Alarm kebakaran terus meraung-raung di rumah sakit
itu sementara para suster dengan panik memindahkan pasien-pasiennya.
Sebenarnya, tidak ada api sama sekali saat itu. Alarm itu dipicu hal lain yang
lebih mengkhawatirkan. Virus zombie mulai menyebar ke beberapa pasien dan
sementara polisi menahan zombie-zombie itu, mereka harus melakukan evakuasi
secepatnya.
“Aku tidak percaya rumah sakit ini bisa kena virus
konyol itu juga,” kata Rere. Dia menyerahkan satu pasien lagi untuk dipindahkan
dengan ambulans.
Niko mengepak semua barang yang dibutuhkan pada satu
tas, lalu menaruhnya di bagasi mobilnya yang berada di tempat parkir. Untungnya
tempat parkir itu ada di bawah tanah sehingga dia tidak perlu buru-buru. Atau
begitulah yang dia kira.
“AAAHH MEREKA MASUK!!”
Teriakan itu mengagetkan Niko dan Rere. Dari arah
jalan keluar, zombie-zombie mulai berdatangan. Salah satu temannya tidak
beruntung dan terpojok.
“Ayo naik! Kita pergi dari sini!” seru Niko.
Rere terdiam melihat para zombie mulai menggigit
orang malang itu, “Tapi...”
“Cepat naik!”
Rere tidak membantah lagi. Dia mengambil tempat
duduk disebelah Niko yang menjadi supir. Dengan cepat Niko menjalankan
mobilnya.
“Minggir kalian!!” Niko menabrak zombie-zombie yang
menghalangi ke jalan keluar. Mereka berhasil masuk ke jalan. Kini mereka harus
mencari tempat berlindung.
“Kemana kita?” tanya Niko.
“Kata Intan, kita keluar kota dulu. Dia sudah kesana
kemarin. Katanya kalau ada tempat persembunyian bagus, dia akan memberitahu
kita. Yang pasti bukan di kota ini.”
“Oke. Kita keluar kota kalau begitu.”
Rere memutar lagu-lagu lama yang selama ini memang
menjadi kesukaannya. Niko heran, tapi tidak protes. Dia tahu Rere sedang
mencoba menekan stress.
Baru berjalan sebentar, mereka melihat pemandangan
mengerikan di depan. Empat orang keluar dari gang sambil dikejar oleh
segerombolan zombie. Salah satu dari mereka sepertinya sedang dalam masalah
karena harus ditopang. Mereka berhenti dan berdebat akan sesuatu, padahal
zombie-zombie itu semakin mendekat.
“Kita harus menolong mereka!” teriak Rere.
“Apa? Kita kan tidak kenal mereka!”
“Cepat!! Mereka bisa mati!”
Niko tidak punya pilihan lagi selain mengikuti kata
Rere walaupun sebenarnya segan. Dia menginjak gas dan menghantam zombie-zombie
itu agar bisa memberikan sedikit waktu. Rere membuka pintu belakang, “Cepat
masuk!”
Mungkin karena kaget, orang-orang itu malah hanya
terdiam. Niko tidak sabar, “Cepat!”
Mereka akhirnya naik. Niko menjalankan lagi mobilnya
ketika memastikan tak ada yang tertinggal.
“Wah, itu sangat bahaya. Terima kasih, siapapun
kalian,” kata salah seorang dari mereka.
“Aku Niko, dan cewek ini Rere. Ya, sama-sama.” Niko
merasa tidak perlu menanyakan nama mereka, toh dia tidak mau berlama-lama
dengan orang-orang asing ini. “Kalian mau kemana memangnya?”
“Kami mau ke rumah sakit, kakakku perlu perawatan,”
jawab satu-satunya cewek di antara mereka.
Rere melihat kondisi cowok yang pucat itu, “Maaf,
tapi rumah sakit sudah kosong. Tidak ada orang lagi disana, mereka semua sudah
melarikan diri. Para pasien juga sudah dipindahkan.”
Cewek itu terlihat kaget dan putus asa, “Darimana
kalian tahu kalau rumah sakit kosong?”
“Karena kami tadinya bekerja disana,” kata Niko
sambil menyetir, “Aku dokter dan Rere suster. Keadaan sangat kacau disana saat
ini semua terjadi.”
“Tunggu, kalian dokter?”
“Aku suster,” jawab Rere.
“Sama saja. Kalian bisa mengobati kakakku?”
“Tergantung. Dia kena sakit apa?” tanya Niko yang
mulai penasaran.
“Kakinya digigit zombie.”
“APA??”
Niko sempat hampir menabrak lampu lalu lintas saking
kagetnya. “Kenapa kalian membawanya? Dia bisa berubah menjadi zombie!”
“Kami tahu! Tapi kami tak ada pilihan lain. Tak
mungkin dia kami tinggalkan begitu saja,” kataku.
“Bukannya kau emang mau ninggalin dia ya tadi?”
tanya Medina sinis.
“Itu beda! Jangan berkata seperti itu!”
“Hei hei! Kalian harus menurunkan dia!” teriak Niko
sambil melihat kebelakang. Dia panik dan kehilangan kesabaran.
“AWAS!”
Niko tidak melihat adanya zombie sedang menyebrang
jalan didepan, dan dengan refleks dia membanting setir, menyebabkan mobil
berbelok dengan sangat tajam dan ban terangkat dari tanah. Kepala Niko
terbentur ke setir dan pandangannya menjadi gelap.
