Aku melihat ke arah jam dinding yang terletak di atas papan tulis. Jam 11.05. Sial, masih ada satu jam lagi sampai pelajaran Sejarah ini selesai.
Oke, aku tak boleh terus menerus melihat jam. Aku akan bertahan kira-kira 10 menit sebelum mengecek jam lagi. Siapa tahu ternyata waktu terasa lebih cepat kan.
Aku melihat ke pak guru yang dari tadi masih mengoceh terus tentang Perang Dunia. Jujur saja, aku tak tertarik. Dalam pikiranku, perang selalu sama, dua negara saling berperang sambil masing-masing dipimpin Adolf Hitler. Yah, harus kuakui pengetahuanku tentang sejarah dunia sangatlah minim.
Oh sial. Aku melihat jam lagi. Dan baru dua menit berlalu sejak terakhir kulihat. Ya ampun, kenapa sih waktu selalu terasa lebih lambat ketika belajar hal membosankan seperti ini. Temanku Fauzi yang super pintar itu pasti akan mengatakan sesuatu tentang Einstein jika kutanya hal seperti ini, yang sama sekali tidak kumengerti.
Ngomong-ngomong soal Fauzi, lihatlah dia. Mukanya sangat fokus seakan-akan tidak ingin melewatkan satu informasi sedikitpun. Mungkin dia tidak tahu ada yang namanya internet, dimana kita bisa melihat informasi seperti ini dengan mudah.
Aku sangat bosan. Apa ya kira-kira yang bisa sedikit mengalihkan perhatianku? Oh, tentu saja. Hana!
Kuintip sedikit, agak susah karena dia duduk agak di belakang. Lihatlah dia, cantik seperti biasa walaupun mukanya juga sama bosannya seperti aku. Bagaimana mungkin ada orang yang kelihatan bosan tapi masih bisa cantik? Aku sih bosan gak bosan tetap aja jelek. Kadang-kadang Tuhan bisa juga tidak adil.
Hana melihatku, lalu tersenyum. Aku jadi malu sendiri. Apa aku terlihat begitu jelas sedang memperhatikan dirinya? Kuarahkan lagi pandangan ke depan. Tapi tiba-tiba seseorang menyentuhku di pundak. Itu Hana.
"Hei Kemal, ayo kita pergi dari sini," katanya.
"Tidak bisa," kataku, secara mengejutkan dengan tetap tenang. "Kita sedang belajar. Ckck, kau harus lebih rajin dong seperti aku."
Muka Hana memerah, dia jadi terlihat semakin manis. "Tapi, tapi....aku ingin bersamamu." Dia lalu memegang tanganku.
Aku berdiri sambil tersenyum keren. "Huufft dasar, gak bisa ya tanpa aku sebentar."
Hana tersenyum lebar dan mengangguk. "Benar sayang. Ayo kita pergi, menunju langit biru."
"Oke, pegangan ya." Aku memeluk pinggangnya. Lalu dengan sekali hentakan di lantai, aku terbang menembus atap sekolah. Kami tertawa-tawa sambil meninggalkan jejak pelangi di belakang.
"Kem!!"
Aku tersentak kaget dan kelas kembali normal. Hana juga masih duduk di tempatnya. Apa tadi aku mengkhayal?
"Ngapain kau senyum-senyum sendiri gitu? Kayak orang gila tahu." bisik Shin yang duduk di sebelahku.
Aku mengibas-ngibaskan tanganku padanya menandakan agar dia tidak mengurusi yang barusan terjadi. Kadang khayalanku memang terlalu tinggi.
Kulihat ke jam lagi. Hanya 10 menit? Semua khayalanku tadi hanya menghabiskan waktu 10 menit? Sial, aku harus mencari kegiatan lain.
Tunggu, semua orang di sekitarku mulai mencatat. Apa tadi kami disuruh mencatat? Yah sudahlah, aku bisa pura-pura mencatat.
Kugambar angin topan dengan pensilku. Lalu dengan iseng kugambar pak guru dalam versi monyet. Tidak lupa kacamata bodohnya itu yang sepertinya lensanya langsung diambil dari botol kaca. Kuberi dialog pada gambar itu, "Hidup Hitler!!"
Aku merasakan perasaan yang aneh. Apa ya? Kok tiba-tiba perasaanku tidak enak. Bukan, bukan perasaanku. Apa ini? Perutku? Oh.
Perutku bergejolak. Aku perlu ke kamar mandi!! Masih berapa lama lagi sampai istirahat? 30 menit?? Oh matilah aku!
Apa sebaiknya aku minta izin? Tidak, tidak bisa. Hana akan melihatku dan menganggapku tidak keren. Tenanglah, aku pasti bisa melewati 30 menit ini.
Kutarik nafas pelan-pelan. Aku mungkin sekarang terlihat seperti orang yang akan melahirkan, tapi ini justru sebaliknya, aku tak ingin ada yang keluar. Satu menit saja terasa lama sekali. Badanku mulai berkeringat.
Kulihat ke pak guru lagi, mencoba mengirim telepati agar dia mengakhiri pelajaran lebih cepat. Pak, saya perlu ke melakukan urusan duniawi. tolong hentikan kelas sekarang.
Gagal. Bapak itu masih saja mengoceh sesuatu. Eh tunggu, dia sepertinya sedang berbicara denganku.
"....tanggal berapa Nagasaki dibom?"
"Eh," kataku bingung.
"Bapak tanya, tanggal berapa bom atom dijatuhkan ke Nagasaki? Tadi sudah bapak jelaskan."
"Ngg.. anu..."
Bukan hanya aku tidak tahu jawabannya, tapi sakit perut ini tak mampu membuatku memikirkan apapun selain WC.
"Jadi?" tanya pak guru menungguku.
Aku tak tahan. Kukatakan apa yang ada di pikiranku saja!
"Bom atom bernama Little Boy di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, lalu diikuti bom bernama Fat Man di Nagasaki tiga hari kemudian. Pengeboman itu berdasarkan perintah Presiden Harry Truman. Karena itu juga Jepang jadi menyerah dengan Sekutu dan mengakhiri Perang Dunia."
Kelas hening. Mereka semua kaget dengan kemampuan menjawabku yang sangat cerdas. Pak guru menganga, lalu air mata menetes. "Jawabanmu sangat bagus, bapak terharu."
"Sudahlah Pak, tak usah dibahas," kataku dengan tenang.
Dia mengelap pipinya yang basah karena air mata. "Ini sebagai hadiah, bapak berikan kamu kamar mandi pribadi. Pergilah menunaikan tugas suci itu."
Tunggu, itu tidak mungkin terjadi!
Benar saja, semua orang di kelas masih menungguku menjawab. Bisa-bisanya aku mengkhayal seperti itu.
Pak guru menggeleng kecewa. "Coba mana catatanmu? Biar bapak lihat."
Catatan? Oh tidak. Aku tadi menggambar bapak itu dalam bentuk binatang mamalia mirip manusia. Bagaimana ini?
Semua beban pikiran itu menambah sakit di perut. Aku. Tidak. Tahan.
Sejak hari itu, aku dijuluki 'Manusia kentut idiot'', entah kenapa.
0 komentar:
Posting Komentar