Hei, aku tahu kau sedang sibuk bermain, tapi biarkan aku menceritakanmu sesuatu. Sesuatu yang mungkin kau suka, karena sedikit berhubungan denganmu.
Dulu sekali, jauh sebelum kau dilahirkan, aku tidaklah sendiri. Banyak teman pohonku di sini. Memang tidak terlalu banyak sih sampai bisa dibilang hutan, tapi lumayanlah. Kami senang sekali mengobrol-ngobrol tentang apapun. Pernah suatu ketika ada tupai yang terpleset jatuh dari salah satu ranting temanku. Aku tertawa seperti pohon gila berhari-hari. Aku memang terkenal sebagai pohon ceria di kalangan pertemanan kami. Mungkin karena itulah banyak orang yang lewat suka berteduh di bawahku. Kalau tertawa, kami bisa mengeluarkan oksigen lebih banyak. Seperti manusia yang jika tertawa lebih banyak mengeluarkan karbon dioksida. Aku tidak protes sih, toh itu makananku.
Lalu pada suatu hari muncul anak laki-laki itu. Dia sepertinya baru pulang sekolah. Mukanya merengut dan dia membanting tasnya sebelum duduk di bawah teduhanku. Lalu dari tas itu dikeluarkannya sebuah buku bacaan. Aku tidak tahu itu tentang apa, tapi yang pasti banyak gambarnya.
Saat sedang dia asyik membaca, datanglah seorang gadis. Dia memanggil cowok itu dengan nama Dennis. Dennis balik menyapa cewek itu, yang belakangan kuketahui kalau namanya Nadira, tapi dia terlihat sedikit terganggu. Hanya saja setelah Nadira bilang kalau dia juga penggemar buku yang dia baca (aku ingat sekarang, nama bukunya Naruto!), Dennis jadi berubah sikap. Dia membiarkan Nadira duduk di sebelahnya dan mereka asyik berdiskusi tentang ninja.
Sejak saat itu, mereka sering datang kembali. Kadang salah seorang datang sendiri, menunggu yang lain, dan pulang dengan kesal jika tak ada yang datang, tapi biasanya mereka datang berdua. Dan itu terus terjadi hingga mereka beranjak dewasa. Pembicaraan pun sudah berkembang menjadi percakapan kegiatan sehari-hari. Kalau sudah mengobrol, mereka bisa lupa waktu, apalagi didukung oleh suasana sejuk yang diciptakan aku dan teman-temanku.
Kuberitahu sedikit rahasia, kurasa Dennis-lah yang terlebih dulu suka pada Nadira. Paling tidak, dialah yang duluan memperlihatkannya. Cobalah kau lihat muka mereka saat itu, lebih merah daripada biah ceri!! Dennis yang mengatakan 'cinta' hanya dijawab bisu oleh Nadira. Mungkin Dennis mengira dia ditolak, tapi dia tidak tahu kalau saat dia pulang, Nadira berteriak senang dengan histerisnya. Aku dan teman-temanku sampai terkejut.
Tapi tentu saja mereka tak melulu gembira. Kadang terjadi pertengkaran di antara mereka berdua, biasanya hanya kerena masalah kecil seperti tersinggung akibat salah ngomong. Pernah juga sih ada pertengkaran besar. Saat itu Nadira marah pada Dennis yang katanya terlalu sering ingkar janji, tapi Dennis membela dirinya dengan mengatakan kalau Nadira tidak mau mengerti kondisinya. Nadira sampai teriak sebelum pergi dari situ, meninggalkan Dennis dengan muka paling murung yang pernah kulihat. Aku mencoba menghiburnya dengan menjatuhkan buahku ke kepalanya, eh dia justru marah dan menendang batangku. Kasar sekali! Untunglah mereka berbaikan beberapa hari setelah itu.
Kurasa akhirnya mereka saling membuka perasaan karena mereka terlihat makin mesra setiap harinya. Mereka bahkan (dengan sadisnya) menggoreskan nama mereka di batang pohonku. Kini tulisan 'Nadira <3 Dennis' akan ada terus di situ. Makasih atas tattonya lho!
Setelah itu, mereka pergi entah kemana. Harus kuakui kalau aku sedikit kesepian, apalagi kini teman-temanku juga mulai berkurang. Penyebabnya tak lain adalah manusia. Memang, tidak semua manusia baik. Mereka menebang teman-temanku agar mereka bisa membangun lahan untuk rumah. Mereka kira kami tidak punya perasaan, menebang kami seenaknya seperti itu. Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Jika saja aku bisa menggerakkan akarku ini, pasti sudah kutendang mereka semua!
Akhirnya hanya dirikulah satu-satunya pohon yang tersisa. Rumah-rumah manusia sudah berjejer di dekatku. Hidupku tak akan lama lagi, aku yakin itu. Dan keyakinan itu makin kuat saat seseorang memutuskan membangun rumah di tempatku berdiri.
Aku tidak terlalu sedih lagi. Toh semua temanku sudah mati semua. Lebih baik aku ikut mati saja daripada hidup terus sendirian. Diam-diam aku berharap kalau jika nanti hujan, rumah-rumah itu akan kebanjiran, hihihi.
Besoknya pemilik tanah itu datang beserta arsitek untuk melihat tanahnya. Arsitek itu dengan santainya mengatakan kalau aku sebaiknya ditebang agar halaman rumahnya lebih bagus. Hei, paling tidak jangan katakan itu di depanku.
Tapi pemilik tanah itu justru mengatakan bahwa dia ingin aku tetap ada! Wow, dia sungguh baik! Samar-samar aku seperti mengenal pemilik itu. Lalu datanglah istrinya mengatakan kalau dia sependapat dengan suaminya.
Saat itulah aku sadar kalau itu adalah ibumu, Nadira. Mukanya tak berubah sama sekali. Ayahmu, Dennis, terlihat sedikit berbeda, mungkin karena kumis gagahnya itu kini sudah menghiasi mukanya. Tapi dia tetap Dennis yang sama, Dennis yang baik hati. Mereka lalu membangun rumah dengan membiarkan aku tetap hidup di halaman rumahnya. Kau tidak tahu betapa senangnya aku melihat mereka lagi, dan betapa senangnya aku masih diberi kesempatan hidup untuk menemani mereka. Dennis dan Nadira juga sepertinya senang melihatku, terutama karena masih ada nama mereka di batangku.
Dan itulah ceritanya. Bagaimana, kau senang kan bisa mengetahui sejarah orangtuamu dengan pohon kesayanganmu ini? Eh, jangan coret-coret batangku dengan krayonmu! Oh lihat, ibumu datang. Dia akan memarahimu! Eh, kenapa kau ketawa Nadira? Masa kau tega membiarkan aku dicoret-coret. Dasar, untung saja aku sayang kalian.