, dan nembak di depan teman-teman itu berisiko besar. Mending kalau berhasil, kalau gagal cerita itu bisa terus berlanjut sampai aku lulus SMA.
"Bro, bro, cinta itu perlu pengorbanan," kata Ali.
"Ya Bro, kalau mau berhasil ya harus usaha," timpal Frank. Nih anak gaya banget, padahal baru-baru ini dia juga ditolak dengan sadis oleh orang yang disukainya. Gimana kalau itu juga terjadi padaku?
"Kayaknya cara kita rumit banget ya," kataku.
 
"Udahlah Kem," jawab Zico, "kita coba aja dulu. Selalu ada kemungkinan berhasil kan. Cinta itu emang rumit." Dan dengan itu kami bubar.
Harinya pun tiba. Selama pelajaran jantungku terus berdetak kencang, sampai tidak fokus sama pelajaran (yah, biasanya juga aku gak fokus sih). Puncaknya adalah ketika bel berbunyi. Aku dan teman-temanku saling melihat. Saatnya rencana dimulai.
Sesuai dugaan, Annisa pergi makan batagor dengan tiga temannya. Aku menunggu dibalik dinding, mengintip-intip dengan khawatir. Kulihat Zico muncul dan berbicara dengan mereka, lalu membawa satu temannya pergi. Setelah itu Ali melakukan hal yang sama. Muka mulai Annisa terlihat bingung. Tak lama, Frank muncul dan berhasil membawa temannya yang terakhir, walaupun aku melihat Annisa sempat memarahinya. Entah apa yang dia jadikan alasan untuk membawa temannya tapi aku yakin pasti bodoh.
Sekarang giliranku. Rasanya jantungku mau melompat keluar saking tegangnya. Aku menyembunyikan bunga di belakang badanku. Dengan pelan, aku berjalan ke belakangnya.
Mungkin karena terlalu tegang, aku tak sengaja menepuk bahunya terlalu keras. Hal yang terjadinya sungguh diluar dugaan. Badannya menegang dan dia terlihat kesakitan. Ternyata aku tak sengaja menepuknya saat dia sedang menyuap batagor ke mulutnya, dan itu membuat dia tersedak batagor.
Situasi langsung berubah 180 derajat, dari yang aku mau menembak dia dengan keren, malah berakhir dengan dia meronta-ronta minta bantuin. Karena panik, aku dengan bodohnya menepuk-nepuk dia dengan bunga yang tadinya akan kuserahkan padanya. Annisa dengan susah payah minum dan kembali normal.
Kini Annisa menatapku dengan marah, "Apa-apaan sih kagetin gitu?? Aku hampir mati tahu!"
Aku tak bisa bicara saking tak tahu harus ngapain lagi.
"Dan itu bunga dari mana? Bukannya bantuin malah pukul aku pakai bunga."
Entah darimana, ada suara sialan berteriak, "Ciee Kemal bawa bunga buat Annisa!!" Imbasnya, teman-teman di kantin mulai bersorak menggoda kami. Annisa menatapku, tapi aku hanya bisa bertampang cool (baca : pucat). Karena tak ada jawaban, Annisa pergi meninggalkan kantin. 
Teman-temanku datang untuk menghiburku, "Kau tuh bodoh banget ya," kata Zico. Makasih lho Zico, itu sangat menghibur.
"Aku tak tau harus berbuat apa."
"Aku juga tak menyangka bisa sesial itu," kata Ali, "Ya udahlah, mungkin dia memang bukan buatmu." Aku mengangguk saja, walau sebenarnya tak setuju.
Besoknya, Annisa sedikit bersikap menjauhiku. Dia memang masih mau diajak bicara, seakan-akan tak terjadi apa-apa kemarin, tapi aku merasa berbeda. Dia tidak seakrab dulu. Dan hal itu berlangsung terus. Teman-temanku sendiri sudah menyuruhku menyerah.
Suatu hari, secara tak sengaja, aku bertemu dengan Annisa saat kelas kosong. Teman-temannya sudah pergi duluan dan dia harus mengambil sesuatu dulu di tas. Aku saat itu tak banyak berpikir dan langsung memanggilnya.
"Annisa."
Dia melihatku, "Ya?"
"Aku ingin mengatakan sesuatu..."
Annisa berhenti merogoh tasnya, menunggu kata-kataku.
"Aku sebenarnya suka padamu. Sudah lama aku memendamnya. Maafkan yang kulakukan waktu itu di kantin. Bunga itu tadinya buatmu. Teman-temanku mencoba membuat keadaan supaya kamu sendiri. Maaf sekali lagi. Aku hanya tak tahu harus melakukan apa."
Aku sudah siap dia marah atau paling tidak meremehkanku, tapi ternyata dia malah menghela nafas. "Kenapa harus rumit gitu sih? Kamu kan bisa bilang aja."
"Aku merasa....cara itu lebih keren."
Dia tersenyum, senyuman yang sangat manis, mungkin itu juga salah satu alasan kenapa aku menyukainya. Dia mendekatiku dan memegang tanganku, "Ini juga keren kok." Setelah itu dia berjalan ke arah pintu.
"Eh tunggu," kataku, "Apa itu artinya kamu menerima perasaanku?"
Annisa menoleh kepadaku dan tersenyum lagi, "Menurutmu?" 
Dia lalu pergi. 
Aku berdiri sendirian di kelas. Perasaanku luar biasa lega bercampur luar biasa senang.
Kalau dipikir-pikir lagi, selama ini aku hanya memikirkan hal-hal yang tidak penting seperti bagaimana cara menembaknya dengan keren atau reaksinya saat kutembak, aku tak pernah menyangka cara seperti inilah yang paling tepat.
Jadi apakah cinta itu rumit?
Menurutku cinta itu sederhana. Kita hanya perlu menunggu waktu yang tepat.

1 komentar:

terkadang abang bisa berubah menjadi anak alay 100%

 

Posting Komentar