Aku
tidur dengan menahan sakit di bagian pipi, pantat Ridho mendudukiku dengan
anggun di bagian itu. Karena kejadian itu, aku sekarang mempunyai julukan ‘Peramal
Pantat’. Alasan yang cukup untuk membuatku ingin tidur lebih cepat.
Awalnya
aku hanya berbaring di kasur selama sekitar setengah jam karena memang saat ini
belum jam tidurku, tapi akhirnya aku terlelap juga.
Untuk
kedua kalinya, aku tak bisa bersantai-santai dalam mimpi.
Aku
berada di suatu hutan. Pohonnya sangat tinggi-tinggi hingga daunnya menghalangi
cahaya matahari masuk kesini. Suara hewan-hewan asing terdengar di seluruh
penjuru. Tempat ini membuatku merinding, seperti semua hewan buas biasa
mengadakan pesta di tempat seperti ini.
Tiba-tiba
saja seseorang muncul dari balik pohon. Aku seketika berhenti bernapas karena
terkejut. Itu adalah Gayus! Penjahat yang paling dicari saat ini. Mukanya mudah
dikenali dengan mata bulat dan rambut botak depan. Dia memakai jubah hitam yang
menutupi seluruh tubuhnya. Dengan melihatnya saja, aku merasa bisa mati kapan
saja. Dia seperti mengeluarkan hawa jahat yang sangat mengerikan.
Gayus
menatap ke arahku, tapi pandangannya tembus ke belakang. Seperti aku sedang
tidak berada disitu. Lengan jubahnya digulung. Terlihatlah tato bergambar ular
melilit sebuah tengkorak di samping tato ‘aku saying ibu’. Dia menyentuh
tatonya dengan tongkat sihir.
Seketika
udara menjadi berat. Suasana yang memang sudah gelap menjadi lebih gelap lagi.
Dari atas muncullah asap-asap hitam yang lalu mengelilingi Gayus. Asap itu
kemudian membentuk menjadi orang. Mereka semua memakai jubah hitam seperti yang
Gayus pakai. Para pelahap maut.
“Selamat
datang para saudaraku.”
Nada
bicaranya sopan, tapi mengandung kebencian. “Selama aku tertangkap, tak ada
satupun dari kalian yang mencoba membebaskanku. Tak ada satupun dari kalian
yang mencoba menyelesaikan tugas yang kuberikan.”
Orang-orang
disekitarnya menunduk ketakutan.
“Kau….Anas,
kemana kau saat aku tertangkap?”
Pelahap
maut yang dipanggil Anas makin gemetar, “Saya…terus mencoba mencari tuan.”
“Bohong!
Nelpon gak pernah! SMS gak pernah!”
“Saya,
saya tidak punya pulsa.”
“Ah!”
Gayus mengelilingi lingkaran itu, “Lalu bagaimana denganmu Olga Syahputra? Andika
Kangen Band? Morgan Smash? Kalian tidak ada gunanya!!”
Tak
ada yang berani menjawab. Gayus berjalan ke tengah lagi. “Tapi sudahlah. Kalian
harus bersyukur karena aku baik hati. Sekarang apakah kalian masih setia
padaku?”
“Tentu
saja tuan!”
“Kami
tak pernah mengkhianatimu.”
Gayus
tersenyum. Dia mengangkat tongkat sihirnya ke atas, dan sinar hitam meluncur
keluar. Sinar itu meledak di atas dan dari dalamnya keluar banyak handphone.
Para Pelahap Maut satu per satu menangkapnya.
“Sebarkan
berita bahwa Pelahap Maut sudah kembali!! Sebarkan lewat facebook, twitter dan
semua media sosial lainnya!”
Para
pelahap maut mulai mengetik di handphonnya. Olga pun mengetik dengan gaya centilnya
sambil lidahnya melet-melet.
Tiba-tiba
terdengar suara dari kejauhan, “Cepat ya….”
“Ya
tenang saja, aku sudah kebelet banget nih” kata seseorang yang tiba-tiba mucul.
Dia berpakaian kemping dan sepertinya akan buang air besar karena dia mulai
membuka celananya. Dia sedang ngeden ketika sadar dia sedang berada dalam diskusi
perkumpulan paling jahat.
“Oh
maaf, aku tak tahu disini ada banyak orang” katanya gugup.
Gayus
mengayunkan tongkatnya, “Avada Kedavra!”
Cahaya
hijau memenuhi penglihatanku diiringi teriakan (dan suara kentut). Aku
terbangun. Badanku penuh keringat.
“Kau
tak apa-apa?”
Edo
melihatku dengan heran dari tempat tidurnya, “Kau mengerang-ngerang, mimpi
buruk ya?”
“Sangat
buruk” kataku, aku langsung bergegas mengambil handphone-ku. Kubuka twitter dan
kucek akun Pelahap Maut. Status terbaru mereka ternyata memang sama yang dengan
kulihat di mimpi. Status itu sudah di RT oleh ratusan orang, sebentar lagi
pasti jadi Trending Topic.