Kepalanya sakit sekali saat dia sadar. Awalnya Niko
masih bingung dengan keadaannya, tapi seiring menjalarnya rasa sakit di seluruh
tubuh, makin ingatlah dia apa yang baru saja terjadi.
Dia menengok ke sebelah. Rere tidak ada. Terdengar
erangan di belakang. Niko hampir saja pingsan lagi ketika melihat orang yang
dia tadi tolong sudah berubah menjadi zombie.
Dengan susah payah, Niko berusaha keras keluar dari
mobil. Dia harus menggoyangkan mobil dari dalam agar dia bisa lebih mudah
keluar. Akhirnya dia berhasil membebaskan diri dari mobil itu.
Tapi masalah tidak selesai disitu. Zombie-zombie
yang berkeliaran di sepanjang jalan itu mulai mengejarnya. Bahkan zombie yang
di dalam mobil bisa keluar juga. Panik, Niko lari secepat yang dia bisa.
Dilihatnya ada satu toko yang pintunya terbuka dan dia masuk begitu saja.
Ditutupnya pintu itu dan ditahannya dengan meja agar tidak terbuka.
Niko beruntung dalam toko itu tidak ada zombie.
Bahkan disana ada cukup obat-obatan untuk mengobati kepalanya yang terus
mengeluarkan darah.
Niko duduk, mencoba mencerna semuanya. Kemana Rere?
Semoga dia baik-baik saja. Ini semua karena orang-orang asing yang dia tolong
itu.
Lukanya sudah diobati dan diperban, tetapi kepalanya
masih tetap pusing. Niko baru saja mau beristirahat ketika salah satu zombie berhasil
mendobrak masuk. Secara refleks, dia mengambil gunting yang ada di dekat situ
dan menusuk kepala zombie itu hingga berhenti bergerak.
Nafasnya memburu, tapi dia harus pergi dari sana.
Lewat pintu belakang, Niko keluar dan terus berlari sampai yakin dia aman. Tapi
kemanapun, tak ada tempat yang aman. Zombie-zombie berada dimana-mana. Bahkan
dia bertemu dengan zombie yang bisa berlari, dan hampir mati karenanya.
Hanya dalam satu hari, Niko sudah sangat lelah
menghadapi keadaan ini sendiri. Dia hanya berharap bisa menemukan Rere.
Besoknya, dia pergi tanpa arah. Secara tak sengaja
dia sampai ke Mall kota itu. Terdengar suara orang. Niko bersembunyi,
memastikan keadaan memang aman. Lalu dia melihat orang yang dicarinya keluar
dari Mall.
“Rere...” Niko tidak jadi memanggilnya ketika
melihat suster itu sedang bersama tiga orang lain yang dia tolong. Lebih
mengejutkan lagi, mereka tertawa-tawa girang.
Dalam sekejap, api dendam berkobar di dadanya. Niko
merasa dikhianati oleh Rere, suster yang selama ini selalu membantunya. Lalu
dendam itu semakin membara mengingat dia sedang ceria bersama orang-orang yang
menyebabkan semua masalah ini.
Niko berbalik. Dalam hati dia berjanji akan bertahan
hidup sendiri dan membalas dendam pada orang-orang itu.
Hari-hari dilewati dengan kesukaran yang terus
meningkat, tapi Niko masih bisa bertahan. Kemampuan dokternya juga sangat
membantu untuk mengobati luka-luka selama pelariannya. Dia bahkan menemukan
pistol di salah satu rumah tempat dia berlindung.
Niko memutuskan untuk pergi dari kota itu dengan
salah satu mobil yang kuncinya masih menggantung. Dia bertemu beberapa zombie,
tapi bisa mengatasinya.
Ketika sampai di kota berikutnya, dia melihat Rere
bersama teman-teman barunya dalam sebuah mobil. Tapi entah kenapa, mereka langsung
berbalik ke arah mereka datang.
Awalnya Niko mengira itu karena mereka melihat dia,
tapi itu hanya membuat dendamnya kini membara kembali. Dia bersembunyi,
menunggu jika mereka datang lagi.
Benar saja, mobil itu kembali lagi. Kini Niko sudah
siap. Diarahkan pistol ke mobil dan ditembakannya. Jendela mobil itu pecah,
tapi mereka masih terus melaju. Niko mengganti sasarannya ke ban mobil.
Berhasil. Mobil itu kehilangan kendali dan menabrak
sebuah toko. Dia lalu bersembunyi lagi.
Dilihatnya Rere dan tiga orang lainnya keluar dari
mobil dan lari dari sana. Niko melihat bahwa salah satu dari mereka cedera
parah di kaki dan harus digendong. Ini memunculkan ide di kepala Niko.
Bergegas Niko pergi ke rumah yang paling besar di
kota itu. Dia kenal pemiliknya yang gila kebersihan. Mereka pasti akan mencari
obat di rumah itu mengingat luka parah teman mereka. Dia berniat menyambut
mereka disana untuk balas dendam.
Zombie-zombie liar berkeliaran di halaman rumah,
tapi Niko tahu jalan belakang yang letaknya agak tersembunyi. Pemiliknya pernah
mengajaknya lewat situ agar tetangganya tidak tahu kalau dia sedang sakit.
Sepertinya bagi orang kaya, terlihat lemah di depan pesaingnya bukan pilihan.
Untungnya tempat itu bebas dari zombie. Niko naik ke
lantai dua untuk menunggu.
Benar saja, tidak berapa lama, terdengar suara
tembakan diluar. Niko tersenyum, mengelus-elus senjatanya.
“Saatnya membunuh orang yang tidak tahu terimakasih.”
0 komentar:
Posting Komentar