Aku
mencoba mengingat-ingat mimpiku. Gayus mulai mengumpulkan para Pelahap Maut
yang masih setia padanya. Aku tak tahu apa rencana mereka sekarang, tapi pasti
tidak bagus.
Aku
lalu teringat pada seorang muggle yang sedang kemping itu, dibunuh tanpa tahu
apa-apa. Bahkan dia sedang mau buang air. Mati ketika buang air ada di urutan
terendah dalam daftar ‘Mati dengan gaya’. Mereka benar-benar kejam.
Tapi
kenapa aku bisa melihat kejadian itu dalam mimpi? Apakah ini bakatku?
“Hei,
kenapa jadi bengong?” Tanya Edo.
Aku
beralih ke dirinya dan menceritakan semua yang kulihat dalam mimpi. Dia awalnya
tidak percaya, tapi ketika dia melihat twitter dari hapenya, semuanya berubah.
“Kau
benar, pelahap maut sedang menjadi trending topic sekarang.”
“Aku
tahu,” kataku, “apa yang sebaiknya kita lakukan?”
Edo
menatapku dengan bingung, “Kita? Kita hanya penyihir tingkat satu. Kita tidak
bisa apa-apa. Lagipula kita tak perlu melakukan sesuatu, semua auror sedang
mencari Gayus sekarang. Kita akan baik-baik saja.”
“Tapi
dia sudah pernah kabur dari penjara cipinang kan? Berarti dia sudah tahu cara
untuk mengelabui Auror.”
Edo
mengangkat bahu. “Sudahlah, sebaiknya kita tidur lagi. Besok ada latihan
Quidditch pertama.”
Aku
setuju saja, tapi mana mungkin aku bisa tidur lagi setelah mengalami mimpi aneh
tersebut. Ketika Edo sudah tertidur, aku menyelinap keluar kamar.
Berjalan-jalan mungkin akan membuat pikiranku segar.
Aku
keluar dari asrama. Di luar jendela, langit malam terbentang sangat indah. Aku
terus berjalan sambil memikirkan mimpiku. Bagaimana cara Gayus bisa lolos dari
para auror? Bagaimanapun itu, aku yakin Gayus akan melakukannya lagi, dan itu
membuatku makin cemas. Bagaimana kalau dia mencoba menyerang Hogwarts, seperti
yang dilakukan Voldemort dulu sebelum dia akhirnya tewas.
Tapi
semakin dipikir, semakin aneh. Untuk apa juga dia menyerang Hogwarts? Pelahap
Maut sekarang sudah tak sebanyak dulu lagi. Mereka akan bunuh diri jika
menyerang Hogwarts begitu saja.
Lalu
tiba-tiba, kata-kata Okki terngiang di kepalaku. Dia berbicara tentang sesuatu
di kamar tersembunyi. Apakah memang ada kamar seperti itu? Walaupun ada, yaah
pasti tersembunyi juga, akan sangat sulit menemukannya.
Tanpa
sadar aku berjalan ke lorong penghubung ke menara timur. Hmm, menara timur,
kepala sekolah pernah mengingatkan agar kami menjauhinya. Sifat isengku muncul,
kalau hanya melihat sedikit kurasa tidak apa-apa kan?
Aku
mengendap-endap di sepanjang lorong. Lorong itu hanya diterangi obor yang
terpasang di dinding, tidak ada jendela sama sekali. Disini sangat bau, sampai
aku harus menutup hidung. Apakah menara timur tempat pembuangan sampah?
Aku
berjalan makin ke dalam, dan baunya makin menyengat. Di ujung lorong, aku
melihat tangga spiral menuju ke puncak menara. Aku bingung apakah mau menaikinya
atau tidak, tapi karena sudah sampai disini, ya sudahlah. Sudah terlanjur basah
juga.
Sesuatu
bergetar di belakangku ketika aku menginjakkan kaki di anak tangga. Aku melihat
ke belakang dan kurasa jantungku tak mau berdetak untuk sesaat. Sebuah makhluk
hijau setinggi kira-kira 3 meter, membawa pentungan dan berbau sangat
menjijikkan sedang menelitiku. Sebuah Troll
Troll itu akhirnya memutuskan aku adalah musuh yang harus
dimusnahkan. Dia mengayunkan pentungannya ke arahku. Aku menghindar tepat pada
saatnya. Pentungan membentur pegangan tangga dan menghasilkan suara sangat
ribut.
Aku melarikan diri secepat mungkin.
Untunglah Troll sangat lambat, dalam sekejap saja aku sudah meninggalkannya.
Aku masuk ke asrama dengan jantung masih berdebar keras. Kenapa ada Troll dalam
sekolah? Mungkinkah…mungkinkah dia menjaga sesuatu?
0 komentar:
Posting Komentar